Kader dan Kaderisasi Organisasi Nahdlatul Ulama (NU)
NU CILACAP ONLINE – Kader dan Kaderisasi di lingkungan organisasi NU merupakan pilar utama; di mana pross Kaderisasi merupakan ikhtiar untuk membentuk kader NU dengan beberapa jenis, dilakukan dengan pendidikan dan promosi kader dengan beberapa hasil yang harapan.
Kader NU
Kader NU adalah orang-orang yang dikumpulkan, dibina, dididik oleh organisasi NU dan atau oleh Badan Otonom NU melalui jenjang kaderisasi resmi. Kader NU memiliki fungsi sebagai ‘pemihak’ dan atau membantu tugas dan fungsi pokok organisasi NU, juga Badan Otonom NU.
Karena Kader berfungsi sebagai pemihak, maka amaliyah atau pengalaman, fikrah atau mindset dan pemikiran, ghirrah atau spirit dan semangat, harokah atau gerakan kader, tidak boleh menyimpang dari prinsip dan garis perjuangan organisasi NU yang bermanhaj Aswaja dalam konteks keislaman atau bertentangan dengan ideologi Pancasila dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hakekat Kaderisasi
Kaderisasi perlu dilakukan bagi jamaah yang berada di struktur organisasi NU dan nonstruktur. Kaderisasi dilakukan secara formal dan nonformal secara berkelanjutan dan berjenjang.
Kaderisasi hakikatnya merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia berorientasi pada pengenalan diri secara terpadu antara aspek objektivitas dan subyektivitas. Pengembangan aspek obyektivitas membangkitkan semangat melawan dan mengubah keadaan yang tidak diinginkan menjadi realitas yang diharapkan.
Sedangkan pengembangan aspek subyektivitas harus mampu membangkitkan semangat untuk memperbarui peran sesuai dengan realitas yang diharapkan. Obyektivitas berkaitan dengan tindakan (aksi). Subyektivitas berkaitan dengan pemikiran (refleksi). Daur aksi-refleksi akan terus berulang yang diharapkan melahirkan kesadaran baru guna mengubah keadaan di lingkungan NU.
Jenis Kader dan Kaderisasi NU
Kaderisasi di lingkungan NU dilakukan melalui, pertama, Pendidikan Kader. Apa saja jenis Kader di lingkungan organisasi NU
- Kader struktural NU, yaitu pengurus NU di semua tingkatan (mulai dari tingkat PBNU sampai dengan ranting), pengurus lembaga, lajnah dan pengurus badan otonom. Sebagai upaya peningkatan kapasitas dalam memimpin, menggerakkan warga, dan mengelola organisasi.
- Kader keulamaan, yaitu menyiapkan calon para syuriyah NU di semua tingkatan kepengurusan NU, juga di lingkungan pesantren dan luar pesantren. Sebagai upaya untuk melahirkan ulama muda yang siap menjadi pengurus syuriyah
- Kader penggerak NU (KPNU), yaitu kader NU yang memiliki tugas khusus memperkuat, mengamankan, mempertahankan, dan mentransformasikan nilai-nilai perjuangan dan ideologi NU sebagai jiwa dan perekat dalam menggerakan warga dalam menjalankan kehidupan keagamaan, sosial, berbangsa, dan bernegara untuk tegaknya Islam Aswaja.
- Kader fungsional, yaitu menyiapkan kader yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai:
- Pelatih/fasilitator/instruktur, dalam kegiatan pelatihan dan pendidikan untuk kaderisasi.
- Peneliti, yang diharapkan mampu menjalankan kegiatan penelitian di lingkungan NU.
- Pemimpin tim untuk kegiatan bahtsul masail.
- Pemimpin tim untuk menyelenggarakan rukyatul hilal.
- Pendamping/penggerak/penyuluh/pemberdayaan masyarakat.
5. Kader profesional, yaitu kader NU yang disiapkan bisa memasuki posisi tertentu yang berada di eksekutif, legislatif, yudikatif, perguruan tinggi maupun di perusahaan negara, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Kaderisasi di lingkungan NU juga dilakukan dengan cara mempromosikan, menempatkan, dan memfasilitasi kader NU dalam berbagai peluang posisi di tingkat nasional dan internasional. Hal ini bertujuan agar terjadi mobilitas horizontal maupun vertikal bagi para kader NU.
Kaderisasi hakikatnya merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia berorientasi pada pengenalan diri secara terpadu antara aspek objektivitas dan subyektivitas. Pengembangan aspek obyektivitas membangkitkan semangat melawan dan mengubah keadaan yang tidak diinginkan menjadi realitas yang diharapkan.
