Jargon Siapa Kita? Dan Problem Kompetensi Kader NU
NU CILACAP ONLINE – Problem kompetensi kader Nahdlatul Ulama (NU) tidak akan bisa diselesaiakan dengan sebatas teriakan jargon Siapa Kita? NU. Berikut Esai H Imam Tobroni S.Ag., MM., selengkapnya.
Kita tidak pernah lupa dengan jargon Siapa Kita? NU, sebuah kata yang penuh makna. Acap kali kata itu menjadi penyemangat dalam banyak event kegiatan ke NU an, terebih di saat momen pelaksanaan kaderisasi di NU maupun Badan Otonom NU dalam setiap levelnya.
Pertanyaannya adalah, bagaimana jargon tersebut telah bisa memotivasi sekaligus terimplementasi dalam perspektif, perbuatan kader kader NU Anya? Apakah hanya menjadi pepesan kosong tanpa arti dan makna dalam konteks hubungan Kader NU dengan kemasyarakatan?
Pertanyaan tersebut cukup menggelitik, untuk di cari jawabannya, memang jargon menjadi penting untuk mengikat rasa kepemilikan sekaligus mendorong bagi kader kader NU untuk berbuat lebih, bekerja keras sekaligus bermanfaat dan maslahat.
Namun bagaimana kader kader NU yang selama ini punya dan sering mendengungkan kata tersebut dalam fakta dan realitasnya. Tidak mudah memang apalagi di saat organisasi NU dan siapapun tengah dihadapkan dengan persoalan yang kompleks dan multi dimensi.
Kehadiran kader NU tidaklah berhenti di jargon, semangat saja. Harus berbekal kompetensi dan keberanian yang cukup untuk menghadapinya. Tidak boleh terjebak dengan simbol ‘kata’ adalah sebagai jawaban seluruh persoalan persoalan yang muncul
Idiologisasi dalam organisasi punya arti urgen untuk menghadirkan kader tahan banting — tidak baperan tapi kader NU yang berperan — di saat harus berhadapan dengan trans idiologi, yakni kekuatan dan ketetapan hati untuk memilih NU sebagai organisasinya.
Namun tantangan tantangan lain, seperti hadirnya revolusi industri ke 4, bahkan dibeberapa negara lain sudah masuk revolusi industri ke 5, pertahanan idiologi bisa saja runtuh manakala tidak diimbangi oleh kemampuan dan kompetensi individual maupun kolektif untuk menjawabnya.
Kata itu, akan bisa hilang diterpa angin kencang ya perdagangan ekonomi bebas, berkembangnya Teknologi Informasi, digitalisasi kehidupan, dan robotik fungsional.
Tentu ini harus menjadi perhatian serius bagi pola pengkaderan dalam organisasi NU dari setiap level dan jenjang. Karena mungkin saja di suatu saat justru yang menjadi panglima ” kehidupan” adalah mereka yang memang secara kualitatif memiliki kemampuan di bidang bidang tertentu sekaligus kemampuan itu secara profetik dapat memberikan kontribusi besar untuk kemaslahatan.
Baca Artikel Terkait
Tidak perlu jauh misalnya bagaimana ternyata dalam kegiatan ekonomi lapak modern berbasis teknologi informasi seperti “Tokopedia”, atau di bidang tranportasi “Gojek” dan juga “Grabb” telah menjadi raja yang menguasai di setiap bidangnya.
Tentu sumber daya manusia dengan segala kompetensi menjadi tolok ukur penting untuk menghadirkan NU bisa hadir dalam setiap lini dan bidang. Pemetaan yang demikian sudah saatnya dilakukan. Serta proses kaderisasi yang dibangun juga tidak boleh mengabaikan hal tersebut.
Dan inilah Siapa Kita? NU. Akan hadir disetiap zaman, lini dan bidang. Sebab kita memang kadang kesulitan di saat masyarakat membutuhkan. Untuk menyajikan kader NU terbaiknya. Baik dalam lembaga lembaga profesi, birokrasi, maupun lembaga fungsional lainya.
Mencari sosok representasi kader NU untuk menjadi pengurus Basnaz, Dewan masjid, HKTI, dan yang lainya yang tidak sekadar tempelan nama, namun punya kompetensi sekaligus menjadi “penggerak” seringkali kita juga masih kesulitan, termasuk apalagi sudah sampai kepada lembaga profesi khusus kesehatan, pendidikan dan juga birokrasi.
~Artikel Jargon Siapa Kita? Dan Problem Kompetensi Kader NU, ditulis oleh H Imam Tobroni S.Ag., MM., Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cilacap, Wakil Ketua PCNU Cilacap