Meneguhkan Ideologi, Menguatkan Tradisi & Kemandirian Organisasi

NU CILACAP ONLINE – Menuju Satu Abad Nahdlatul Ulama, Meneguhkan Ideologi, Menguatkan Tradisi dan Kemandirian Organisasi adalah Tema Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama / Konfercab NU Cilacap Tahun 2018 / 1439 H.

Tema Meneguhkan Ideologi, Menguatkan Tradisi, Kemandirian Organisasi tersebut diambil untuk menegaskan pentingnya tiga pilar aqidah, tradisi dan kemandirian dalam menghadapi usia 1 (satu) abad Nahdlatul Ulama, lebih khusus lagi untuk memastikan proses pengkhidmatan yang berkelanjutan dengan ketegasan sikap dan arah kebijakan NU dalam pengkhidmatannya di Kabupaten Cilacap.

NU dan Aswaja

Ada hal yang menjadi karakter pokok dari Nahdlatul Ulama (NU) yaitu komitmen dan konsistensinya yang sangat tinggi terhadap berlakunya ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dan persoalan Kebangsaan. Karakter tersebut menjadi ruh organisasi NU yang diwujudkan dalam praksis kehidupan berorganisasi dan kehidupan bermasyarakat-berbangsa-bernegara.

Tidak ada organisasi Islam di negeri ini yang begitu gigihnya mendalami, menyemai, mengajarkan dan mensiarkan Islam Aswaja, kecuali NU.  Prinsip itu tidak hanya ditegaskan dalam Anggaran Dasar organisasi NU, tetapi dijadikan tema dalam setiap kegiatan. Karena identifikasi yang begitu gigih, maka Aswaja menjadi identitas  yang tidak pernah terlepas dari identitas warga NU.

NU yang diprakarsai oleh para Ulama, adalah Perkumpulan/Jam’iyyah Diniyyah Islamiyyah Ijtima’iyyah (Organisasi Sosial Keagamaan Islam) yang berorientasi menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan martabat manusia.

Baca juga Kajian Aswaja NU Nusawungu Kupas Manfaat Membaca Shalawat

Tujuan Nahdlatul Ulama

Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta.

Guna merealisasikan tujuan tersebut, NU memiliki tekad untuk terus mengupayakan berkembanganya dasar-dasar keagamaan (al ushul al diniyyah) sebagai berikut;

  1. Memegang teguh Paham Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang dijabarkan dalam Khittah Nahdlatul  Ulama, sebagai landasan berfikir, bersikap dan bertindak bagi warga Nahdlatul   Ularna yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan dan diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia, meliputi dasar‑dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan. Baca : Naskah Khittah NU
  2. Mengembangkan Paham Islam Ahlussunnah wal Jamaah dalam kerangka Amar Ma’ruf Nahi Mungkar yang dijabarkan dalam Fikrah Nahdliyyah berupa; Fikrah Tawassuthiyyah/Tawazzuniyyah (moderasi-keseimbangan), Fikrah Tasammuhiyyah (toleransi), Fikrah Ishlahiyyah (reformatif), Fikrah Tathowwuriyyah (pola pikir dinamis) dan Fikrah Manhajiyyah (metodologis).
  3. Mengimplementasikan prinsip-prinsip diatas dalam kehidupan sehari-hari dengan Mabadi Khaira Ummah, yaitu gerakan pembentukan identitas dan karakter melalui upaya penanaman nilai-nilai luhur yang digali dari paham keagamaan Islam Aswaja berupa; Al Shidqu, Al Amanah wa al Wafa bi-al ‘ahdi, Al ‘Adalah, Al Ta’awun, dan Al Istiqaamah, dengan tetap mengembangkan dan mengampanyekan pentingnya Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Insaniyah, dari level nasional hingga kelompok masyarakat terkecil.

