Kesehatan Jamaah Haji dan Penerbangan Madinah – Solo

Haji Riang Gembira 2023 Part 28

NU CILACAP ONLINE – Kesehatan Jamaah Haji dalam penerbangan Madinah – Solo Pesawat Garuda nomor GA 6270 membawa jamaah haji Cilacap Kloter SOC 70 menjadi perhatian serius dokter pesawat.

Pesawat Garuda kebanggaan Indonesia bernomor penerbangan GA 6270 telah menunggu kami, jamaah kloter SOC 70, di bandara Madinah sejak kami belum datang. Pesawat sudah siap menerbangkan kami pada jam 21.45 waktu Arab Saudi, Selasa tadi malam.

Ketika jam telah menunjuk ke angka 21.40, telpon seluler bu dokter Erna berdering. Saya kebetulan duduk di samping belakang beliau. Saya cukup tahu apa yang diobrolkan. Sesuatu yang urgent, tentu saja, yaitu tentang kesehatan jamaah haji.

Kesehatan Jamaah Haji

Salah satu jamaah yang awalnya tetap dirawat di Madinah, bisa dibawa pulang bareng dengan semua jamaah. Alhamdulillah. Kelegaan muncul karena bisa pulang bareng-bareng, khususnya wajah isteri.

Dokter Erna, ketua kloter, dan petugas lainnya sigap merespon kondisi kesehatan jamaah haji yang ada. Tempat duduk di bagian depan segera disiapkan. Satu untuk jamaah yang sakit tadi, satunya untuk istrinya.

Artikel Terkait

Beberapa saat kemudian, petugas haji bandara dibantu petugas kloter membawa dan langsung menuju ke kursi yang sudah disediakan. Ketua kloter langsung menjemput istrinya yang tempat duduknya di bagian belakang.

Suami isteri itu kini duduk berdua, berdampingan. Mereka bercengkarama. Bahagia sekali. Saya melihatnya ikut merasakannya. Bagaimana tidak, mereka telah terpisah lebih dari dua minggu lamanya. Satu di rumah sakit, satunya beraktivitas sebagaimana layaknya jamaah yang lain. Maklum, aturan di Arab Saudi, pasien di rumah sakit tidak boleh dijenguk, apalagi ditungguin, bahkan oleh keluarganya sekalipun.

Mereka memang baru terpisah dua mingguan lamanya, bukan 200 tahun seperti Nabi Adam dan sayyidah Hawa. Tetapi dua minggu itu baginya mungkin rasanya sudah lebih dari dua ratusan tahun.

Saya bisa memahami perasaannya ketika keduanya bertemu di pesawat. Kebahagiaannya membuncah di aura yang terpancar. Seluruh penumpang menjadi saksi.

Sesekali, saya melihat si isteri dengan lembut mengelapkan beberapa lembar tissu ke wajah suaminya untuk membersihkan kotoron yang menempel. Si suami diam saja, hanya sedikit senyum disunggingkan. Kedua mata pasangan ini saling beradu, menandai kembalinya kebersamaan.

Kegesitan Bu Dokter

Sementara itu, bu dokter Erna tetap sibuk memantau perkembangannya, nadinya, jantungnya, dan perubahan rona yang terjadi. Bu dokter jeli sekali memperhatikan perubahan yang terjadi, dari menit ke menit, bahkan detik ke detik. Matanya tajam menatap alat yang terpasang di bagian tubuhnya.

Sebentar kemudian dokter bertanya kepada crew pesawat. HP tergenggam di tangannya. Pertanyaannya bernada meminta, tegas, “Apakah pintu pesawat masih dibuka ?”. Crew pesawat langsung merespon, agak gugup, “masih, masih”. Mendengar jawaban ‘masih’ dari crew, bu dokter buru-buru menelpon dokter di Madinah yang merawatnya.

“Dok, ini kondisinya drop lagi, drastis, cepat sekali, ini harus segera mendapat perawatan”. Telpon di seberang menjawab, “iya,.. iya….segera “. Begitu kira-kira percakapan sesama dokter yang saya dengar.

