Tanggung Jawab Warga NU Menyongsong Abad Kedua

NU CILACAP ONLINE – Tanggungjawab Warga NU melekat pada diri warga dan pengurus NU. Menyongsong Abad Kedua NU, tanggung jawab tersebut dirasakan makin perlu untuk dikuatkan. Berikut ini artikel Tanggung Jawab Warga NU Menyongsong Abad Kedua, selengkapnya:

Dakwah yang merangkul

Saat ini, kita hidup di tengah-tengah fitnah dan sedang menghadapi beberapa situasi darurat. Mulai dari darurut Ahlussunnah wal Jamaah (aswaja), darurat sami’na wa atho’na, darurat hoaks, hingga dan darurat radikalisme.

Dalam situasi dan kondisi tersebut, setiap pengurus Nahdlatul Ulama (NU) tentu memiliki kewajiban moral untuk melakukan pembinaan terhadap umat Islam dan warga bangsa secara keseluruhan.

Secara khusus, kewajiban pembinaan terhadap jamaah nahdliyin juga melekat pada diri pengurus dan para tokoh Nahdlatul Ulama (NU) di semua tingkatan. Sebagaimana kita ketahui bersama, para muassis dan sesepuh Nahdlatul Ulama mengajarkan metode dakwah yang membina bukan menghina. Dakwah yang merangkul, bukan malah memukul.

Akan tetapi, kalau upaya pembinaan sudah tidak bisa dilakukan lagi, dan ancaman yang datang sudah sedemikian serius; bisa Jadi kondisinya akan berakhir sebagaimana syair lagu Ya Lal Wathon, siapa datang melawanmu, kan binasa di bawah dulimu.”

Melahirkan Pembaharu, Mujaddid

Dalam waktu dekat, kita akan menghadapi Muktamar ke-34, sebagai titik terdekat menyongsong abad baru Nahdlatul Ulama. Sebagaimana kita ketahui dan telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam, bahwa setiap 100 tahun Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membangkitkan pembaharu atau mujaddid untuk menyegarkan ahkam ijtihadiyah furu’iyah yang sudah mulai keropos dan banyak ditinggalkan oleh umat.

Menghadapi situasi dan kondisi darurat yang terjadi, mari kita gunakan kesempatan yang ada untuk memperbarui hal-hal yang mendesak untuk kita perbaiki bersama. Jika Islam melahirkan pembaharu setiap 100 tahun, kita tentu juga berharap saat ini akan lahir ijtihad-ijtihad baru dalam organisasi kita (Nahdlatul Ulama, NU).

Sebagaimana para pendahulu kita telah berijtihad untuk melahirkan jam’iyah tercinta ini, maka di ujung abad pertama dan menjelang abad kedua ini kita perlu berijtihad untuk mengatasi kegoncangan dan erosi atau menipisnya pemahaman terhadap Nahdlatul Ulama (ghiyabu ma’na Nahdlatil Ulama).

Menjadi kewajiban kita untuk mengembalikan pemahaman yang kian menipis tersebut, sekaligus untuk menghadapi dan mempersiapkan generasi selanjutnya memasuki abad kedua Nahdlatul Ulama.

Sungguh kita adalah generasi yang beruntung karena diberi kesempatan untuk menjaga, menggagas dan mempersiapkan Abad Baru Nahdlatul Ulama. Saya yakin, Nahdlatul Ulama (NU) tidak akan bubar sampai hari kiamat. Akan tetapi, menipisnya pemahaman terhadap Nahdlatul Ulama (NU) bisa saja terjadi.

Tanpa pembaharuan dan persiapan yang baik, bisa saja terjadi, Nahdlatul Ulama (NU) hanya tinggal rupa tapi tidak punya makna. Nahdlatul Ulama-nya besar, tetapi kalau tidak punya kekuatan akan menjadi santapan empuk bagi pihak lain.

Nahdlatul Ulama dan revolusi 4.0

Jika di dunia industri orang mengenal Revolusi Industri 4.0, maka kita juga perlu mengadopsi dan mengenalkan revolusi 4.0 ala Nahdlatul Ulama. Kita mungkin bisa menyebut kerangka pembaruan tersebut sebagai Revolusi Institusi 4.0 yang terdiri dari 4G.

Pertama, bagaimana kita memperkuat dan mengokohkan kembali grand ideal Nahdlatul Ulama. Bagaimana visi misi Nahdlatul Ulama kita pertegas dan segarkan kembali, untuk kemudian kita jadikan instrumen menyatukan langkah seluruh elemen Nahdlatul Ulama, baik yang berada di jalur struktural maupun kultural.

Kedua, bagaimana kita mengonsep kembali dan mendesain ulang ajaran-ajaran Nahdlatul Ulama yang bersifat furu’iyah, bukan yang pokok (ushuliyah). Saat ini, dunia semakin ingin mengenal ajaran Nahdlatul Ulama serta lebih dekat dan lebih mendalam. Karena itu, kita perlu mendesain ulang hal-hal furu’iyah yang perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sebut saja ini sebagai grand design Nahdlatul Ulama.