Dasar‑dasar keagamaan dan sikap kemasyarakatan tersebut membentuk perilaku warga Nahdlatul Ulama, baik dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi yang:

  1. Menjunjung tinggi nilai‑nilai maupun norma‑norma ajaran Islam,
  2. Mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi,
  3. Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dan berkhidmah dan berjuang,
  4. Menjunjung tinggi persaudaraan (al‑ukhuwah) persatuan (al‑ittihad) serta kasih mengasihi,
  5. Meluhurkan kemuliaan moral (al‑akhlak al‑karimah), dan menjungjung tinggi kejujuran (ashshidqu) dalam berfilkir, bersikap dan bertindak,
  6. Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa dan negara,
  7. Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala,
  8. Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan serta akhli‑akhlinya, selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia,
  9. Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu dan mempercepat perkembangan masyarakatnya,
  10. Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Prinsip-prinsip tersebut yang terimplimentasikan sebagaimana mestinya, terbukti menjadi solusi paling baik dalam kurun waktu yang lalu dan yang akan datang bagi tatanan kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk. Menguatkan tradisi bermasyarakat di masyarakat yang majemuk menjadi bagian konsentrasi NU.

Jikapun hari ini muncul banyak organisasi Islam baru yang mengusung Aswaja, hal itu tidak membuat surut semangat dan kegigihan NU dan warganya untuk mengusung Islam Aswaja dan menjadikan Aswaja sebagai manhaj dalam setiap sendi kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.

NU dan Masalah Kebangsaan

Komitmen dan konsistensi NU terhadap persoalan-persoalan mendasar kebangsaan juga turut membentuk karakter masyarakat bangsa Indonesia yang diidealkan. Sejak diakuinya paham kebangsaan secara resmi dalam Muktamar NU ke-36 di Banjarmasin, maka tema kebangsaan menjadi sangat penting bahkan kemudian menjadi prinsip dasar NU dalam kehidupan bermasyarakat tanpa kehilangan kritisismenya.

Baca juga Agama dan Pancasila Bukanlah Sesuatu yang Bertentangan

Tema itu disuarakan bukan basa basi tapi diperjuangkan dengan penuh risiko. Beberapa isu kebangsaan terpenting mendapatkan respon dari NU, misalnya;

  1. Pancasila sebagai Dasar Negara. NU menghormati Pancasila dengan terus menyuarakan prinsip-prinsip dan sila-sila Pancasila. Dengan sikap itu tidak jarang NU dicap musyrik oleh kalangan Islam garis keras, dan dicap konservatif bahkan dicap ortodoks oleh kaum liberal. Namun oleh NU, Pancasila dengan gigih dipertahankan.
  2. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), NU gigih menyuarakan pentingnya NKRI, membela dan mempertahankan NKRI, bahkan harus melalui Resolusi Jihad, karena sadar betul bahwa gagasan itu dirumuskan untuk menjaga persatuan Indonesia.
  3. Pancasila, NKRI dan UUD 1945. NU dengan gigih mempertahankan bentuk NKRI, hal itu diambil dengan seksama karena jauh sebelumnya yakni tahun 1984 NU sudah menegaskan bahwa NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai bentuk final. Apapun gerakaan sosial politik termasuk gerakan reformasi tidak boleh mengubah kesepakatan dasar ini.
  4. Bhinneka Tunggal Ika. Demikian juga dengan pilar bangsa berupa semboyan Bhinneka Tunggal Ika, NU menjunjung tinggi, turut mengelola dan merawatnya sebagai kekayaan bangsa yang tidak boleh dicederai.

Aswaja dan Kebangsaan

Konsistensi terhadap Aswaja dan Kebangsaan seperti tercermin di atas, menunjukkan bahwa sikap keberagamaan Ahlussunah wal Jamaah ala NU, sikap politik-kebangsaan dan arah kebijakan sosial NU, ritmenya tetap dijaga hingga bisa sejalan dengan pemerintah. Itu semua bukan berdasarkan pertimbangan praktis-pragmatis, tetapi berdasarkan pada prinsip ideologi yang dianut, yaitu berideologi kerakyatan dan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Aswaja yang menyejarah dan membumi sebagai penyangga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini juga menjadi pilar di balik tema Meneguhkan Ideologi, Menguatkan Tradisi, Kemandirian Organisasi.