Tidak sampai 10 menit, Tim kesehatan haji Arab Saudi datang ke pesawat bersama kursi roda khusus. Bu dokter lega, tiba-tiba berubah lembut dan santun, lalu menghampiri si isteri, sambil menyampaikan sesuatu ke dekat telinganya. Si isteri terlihat sedih, tapi pasrah. Satu dua bulir air mata menetes. Seluruh penumpang terdiam. Hanya dokter yang bicara.

Sesaat kemudian, tim kesehatan haji membawa si suami keluar pesawat. Bu dokter tidak ikut. Dia menatap sampai si pasien betul-betul keluar dari pesawat. Saya terus memperhatikan gerak geriknya. Saya melihat ada rasa sedih, lelah di wajahnya tergambar jelas, tapi tetap tegar dan professional. Sekali lagi, dia menghampiri si isteri. Sambil memegangi pundaknya dia membisikkan tiga empat kata. Si isteri kembali menitikkan air mata.

Madinah – Solo

Pukul 22.15 pesawat dari madinah baru bisa take off menuju Solo. Crew pesawat memperagakan penggunaan pelampung dan lain-lain, lalu mengecek seat belt ke masing-masing penumpang agar dipasang dan dikencangkan. Sandaran kursi ditegakkan, dan jendela pesawat dibuka sempurna. Usai semuanya dipastikan aman, crew pesawat ke tempatnya semula.

TPIHI kloter bapak H. Imam Mujiono memimpin doa. Lalu, deru mesin pesawat terdengar semakin keras dan kenceng. Dan, pesawat betul-betul mengudara, tinggi sampai di ketinggian 11.887 meter.

Kondisi penumpang di pesawat di kepulangannya jauh lebih kondusif dan tenang ketimbang saat berangkat. Tetapi bisik-bisik soal kelaparan mulai muncul. Maklum, sore memang tidak ada jatuh makan. Kalau mau makan ya beli sendiri di bandara. Ada yang dengan cara seperti saat di Makkah dan Madinah, misalnya “Ayo, siapa yang giliran piket ambil nasi”…. Namun bisik-bisik ini tidak berlangsung lama, karena crew dengan sigap seggera meresponnya, dan memang sudah jadwalnya.

Tiga jam setelah pesawat mengudara, mengangkut 355 penumpang jamaah haji, pesawat mendarat di Ahmedabad International Airport, di India. Rupanya pesawat pun mengalami kelaparan. Dia harus mengisi bahan bakar terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan. Kira-kira satu jam pesawat transit di India. Penumpang tetap di tempat duduknya masing-masing. Tidak boleh keluar.

Pesawat terbang lagi usai mengisi bahan bakar. Kondisi saat take off jauh lebih tenang. Penumpang tidak ada yang ribut. Mata sebagian besar penumpang sudah pada terpejam, dua-duanya.

Pesawat Landing

Selama kurang lebih 7 jam kemudian, pesawat Madinah – Solo mulai memasuki wilayah Jawa Tengah. Dan pada pukul 15.00 pesawat berhasil landing di Adi Sumarmo International Airport, Boyolali Jawa Tengah.

Beberapa saat setelah landing, saya mendengar kabar bahwa pasien yang tadi ditinggal di Madinah kondisinya sudah membaik. Sehingga pasien boleh dipulangkan. Keputusan menyangkut kesehatan jamaah haji ini tentu menggembirakan. Beliau diikutkan dengan menggunakan pesawat berikutnya bareng dengan penumpang kloter SOC 71.

Dikabari suaminya bisa ikut pulang di kloter berikutnya, si isteri memutuskan untuk menunggu sampai suaminya datang. Sementara kami terus melanjutkan perjalanan menuju Cilacap. (Bersambung ke part 29).

Tentang Penulis

Tentang Penulis

Fahrur Rozi, ketua Lakpesdam PCNU Cilacap, kepala LP2M Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap. (Yogyakarta, 26 Juli 2023)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button