Arus utama desain program Nahdlatul Ulama periode ini adalah ekonomi, Kesehatan dan pendidikan. Untuk mencapainya, dibutuhkan adanya grand strategy dalam bentuk advokasi, kaderisasi, dan distribusi kader yang teruji baik ke dalam maupun keluar. Distribusi ke dalam, yaitu melalui perangkat organisasi. Sedangkan distribusi keluar adalah melalui institusi-institusi baik pemerintahan maupun non-pemerintahan.

Grand strategy ini sangat penting untuk implementasi grand design yang telah dirumuskan. Nahdlatul Ulama ini ibarat keluarga besar. Warga NU sangat banyak dan tersebar di semua lini, dengan kecerdasan dan ketangkasan yang luar biasa dan beragam. Karena itu, perlu dipikirkan cara mengelola potensi besar ini dan strategi peningkatan keberperanan mereka untuk didistribusikan ke ruang-ruang publik yang tersedia.

Praktik Gerak Nahdlatul Ulama

Semuanya demi menyelamatkan aswaja dan masa depan bangsa bukan demi kepentingan pribadi pribadi. Sebab, Nahdlatul Ulama memang dilahirkan untuk menyelamatkan umat dan bangsa, bukan untuk menyelamatkan pribadi-pribadi.

Dengan potensi dan kekayaan umatnya, Nahdlatul Ulama dapat menjadi energi yang luar biasa bagi upaya memajukan bangsa dan negara ini. Jika kita dapat mengelola dan memanfaatkan energi tersebut dengan baik, tentu hal itu bukan mustahil akan terwujud. Kalau kita membiasakan melakukan hal yang tidak biasa, maka Allah Subhanahû wa Ta’ala juga akan memberikan atau menganugerahkan hal yang tidak biasa; yaitu kekuatan min haitsu la yahtasib.

Untuk memastikan grand strategy berjalan dengan baik, dibutuhkan ground control yang sedemikian rupa, melalui mekanisme peraturan organisasi yang disepakati bersama. Dengan demikian, praktik gerak Nahdlatul Ulama (harakah nahdliyah) tidak berjalan sendiri-sendiri dan parsial, namun berjalan dalam kerangka organisatoris yang baik (well organized). Kontrol organisasional ini akan berimplikasi pada kesamaan pola pikir, langkah, dan komando secara dinamis.

Oleh karena itu, kita harus memperkaya ide agar secara kelembagaan, sistem dan gerakan Nahdlatul Ulama juga dapat dikontrol oleh garis komando secara organisatoris dari PBNU sampai kepengurusan di tingkat anak ranting. Dari situ, Nahdlatul Ulama (NU) akan menjadi organisasi keagamaan dan sosial yang bergerak secara sistemik, proaktif dan responsif; serta terus-menerus menebarkan kasih sayang (rahmatan lil alamin).

Baca Juga

Menyongsong abad kedua NU

Dalam persiapan menyongsong abad kedua Nahdlatul Ulama, selain menyiapkan penguatan kelembagaan yang bersifat internal, kita tidak boleh mengabaikan tanggung jawab terhadap keselamatan bangsa dan keberlangsungan kehidupan kemasyarakatan kita.

Sebah, salah satu tujuan didirikannya Nahdlatul Ulama (NU) adalah untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat kemanusiaan.

Sebagaimana dikenakan di awal taushiyah ini, salah satu kondisi yang kita hadapi saat ini adalah darurat radikalisme. Berapa hasil riset telah mengungkap indikasi banyaknya aparatur sipil negara (ASN) yang terpapar radikalisme. Mereka telah menyebar dan merasuk ke dalam berbagai institusi negara, mulai dari perguruan tinggi negeri, lembaga-lembaga negara hingga badan usaha milik negara (BUMN).

Bahkan, beberapa waktu lalu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu; juga mengakui adanya sekitar tiga persen anggota Tentara Nasional Indonesia (TNT) yang sudah terpapar paham radikalisme dan ingin menggantikan Pancasila dengan ideologi khilafah.

Hal ini tentu menjadi alarm bagi kita bersama. Sebab, anggota TNI yang seharusnya menjadi benteng negara dalam menjaga Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ternyata telah terpengaruh ideologi lain yang bahkan bertentangan dengan sumpah prajurit.

Demi kepentingan agama, bangsa dan masa depan NU, seluruh elemen Nahdlatul Ulama harus mengambil peran untuk mengembalikan mereka yang telah terpapar paham radikalisme kepada pemahaman Islam yang moderat (wasathiyah).

Dalam lima tahun ke depan, seluruh warga nahdliyin harus mengambil porsi tanggung jawab dan bekerja keras; untuk mengembalikan mereka kepada pemahaman yang benar, Islam Wasathiyah ala Manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah.

Artikel Tanggung Jawab Warga NU Menyongsong Abad Kedua berasal dari tulisan KH Miftachul Akhyar (Rais Aam PBNU) dengan judul asli Tanggung Jawab Nahdliyyin. Dikutip dari Majalah Risalah Mencerahkan dan Menyejukkan Edisi 104, Tahun 1441 H, Maret 2020 Halaman 20-21. (Ma’rifah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button