Baca Juga >> Mewujudkan Islam Rahmatan Lil Alamin

Empat isu kebangsaan di atas, dalam satu dasawarsa terakhir ini semakin mengemuka bersamaan hadirnya secara nyata ideologi yang mencoba “mengusik” tatanan ideologi yang sudah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa. Tumbuh suburnya organisasi kemasyarakatan Islam yang mengusung Ideologi Khilafah Islamiyyah dan sejenisnya, merupakan bukti nyata hadirnya tantangan bagi bangsa Indonesia, lebih khusus lagi warga Nahdlatul   Ulama.

Organisasi Nahdlatul   Ulama –melalui dukungan penuh tergadap disahkannya RUU Ormas menjadi UU tentang Ormas– tampil di garda terdepan untuk terus berusaha membentengi diri dan meneguhkan ideologi secara simetris; ideologi Aswaja sekaligus ideologi berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peta Jalan Menuju Satu Abad NU

Pada tahun 2026, Nahdlatul Ulama akan berusia 100 tahun atau satu abad. Banyak hal yang harus diteguhkan dan di tingkatkan oleh organisasi NU dan para pengurus serta warganya. Tiga hal berikut ini — Meneguhkan Ideologi Menguatkan Tradisi Kemandirian Organisasi — menjadi panduan peta jalan menuju satu abad, yaitu peneguhan aqidah, penguatan tradisi dan peningkatan kemandirian organisasi menjadi pilar penyangga sekaligus sebagai orientasi bersama para pengurus NU, Lembaga dan Badan Otonom serta warga Nahdliyyin pada umumnya.

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Cilacap memandang bahwa semangat awal didirikannya Organisasi NU perlu terus diaktualisasikan dalam ranah gerakan mengajarkan, mengamalkan, mempertahankan dan melestarikan Aqidah Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Semangat ini terinternalisasi menjadi jati diri warga Nahdliyyin.

Di tengah semakin gencarnya serangan terhadap organisasi Nahdlatul Ulama, iktikad untuk meneguhkan ideologi dan Aqidah merupakan kewajiban individu warga dan pengurus NU. Aswaja tidak boleh termakan usia sungguhpun NU kelak akan memasuki usia satu abad, bahkan dua atau tiga abad yang akan datang.

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Cilacap juga meyakini bahwa tradisi –dalam pengertian manhaj berfikir sekaligus produk budaya lokal—menjadi bagian tak terpisahkan dari cara warga Nahdliyyin mengajarkan dan mengamalkan keislamannya. Sendi-sendi manhajulfikr Naqli, Aqli, Silsiati, Waqi’i dan Irfani menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Semua beriringan dengan amaliyah NU dalam aspek aqidah, syariah dan tasawufnya. Kebersatuannya membentuk karakter keagamaan Islam ala Nahdlatul Ulama yang menjunjung tinggi sikap tawasuth, tawazun, tasamuh, dan tasyawur. Di sini juga tertanam misi menguatkan tradisi.

Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Paham keagaman yang dianut oleh Nahdlatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang sudah ada  dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia seperti suku maupun bangsa, dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut. Di sini, penghargaan NU atas tradisi dalam bentuk produk budaya lokal sangat tinggi.

Kemandirian Organisasi dalam pengertian yang luas, merupakan bagian dari strategi live survival, kebertahanan yang berkesinambungan. Bertahan sebagai organisasi yang dibesarkan dan digerakkan dari dan oleh pengurus serta warganya, namun memberi arti dan manfaat bagi sesama.

Kemandirian yang lebih spesifik tidak bisa lepas dari ukuran kekuatan organisasi dalam mengelola rumah tangga dan pelaksanaan program serta kegiatannya. Jika ukurannya kemudian mandiri secara finansial dan material, organisasi NU tidak menafikan. Sebab, nafas pengkhidmatan harus didukung dengan finansial dan material yang kuat pula.

