Al-Qur’an Sebagai Pembela, Apa Masud dan Pengertiannya?
NU CILACAP ONLINE – Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pembela bagi orang yang mempelajari dan menaatinya (HR Muslim)”.
Kita bisa membagi pembaca Al-Qur’an dalam tiga kategori. Pertama, mereka yang membaca Al Qur’an dengan kualitas bagus dan memahami maknanya. Kedua, mereka yang kualitas bacaannya bagus, tetapi tidak tahu makna yang dibaca. Dan ketiga, mereka yang kualitas bacaan tidak bagus dan sekaligus tidak tahu maknanya.
Selama Ramadan, salah satu ibadah yang banyak dijalankan oleh umat Islam adalah membaca Al Qur’an. Beragam motivasi yang melatarbelakanginya. Ada yang berangkat dari pemahaman bahwa Al Qur’an adalah dasar agama, atau sebagai pedoman yang harus dipatuhi dan dilaksanakan.
Ada juga yang berkeyakinan Al Qur’an sebagai sumber nasehat, petunjuk, dan rahmat; selain sebagai penguat dan pembela bagi orang-orang yang beriman. Banyak pula yang membaca Al Qur’an dengan harapan memperolah kebahagiaan dunia-akhirat atau memperoleh sakinah (ketenangan, ketnteraman hati), sebagaimna terkandung dalam ayat 248 Surat Al-Baqarah.
Apapun motifnya, Nabi memberi apresiasi tinggi kepada mereka yang membaca Al Qur’an, seperti yang terungkap dalam sabdanya: ”Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya”. Apakah karunia Allah diberikan hanya kepada mereka yang bacaan Al Qur’annya bagus? Kalau ini benar, lalu bagaimana nasib mereka yang bacaannya tertatih-tatih atau grotal-gratul.
Mereka makin minder ketika diberitahu bahwa membaca Al Qur’an secara tidak benar diancam dengan hukuman neraka. Mungkin para pemula atau penakut ini berpikir lebih baik tak baca Al Qur’an. Alasannya sederhana: Sudah tidak dapat pahala, malah masuk neraka.
Pandangan ini perlu diluruskan. Sebaiknya, bagi pembaca Al Qur’an yang kurang bagus agar meneruskan aktivitas membaca, karena Nabi menghargai susah payah mereka dengan ganjaran dua kali lipat. Kira-kira, satu pahala dari bacaannya, dan satu pahala lagi untuk kesungguhannya dalam berusaha mempelajari Al Qur’an.
Jadi, tidak ada alasan untuk meninggalkan membaca Al-Qur’an, walaupun terasa sulit sekali dalam membacanya. Sekalipun demikian, sikap : ”Yang begini saja sudah cukup untuk dapat pahala” harus ditinggalkan.
Sebagai gantinya, mereka bertekad dengan gigih dan konsisten terus belajar demi meingkatkan kualitas bacaan. Target mereka adalah mencapai kualifikasi bacaan yang bagus atau mahir, karena: ”Orang yang ahli dalam Al Qur’an akan bersama dengan para malikat pencatat yang mulia lagi taat.” (HR Bukhari dan Muslim).
Harus dipahami, bagi pemula cukup berat untuk segera mampu memenuhi standar tajwid dan mahroj; dua persyaratan yang lekat dengan bagusnya bacaan Al Qur’an. Dalam hal-hal tertentu, kita bisa bersikap take it for granted, khususnya dalam konteks mahroj, karena mungkin dari sana-nya sudah begitu.
Konon diceritakan, para sahabat protes kepada Nabi kenapa yang mengumandangkan azan selalu Bilal, seseorang yang tidak bisa mengucapkan ”syin”. Dia cuma bisa melafalkan ”sin”. Akibatnya, dalam azan yang disuarakan Bilal adalah ”As-hadu ….”, bukan ”Asy-hadu …”. Nabi menanggapi protes itu dengan bersabda bahwa bagi Allah, sin yang dibaca Bilal adalah syin.
Uraian singkat tersebut dimaksudkan untuk memperlihatkan apresiasi atas ikhtiar yang dilakukan oleh siapa pun untuk menuju bacaan Al Qur’an yang bagus. ”Pahala dua kali lipat” secara implisit merujuk proses belajar, yang bagi orang-orang tertentu memerlukan jerih payah atau kerja keras.
Kita bisa membagi pembaca Al Qur’an dalam tiga kategori. Pertama, mereka yang membaca Al Qur’an dengan kualitas bagus dan memahami maknanya. Kedua, mereka yang kualitas bacaannya bagus, tetapi tidak tahu makna yang dibaca. Dan ketiga, mereka yang kualitas bacaan tidak bagus dan sekaligus tidak tahu maknanya.
Membaca Al Qur’an yang dilakukan oleh siapa pun merupakan pembuktian akan ketaatan kepada Allah dan Rasulullah. Membaca Al Qur’an, mempelajari dan mengajarkannya adalah aktivitas penting tidak hanya secara pribadi dan sosial, tetapi juga dalam kerangka memelihara dan mempertahakan eksistensi Al Qur’an dalam dinamika kehidupan masyarakat.