NU, Sejarah Perjuangan dan Kiprah di Bidang Politik
NU Cilacap Online – Bicara tentang NU atau Nahdlatul Ulama berarti juga berbicara tentang Indonesia, sejarah perjuangan dan peran NU atas berdirinya Indonesia tidak lepas dari sejarah NU itu sendiri, hingga bagaimana kiprah NU secara politik ketatanegaraan, telah berkontribusi besar turut membangun dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Sejarah monumental pergerakan NU yang berkontribusi besar pada tetap kokoh berdirinya Indonesia sampai saat ini yakni mampunya NU mengorganisir para santrinya di pondok pesantren masuk dalam wadah Laskar Hizbullah-Sabililah.
Kiai Hasyim Asy’ari yang juga kakek dari presiden ke-4 Indonesia yaitu Abdulrahman Wahid alias Gus dur, saat itu menjadi pemimpin tertinggi NU mendengungkan maklumat “Resolusi Jihad”, di mana dirinya mengatakan bahwa mempertahnakan tanah air juga merupakan bagian dari iman.
Laskar Hisbullah-Sabililah sebagai pasukan semi militer melawan tentara sekutu yang diboncengi tentara Belanda pasca menyerahnya Jepang kepada sekutu. Peristiwa itu terjadi pada 14 Agustus 1945 guna mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diploklamirkan Bung Karno pada 17 Agustus 1945 saat terjadi kekosongan kekuasaan.
Puncak kontribusi besar Laskar Hisbullah-Sabililah pada indonesia yang masih membekas rapi sebagai catatan sejarah sampai saat ini yakni andilnya “Laskar Hizbullah-Sabililah” dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, yang saat itu menjadi kunci sekutu akan mengambil alih kekuasaan di Indonesia pasca menyerahnya Jepang.
Perjuangan Laskar Hizbullah-Sabililah
Pada saat Indonesia dibentuk dan diploklamirkan oleh Bung Karno, saat itu Indonesia belum mempunyai tentara. Laskar Hizbullah-Sabililah dan banyak kelompok pemuda lainnya seperti PembelaTanah Air (PETA) merupakan kelompok-kelompok yang dibentuk oleh Jepang sebagai pertahanan kedua dari kalangan sipil yang saat itu tujuannya untuk membantu pemerintah Jepang mengekspansi kekuasaan diwilayah Asia Timur Raya.
Laskar Hizbullah-Sabililah tidak diperkenankan untuk berperang di luar tanah air melainkan untuk pertahanan di dalam negri, yang nantinya ketika pemuda sudah dilatih pendidikan militer akan lebih memudahkan jalan untuk mencapai kemerdekaan dengan kekuatan rakyat.
Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia dan saat itu membentuk RIS (Republik Indonesia Serikat) pada tanggal 27 Desember 1949. Laskar Hizbullah-Sabililah dan juga organisasi pemuda semi militer lain merupakan angkatan pertahanan yang menjadi tumpuan Indonesia.
Maka ketika Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan pada 17 Agustus 1950 dan digantikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tentara Nasional Indonesia atau TNI yang juga dibentuk anggotanya banyak merekrut pasukan-pasukan perang pada jaman Jepang termasuk Laskar Hizbullah-Sabililah.
Saat itu oleh Jendral Soedirman, Panglima tertinggi Laskar Hizbullah-Sabililah yakni Zainul Arifin diangkat sebagai perwira TNI dengan Jabatan Mayor. Namun saat terjadi rasionalisasi ditubuh TNI, di mana anggota TNI harus mempunyai Ijazah dan banyak kalangan santri pesantren tidak memiliki itu.
Banyak mantan Laskar Hizbullah-Sabililah yang keluar dan kembali ke pesantren tidak bergabung dengan TNI. Praktis dengan banyak anggotanya yang keluar dari tubuh TNI, Zainul Arifin juga memilih keluar dari TNI dan aktif sebagai politisi mewakili Partai NU di parlemen pada masa itu.
NU Di dalam Sekaligus Di luar Pemerintah
Sebagai organisasi islam yang langsung dimotori oleh para ulama. NU ormas sekaligus kumpulan-para ulama yang kiprahnya sangat besar bagi pembangunan masyarakat Indonesia melalui islam memang tidak dapat diremehkan sebagai kekuatan yang kecil dalam peran membangun Negara.
NU pada masa pemilihan umum tahun 1955 merupakan partai poltik terbesar ketiga setelah Masyumi dan PNI. Setelah kebijakan pemerintah orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto merampingkan partai politik. NU kembali pada peran organisasi islam yang berdiri sendiri tanpa embel-embel politik di dalamnya meski banyak orang NU tetap berpolitik dengan bergabung dengan partai islam saat itu yakni PPP atau Partai Persatuan Pembangunan.
Maka setelah orde baru runtuh dan kran demokrasi semakin dibuka pasca reformasi 1998. Gus Dur membuat PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) sebagai partai politik yang mengakomodasi suara-suara warga NU, supaya dapat terlibat di jalanya roda pemerintahan yang demokratis di Indonesia sejalan dengan perjuangan NU.
Untuk itu kembali pada resolusi jihad saat ini, di mana jaman perjuangan melawan penjajahan sudah berlalu dan peran NU sangat besar bagi indonesia. Bagiamanakah resolusi jihad NU kini di masa Indonesia yang harus berjuang mensejahterakan rakyatnya pasca kemerdekaan?
Tentu NU harus berjuang untuk tetap terlibat dalam politik, di mana PKB sendiri sebagai partai politik representasi dari warga NU. Supaya dalam berpolitik itu, NU dapat terlibat dalam membuat kebijakan-kebijakan Negara yang mengacu pada garis ideologi NU yakni menjadi islam moderat yang menjujung tinggi kebinekaan masyarakat indonesia.
Selain itu NU sebagai organisasi masyarakat harus terus berperan aktif dalam social kemasyarakatan, pendidikan, dan ekonomi untuk memajukan dan membangun Negara melalui organisasi masyarakat.
Dengan NU berpolitik, di sisi lain aktif dalam bidang-bidang sosial keagamaan. Di situ NU turut hadir menjadi semi Negara yang berlandaskan organisasi masyarakat dengan segmentasi tidak hanya warga NU saja tetapi juga masyarakat secara umum yang belum terfasilitasi oleh Negara baik dalam hal kesejahteraan, pendidikan, maupun ekonomi yang harus dijalanakan oleh NU sebagai ormas.
Tetapi NU yang juga masuk dalam politik tetap harus kritis, apakah Negara Indonesia memang belum mampu dan membutuhkan NU dalam mengelola masyaraktanya, ataukah ada salah kelola dari pemangku kepentingan dalam pemerintahan yang tidak sesuai dengan konstitusi?
Itulah pekerjaaan rumah NU sebagai “Resolusi Jihad” pasca kemerdekaan seperti saat ini. Di mana berjuang bukan lagi dengan melawan penjajah tetapi membangun masyarakat untuk sejahtera dan berbudaya tinggi mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Penulis: Toto Priyono
Baca juga Politik NU Sebagai Implementasi Visi Sosial, Moral dan Etika