Untuk Menjadi Orang NU, Harus Lahir Sebagai NU?

NU Cilacap Online – Untuk menjadi orang NU, harus lahir sebagai NU, benarkah? Atau menjadi orang NU itu sebuah anugerah? Atau bahkan suatu takdir? Berikut catatan renyah Taufik Imtikhani, selengkapnya.
Belakangan ini di beberapa group WA dan status WA orang NU, terdapat postingan atau tagar, berupa dorongan untuk menyelamatkan NU. Juga ada postingan bahwa NU adalah titipan Nabi.
Sambil kerja dan ngopi siang, pikiran saya temlawung (melompat) ke masa silam. Dalam sebuah wawancara dengan sebuah majalah ibukota, Almagfurlah Fajrul Falakh, Ketua PBNU waktu itu, putera KH Prof. DR. Tolchah Mansyur, pendiri IPNU, kakak Romahurmuzy, suami Ratih Harjono, aspri presiden Gus Dur waktu itu, ditanya di Amerika, apa bedanya NU dan Muhammadiyah?
Beliau menjawab, untuk menjadi Muhammadiyah, anda harus punya kartu anggota Muhammadiyah. Tapi untuk menjadi NU, anda harus lahir sebagai orang NU.
Sepintas, seperti tak serius. Tapi ini jawaban yang fundamental. Untuk menjadi orang NU, harus lahir sebagai NU, benarkah?
Ada beberapa orang keturunan Muhammadiyah, tapi seperti NU: Muhammad Sobary, bekas Kepala RRI era Gus Dur, cendikiawan muslim dan budayawan. Ada pula DR Moeslim Abdurrahman, cendikiawan muslim, pernah bergabung dg PKB ini basisnya Muhammadiyah.
Tapi ada juga orang NU menjadi Muhammadiyah, DR Dien Samsudin. Bekas aktifis NU NTB. Ir Akbar Tanjung, adalah anak KH Zahiruddin Tanjung, Rais Syuriyah NU Sibolga di masa lalu. Tapi dekat ke Muhammadiyah. Ikatan sosiologis dan idiologisnya terputus dari NU. Mungkin lahir bukan sebagai orang NU.
Saya pun lahir dari lingkungan Muhammadiyah. Depan, belakang, kanan kiri adalah sekolah Muhammadiyah. Pun lingkungan Muhammadiyah, tapi saya sekeluarga adalah NU sejati. Inilah kebenaran pernyataan Fajrul Falakh.
Jadi, sebagai orang NU itu, sesuatu yang faali, adikodrati, blue print minstream islam yang sesungguhnya. Menjadi orang NU itu takdir, tak dipengaruhi oleh keadaan apapun.
NU adalah ormasnya Ulama. Banyak memiliki Ulama, termasuk para Habaib. Ya benarlah, NU itu titipan Nabi. Al ‘Ulama Warasatul Anbiyai’. Ulama adalah warisan Nabi. NU itu akan bubar, jika NU sudah tidak dikendalikan dan ditinggalkan oleh para Ulama. Warisan Nabi pergi atau hilang dari NU. Karena inti dari NU itu Ulama.
Hanya di NU, nasab dan sanad berkumpul menjadi satu. Sanad ilmu, dan nasab Nabi di mana banyak Ulama, Kiai , keturunan Nabi dan Habaib yang berkhikmat kepada NU.
Kita, saya khususnya, hanya kawula NU alit, balung cilik, kelompok pinggiran yang nderek para Kiai . Bisa gandulan pucuk sarung dan sorban para Kiai /Habaib saja, sudah sangat beruntung. Jayalah NU selamanya.
Pojok Cilacap, 20/01/21.
Penulis: Toufik Imtikhani
Editor: Munawar A.M.