Kuat secara kuantitatif bagi organisasi NU menjadi bekal untuk meneguhkan ideologi, menguatkan tradisi dan kemandirian organisasi, sehingga kuat secara kualitatif menjadi semakin mungkin untuk dicapai. Inilah yang hendak disinergikan menjadi barometer bersama antara pengurus NU, Lembaga, Badan Otonom NU dan warga Nahdliyyin semuanya di Kabupaten Cilacap, untuk digali, dikembangkan, diberdayakan dan dimaksimalkan dalam rangka menyongsong satu abad Nahdlatul   Ulama di tahun 2026.

Sebagai starting point, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Cilacap akan menggelar Konferensi Cabang (Konfercab) tanggal 27-29 April 2018/11-13 Sya’ban 1439 bertempat di Pondok Pesantren Raudlatul Huda, Welahan Wetan Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap. Adapun Tema yang diambil adalah Menuju Satu Abad Nahdlatul Ulama, Meneguhkan Ideologi, Menguatkan Tradisi & Kemandirian Organisasi

Dasar Pelaksanaan Konferensi Cabang

Dalam Pasal 73 Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul   Ulama (ART NU) tahun 2015, disebutkan bahwa Konferensi Cabang (Konfercab) adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang. Konfercab membicarakan dan menetapkan Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Cabang Nahdlatul   Ulama yang disampaikan secara tertulis, Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Pokok­-Pokok Program Kerja Wilayah dan Garis-Garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama, Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya, memutuskan Rekomendasi Organisasi, Ahlul halli Wal ‘Aqdi, serta Memilih Rais dan Ketua Pengurus Cabang.

Konfercab dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul   Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun, dihadiri oleh Pengurus Cabang Nahdlatul   Ulama, Pengurus Majelis Wakil Cabang. Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi, Konferensi Cabang dapat dihadiri oleh Pengurus Ranting.

Dan atas beberapa pertimbangan, Konfercab NU Cilacap tahun 2018 M/1439 H akan menghadirkan Pengurus Ranting NU se Kabupaten Cilacap. Sebagai forum tertinggi tingkat Cabang, Konfercab NU memiliki nilai strategis bagi sejarah perjalanan NU 5 (lima) tahun ke depan tanpa mengesampingkan sejarah 5 (lima) tahun sebelumnya. Terlebih dengan agenda besar menuju 1 (satu) abad Nahdlatul   Ulama di tahun 2026 nanti.

Tautan itu merupakan keniscayaan bagi Nahdlatul   Ulama, sebagai implementasi dari kaidah Al Muhafadhotu ‘Ala Al-Qodimi al Shalih, wal Akhdu Bi al Jadid al Ashlah  dalam menempatkan fungsi dan peran organisatoris NU sebagai Jamiyyah Diniyyah Islamiyyah-Ijtimaiyyah bagi kepentingan menjalankan cita-cita, visi, misi dan program kerja secara berkesinambungan dan bisa dirasakan manfaatnya di tengah masyarakat.

Berikut ini Dasar Pelaksanaan Konfercab NU Cilacap Tahun 2018 M/1439 H:

  1. Muqaddimah Qonun Asasy Hadratusysyaikh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Jamiyyah Nahdlatul  Ulama;
  2. Keputusan Muktamar NU di Situbondo tentang Khittah Nahdlatul  Ulama 1926
  3. Keputusan Muktamar Nahdlatul  Ulama XXXIII di Jombang tahun 2015 tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul   Ulama;
  4. Keputusan Pengurus Wilayah Nahdlatul  Ulama Jawa Tengah Nomor : PW.11/522/SK/X/2012 tentang Pedoman Penyelenggaraan Konferensi Cabang Nahdlatul
  5. Keputusan dan Kesepakatan/Ittifaq Rapat Pengurus Harisn Syuriyah dan Harian Tanfidziyah PCNU Cilacap tanggal 17 Desember 2017.
  6. Keputusan Muskercab II tahun 2017 PCNU Cilacap tentang Tempat Pelaksanaan Konfercab tahun 2018.