Hasil Kaderisasi NU
Dari adanya kader hasil kaderisasi NU, hasil yang diharapkan antara lain:
- Meningkatnya kinerja lembaga, lajnah, dan badan otonom serta badan khusus PBNU dan kinerja PWNU, PCNU, MWCNU dan Ranting, juga Pengurus Anak Ranting NU
- Tersusun model kaderisasi dan penyelenggaraan yang lebih sistematis dan mempunyai instrumen monitoring dan evaluasi yang baik.
- Berdiri pusat pendidikan dan pelatihan tingkat nasional yang dikelola secara profesional. Badan penyelenggara kaderisasi pengurus, keulamaan, penggerak NU, fungsional dan kader profesional.
- Lahirnya para kader terlatih, kader struktural, kader keulamaan, kader penggerak NU, kader fungsional, relawan pendamping desa, pemimpin penyelenggara bahtsul masail serta pemimpin pemantau rukyatul hilal.
- Terselenggaranya penyelenggaraan kaderisasi di masing masing perangkat organisasi NU di semua tingkatan secara terencana dan berkelanjutan.
Kaderisasi di organisasi NU dengan orientasi membentuk kader strukutural, keulamaan, fungsional, profesional dan kader penggerak Nahdlatul Ulama dilaksanakan oleh NU, Lembaga, Badan Otonom. Khusus Badan Otonom, memang beberapa di antaranya identik dengan organisasi kader. Khusus untuk kaderisasi dengan orientasi menciptakan kader keulamaan, peran pondok pesantren sangat strategis di NU untuk mebentuk kader santri calon Ulama-Ulama NU.
Naskah artikel antologi kader dan kaderisasi NU ini diolah dari Buku Hasil Munas dan Konbes NU tahun 2017, di Nusa Tenggara Barat. Simak update jenjang pengaderan NU yang baru hasil Konbes 2022 berikut ini;
Format Baru Kaderisasi NU
Salah satu keputusan Konferensi Besar (Konbes) NU 20-22 Mei 2022 adalah penataan ulang kaderisasi NU yang sebelumnya terdiri dari Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU) dan Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU).
PBNU melakukan penyempurnaan dengan penjenjangan kaderisasi menjadi tiga tingkat. Pengaderan yang lebih tertata ini merupakan bagian dari konsolidasi organisasi. Tanpa kader yang mumpuni dan militan, kinerja organisasi yang baik akan sulit tercapai.
Pengaderan tingkat pertama disebut PD-PKPNU atau Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama. Tingkat kedua adalah PKMNU atau Pendidikan Kader Menengah Nahdlatul Ulama. Ketiga, tingkat tinggi yaitu AKN-NU atau Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama yang konsepnya seperti Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) versi NU. Semakin tinggi tingkat kepengurusan, maka dibutuhkan persyaratan pengaderan yang semakin tinggi pula.
Materi pengaderan baru merupakan kesinambungan dari pengaderan yang sudah ada sebelumnya. Kurikulumnya mengacu kepada materi di PKPNU dan MKNU ditambahkan dengan materi baru yang menyangkut visi ketua umum dan program kepengurusan periode 2022-2027.
Selain pengakuan terhadap pengaderan yang sudah ditempuh sebelumnya, pengaderan yang sudah dilakukan di badan otonom NU juga diakui dengan level satu tingkat di bawahnya, kecuali bagi IPNU dan IPPNU yang diakui dua tingkat di bawahnya.
Sebagai ilustrasi, Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) di GP Ansor akan disetarakan dengan pengaderan di tingkat menengah yakni PKMNU; sementara Pelatihan Kepemimpinan Lanjutan (PKL) di GP Ansor, disetarakan dengan pengaderan tingkat dasar yaitu PD-PKPNU.
Selanjutnya, para santri yang telah menempuh pendidikan di beberapa pesantren induk seperti Lirboyo, Ploso, Sidogiri, Sarang, atau pesantren lain yang masuk kategori tersebut juga dapat disetarakan dengan pengaderan level dasar.
Dengan demikian, para alumni pesantren induk dapat menjadi pengurus NU tanpa mengikuti pengaderan awal, khususnya pada kepengurusan yang hanya membutuhkan pengaderan level dasar. Sebagai organisasi keagamaan dan sosial yang memiliki nilai tertentu, pengaderan merupakan suatu hal yang sifatnya mutlak.
Satu Abad NU
Nahdlatul Ulama akan mencapai usia satu abad dalam beberapa tahun mendatang. Sejak didirikan tahun 1926, kepengurusan dan kepemimpinan telah berganti dari generasi ke generasi berikutnya. Para santri dan aktivis muda NU saat ini merupakan orang-orang yang akan memegang kendali kepemimpinan NU pada periode 20-30 tahun mendatang.
Dengan demikian, penanaman nilai-nilai NU dan Aswaja mesti dilakukan secara terus menerus dan berjenjang untuk memastikan bahwa nilai dasar NU tidak berubah.
