Menata Kembali Paradigma Berfikir Dan Arah Gerak IPNU

IPNU dengan serba-serbinya menjadi pemegang tongkat estafet kepemimpinan di masa depan. Organisasi IPNU besar tidak hanya dalam hal kuantitas tapi juga kualitas. Berikut adalah sebuah artikel berjudul “Menata Kembali Paradigma Berfikir Dan Arah Gerak IPNU” karya Rizki Anugerah Pratama.
Hari ini kita tau, bahwa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) menjadi salah satu organisasi pelajar terbesar di Indonesia. Dalam podcastnya di Channel Hidayatuna TV, Ketua PP IPNU Aswandi Jailani menyatakan bahwa saat ini IPNU memiliki 11000 lebih Pimpinan Ranting tingkat desa maupun kelurahan, 4000 lebih Pimpinan Anak Cabang tingkat kecamatan, kemudian 402 Pimpinan Cabang tingkat kabupaten dan kota, di tingkat Pimpinan provinsi sudah terbentuk 29 pimpinan wilayah, dengan total jumlah kader dan anggota sekitar 5,7 juta.

Perlu kita syukuri bersama, bahwa IPNU hari ini sudah hadir hampir di seluruh penjuru Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Jejaring yang sangat luas ini pasti memberikan efek positif bagi kita kader IPNU. Kita tak lagi kesulitan semisal terdampar di suatu daerah di Indonesia.
Dengan jejaring IPNU, sangat memungkinkan kita untuk bisa meminta bantuan pada rekan rekan kita yang ada di daerah. Ataupun jika kita sedang dalam perjalanan ke luar kota atau provinsi, kita juga bisa mengandalkan jejaring IPNU seandainya butuh tempat berteduh, kekurangan bekal ataupun meminta petunjuk jalan. IPNU juga semakin dikenal masyarakat berkat agenda organisasi yang luar biasa. Masyarakat hari ini mungkin sudah tak asing lagi dengan IPNU dikarenakan seringnya mengadakan kegiatan. Hampir setiap Minggu pasti mengadakan kegiatan. Entah itu Makesta, rutinan bahkan kegiatan bakti sosial, ditambah lagi media sosial semakin meningkatkan eksistensi IPNU di mata masyarakat.
Terlebih jika perilaku sosial kader kader IPNU langsung berefek pada masyarakat. Figur yang ganteng, pakaian rapih, santun dan ramah. Coba bayangkan, siapa yang tidak mau punya menantu seorang kader IPNU ?
Eittss, tapi kita tak boleh larut dalam euforia itu, memang sekarang IPNU sudah besar atau luar biasa secara kuantitas. Tetapi apakah hari ini IPNU juga sudah luar biasa secara kualitas ? Berbicara kualitas, sebenarnya ini sangat subyektif jika hanya dipandang dari perspektif saya.
Baca Juga: IPNU, Landasan Berfikir, Bersikap, Berorganisasi dan Jati Diri
Tetapi mari kita refleksikan bersama, bagaimana citra diri IPNU yang sebenarnya dan untuk apa IPNU didirikan ? Adalah agar hari ini kita bisa menata diri baik secara pribadi maupun pekerjan kita dalam organisasi. Hari ini IPNU seperti jasad tanpa ruh, seperti pejalan kaki yang tak tau arah dan tujuan.
Maka kita pahami kembali apa yang menjadi cita cita para pendiri IPNU, dalam Muktamar IV IPNU di Yogyakarta tahun 1961, Pendiri IPNU Mbah Tolchah Mansoer berpidato kurang lebih bunyinya seperti ini :
“Cita-cita IPNU adalah membentuk manusia berilmu yang dekat dengan masyarakat, bukan manusia calon kasta elit dalam masyarakat.”
Dari kalimat pendek tersebut, sangatlah jelas bahwa Pendiri IPNU mempunyai cita-cita sejak awal bahwa kelahiran IPNU pada tanggal 24 Februari 1954 atau bertepatan dengan tangal 20 Jumadil Akhir 1373 H adalah untuk membentuk dan mencetak pelajar dan santri Nahdlatul Ulama yang berilmu yang tidak berlagak elitis dan eksklusif. Berilmu dalam konteks pidato di atas, mempunyai makna yang kompleks, definisi berilmu disini artinya sebagai kapasitas dan kualitas seorang kader yang harus mempunyai ilmu pengetahuan sekaligus kecerdasan.
Perlu diingat juga, bahwa Pelajar dalam konteks IPNU bukan hanya sekedar nama dan pencitraan semata, tetapi sebuah nilai perjuangan yang harus dijunjung tinggi. IPNU adalah organisasi pembelajar yang harusnya menempatkan ilmu pengetahuan sebagai titik keunggulan, dan kita sebagai kader sudah semestinya paham dengan hal ini. Dari sinilah paradigma berfikir dan arah gerak IPNU harus terus diperbarui.
Apa iya, kita yang bersentuhan langsung dengan Grassroots, sekelas PAC dan PC Pola pikirnya sama dengan rekan rekan di ranting ? Dua tahun masa Khidmat hanya digunakan untuk membuat kegiatan agenda agenda formal organisasi ? Lalu apa bedanya kita dengan OSIS ? Apa bedanya kita dengan event organizer yang bekerja hanya membuat acara. Bahkan kita lebih merugi dari event organizer. Mereka membuat acara dibayar, sedangkan kita malah membayar dan mengeluarkan banyak anggaran.
Apa iya, dua tahun masa khidmat hanya sia-sia, sekedar menghabiskan waktu semata ? Tanpa memikirkan bagaimana kualitas generasi kita kedepan, bagiamana masa depan NU, yang katanya ada di pundak IPNU ? Apakah IPNU hanya menjadi wadah kumpul bocah-bocah NU yang terfasilitasi membuat kegiatan ? Tentunya tidak, maka dari itu mari kita geser sedikit demi sedikit, mindset dan cara kerja kita dalam organisasi IPNU. Dari yang tadinya seremonial menjadi esensial.
Artinya adalah IPNU hari ini tidak boleh terlepas dari kegiatan atau agenda yang sifatnya pemikiran, pembelajaran dan penguatan ideologi, agenda agenda yang sifatnya seremonial harus diimbangi dengan Kajian kajian keilmuan, agar IPNU tak hanya luar biasa secara kuantitas tetapi juga kualitas. Paradigma Berfikir IPNU harus selaras dengan arah gerak IPNU.
Penulis : Rizky Anugerah Pratama
Editor : Achmad Nur Wahidin