Tujuan Konferensi Cabang

Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama Cilacap bertujuan :

  1. Mendengarkan, menilai dan mengesahkan pelaporan pertanggungjawaban Pengurus Cabang Nahdlatul  Ulama Cilacap Masa Khidmat 2012 – 2017
  2. Menyusun dan menentukan program kerja Pengurus Cabang Nahdlatul  Ulama masa Khidmat 2018 – 2013.
  3. Memutuskan keputusan-keputusan organisasi yang berkaitan dengan problematika sosial, budaya, keagamaan dan lain lain.
  4. Memilih dan menetapkan Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul  Ulama Cilacap Masa Khidmat 2018-2023.
  5. Merumuskan pemikiran-pemikiran yang ditujukan kepada kepada internal Organisasi Nahdlatul  Ulama yang dijiwai dengan iktikad menguatkan sinergisitas Jamaah dan Jamiyyah.
  6. Memberi masukan kepada Stakeholder di Kabupaten Cilacap dengan pemikiran-pemikiran kritis yang berguna bagi proses pembangunan ekonomi, sosial, politik, budaya dan keagamaan yang dijiwai dengan karakter khaira ummah;

Waktu dan Tempat Konferensi Cabang

Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama Cilacap Tahun 2018 M/1439 H diselenggarak-an pada  Hari / Tanggal : Jumat– Ahad / tanggal 27 – 29 April 2012/  11-13 Sya’ban 1439,  bertempat di Pondok Pesantren Raudlatul Huda, Welahan Wetan Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap. Tempat penyelenggaraan Konferensi sudah disesuaikan dengan Keputusan Musyawarah Kerja Cabang II PCNU Cilacap tahun 2017.

Dengan memilih Pesantren sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi, PCNU Cilacap berihtiar menguatkan tradisi menempatkan Pondok Pesantren sebagai pilar utama pengembangan dan perkembangan organisasi NU termasuk di dalamnya harapan, agar Nahdlatul   Ulama tetap menjunjung tinggi eksistensi Pondok Pesantren, mengingat Nahdlatul   Ulama juga didirikan oleh Ulama-Ulama Pondok Pesantren.

Peserta dan Penyelenggara

Peserta Konferensi Cabang Nahdlatul   Ulama Cilacap terdiri dari : Pengurus Cabang Nahdlatul   Ulama Cilacap, Pengurus Lembaga dan Badan Otonom, Pengurus Majlis Wakil Cabang se Kabupaten Cilacap, Pengurus Ranting NU se Kabupaten Cilacap.

Jumlah seluruh peserta sekitar 850 orang. Konferensi Cabang Nahdlatul   Ulama Cilacap diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul   Ulama dengan Kepanitiaan yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Pengurus Cabang Nahdlatul   Ulama Cilacap Nomor:  1939/PC/A.II/11.34/II/2018  dan Kepanitiaan Lokal.

NU di Kabupaten Cilacap

Mayoritas penduduk Muslim Kabupaten Cilacap melaksanakan Amaliyah Keagamaan Islam Ahlussunah Wal Jamaah ala Thariqati Nahdlatil Ulama  di bawah bimbingan Pengurus NU dan/atau para Ulama baik langsung maupun tidak langsung melalui lembaga pendidikan; pondok pesantren dan Masjid/Musholla serta Majelis Ta’lim lainnya.

Selengkapnya silakan baca >> Selayang Pandang NU Cilacap

Meneguhkan Ideologi Menguatkan Tradisi Kemandirian Organisasi adalah misi bersama dan luhur NU Cilacap. Demikian Term Of Reference Konferensi Cabang NU Cilacap tahun 2018 M/1439 H. Dibuat sebagai acuan dalam penyelenggaraan Konferensi Cabang NU Cilacap dan pihak-pihak yang terkait.

Cilacap,  25 Maret 2018/ 8 Rajab 1439

Panitia Pelaksana
Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama Cilacap
KHAZAM BISRI, S.Ag (Ketua)
Munawar Amin Ma’ruf (Sekretaris)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button