Hal lain yang mendorong semakin pentingnya pengaderan adalah berkembangnya jangkauan perkumpulan NU di banyak tempat dan wilayah geografis yang mana organisasi NU kurang berkembang di sana.
Para pengurus NU di tempat tersebut mesti memiliki kesamaan pandang dalam berbagai persoalan, baik dalam pandangan keagamaan atau konsep bernegara. Apalagi jika sebelumnya mereka telah bersentuhan dengan organisasi lain, yang sangat mungkin tanpa disadari akan mempengaruhi sudut pandang dalam mengelola NU.
Dunia yang semakin terbuka menjadi peluang sekaligus tantangan bagi NU. Keterbukaan memungkinkan NU menyebarkan nilai dan ajarannya ke seluruh penjuru dunia; di sisi lain, keterbukaan membuat warga NU terpapar nilai-nilai lain, baik itu berupa beragam fikrah dalam Islam atau ideologi lain seperti liberalisme, kapitalisme, sosialisme, dan lainnya. Tanpa pemahaman keagamaan dan ideologi yang kokoh para pengurusnya, NU akan diombang-ambingkan oleh berbagai kepentingan.
Setelah resmi disahkan dalam konbes, langkah selanjutnya tinggal bagaimana mengimplementasikan program pengaderan tersebut ke seluruh tingkat kepengurusan NU. Jumlah alumni pengaderan PKPNU dan MKNU sudah mencapai ribuan. Mereka telah melakukan berbagai gerakan dan inovasi untuk kemajuan NU
Menjadi pengurus NU tidak cukup sekadar menjalani amaliah keagamaan yang selama ini dijalani seperti tahlilan, baca doa qunut, bertarekat, shalawatan, istighotsah atau lainnya. Para pengurus NU harus memiliki fiikrah (pemikiran) yang sama dalam aspek teologis, fiqih, maupun dalam bidang tasawuf. NU juga memiliki sikap dasar bertindak yang meliputi tasamuh (toleran), tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), dan ‘adalah (adil). Tak cukup sama dalam aspek amaliah dan fikrah, para pengurus NU wajib memiliki harakah (gerakan) yang sama.
Amaliah dan fikrah NU akan terimplementasi dalam harakah organisasi yang dapat dimaknai dalam gerakan sosial kemasyarakatan NU. Amaliah dan fikrah merupakan konsep yang abstrak, sedangkan harakah merupakan wujud nyata eksistensi organisasi yang tercermin dalam kontribusi NU dalam berbagai bidang sosial kemasyarakatan seperti pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Pengaruh dan eksistensi NU ke depan, ditentukan oleh harakah tersebut.
Implementasi Pengaderan
Setelah resmi disahkan dalam konbes, langkah selanjutnya tinggal bagaimana mengimplementasikan program pengaderan tersebut ke seluruh tingkat kepengurusan NU. Jumlah alumni pengaderan PKPNU dan MKNU sudah mencapai ribuan. Mereka telah melakukan berbagai gerakan dan inovasi untuk kemajuan NU.
Sejak dilaksanakannya program pengaderan tersebut, gerak NU lebih dinamis dibandingkan sebelumnya. Mereka dapat mengikuti program pengaderan tingkat menengah dan dilanjutkan dengan akademi NU. Konsep pengaderan NU merupakan bagian integral dari gerakan khidmat NU kepada umat dan bangsa. Akan ada ukuran kinerja di masing-masing tingkat kepengurusan NU.
Pada kepengurusan NU yang memiliki prestasi, mereka akan mendapatkan penghargaan (reward), namun bagi kepengurusan NU yang kinerjanya buruk, mereka akan mendapatkan hukuman (punishment).
Para pengurus yang telah selesai menjalani pengaderan, tetapi kinerja organisasi NU di tempatnya mengabdi biasa-biasa saja atau bahkan tidak melakukan sesuatu, maka ia tidak mengimplementasikan konsep harakah yang menjadi pilar penting organisasi.
Dalam konteks ini, pengaderan belum mencapai target yang sesungguhnya. Menjadi pengurus NU tidak dapat menggunakan pendekatan sekadarnya, sebisanya, seikhlasnya. Jika memang tidak siap berkhidmat, biarlah orang lain yang berperan, yang bisa bekerja dan berkontribusi lebih baik. Di sinilah pengaderan memiliki posisi penting untuk memastikan semua pengurus memiliki amaliah, fikrah, dan harakah yang sama. (Achmad Mukafi Niam, NU Online)
Dengan format baru kaderisasi NU hasil Konbes tahun 2022, maka semakin terbuka untuk melahirkan kader struktural NU di jajaran kepepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama [Update 30 Mei 2022, Red NU Cilacap Online].