Shalawat Tarhim, Pencipta, Sejarah, Risalah dan Amaliah
NU Cilacap Online – Pencipta Shalawat Tarhim adalah Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari (1917-1980), lalu bagaimana sejarah, risalah dan amaliah (amalan) juga teks bacaan Shalawat Tarhim sehingga sangat popular di lingkungan umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah tak terkecuali di bulan suci Ramadhan ? Sekilas sejarah, maksud tujuan shalawat tarhim. Berikut intisarinya;
Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari
Shalawat tarhim diciptakan oleh Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari (1917-1980), seorang qâri’ ternama lulusan Al-Azhar; Pencipta Shalawat Tarhim tersebut merupakan Ketua Jam’iyatul Qurra’ wal Huffadz (organisasi para penghafal Al-Qur’an) di Mesir.
Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari memiliki kedalaman ilmu qirâ’ah dan tartîl yang luar biasa. Dalam pendangan beliau, tartîl bukan hanya ilmu yang mempelajarai cara membaca Al-Qur’an, tapi juga cara memahami bacaan yang baik dan benar. Yaitu melalui studi linguistik dan dialek Arab Kuno, serta penguasaan teknik pelafalan huruf per-huruf dan kata per-kata dalam Al-Qur’an. Dengan begitu, tingkat kemurnian bacaan dan makna yang mendalam dari Al-Qur’an, dapat tercapai. Saking alimnya, beliau sampai dijuluki sebagai Sheikh al-Maqâri’ (guru para ahli qira’ah).
Bagi mereka yang pernah mengikuti kelas tahsin atau tajwid, tentu tidak asing dengan nama Mahmud Khalil Al-Hushari. Biasanya guru-guru tahsin merekomendasikan murottal beliau untuk didengar. Beliau termasuk qari’ (pelantun Al-Qur’an) yang paling terkenal.
Tidak hanya di negeri asalnya, Mesir, di Indonesia, suara beliau cukup akrab di telinga masyarakat nusantara. Saat sore tiba, biasanya masjid-masjid memperdengarkan suara beliau sambil menunggu adzan maghrib. Meskipun orang tidak tahu siapa pemilik suara fasih dan indah itu. Beliau sebagai Ulama yang paling utama dan paling baik tajwidnya dalam mentartil kitabullah.
Pencipta Shalawat Tarhim, Syekh Mahmud Khalil al-Hushari dilahirkan di Gaza tepatnya di Desa Syibran Namlah, pada bulan Dzul Hijjah 1335 H, bertepatan dengan 17 September 1917. Beliau berhasil menghafalkan 30 juz Al-Qur’an saat berusia 8 tahun.
Pendidikan Syekh Al-Hushari
Kemudian Syekh Al-Hushari menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo. Di universitas tertua itu beliau mengambil jurusan Al-Qur’an. Hingga berhasil memperoleh ijazah al Qira-at al-‘Asyr (qiraat yang sepuluh). Pada tahun 1364 H/1944 M, Syekh mulai rutin menjadi qari di siaran Al-Qur’an al-Karim di Mesir. Sejak saat itulah, suara indah dan fasihnya dikenal umat Islam di seluruh tempat.
Pada tahun 1957, Mahmud Khalil Al-Hushari dipilih menjadi penyeleksi para qari’ di Mesir. Dan tahun 1960, ia diberi amanah untuk mengoreksi cetakan-cetakan mush-haf Al-Qur’an yang ada di Al-Azhar. Beliau menjalankan tugas tersbut di bawah lembaga Al-Qur’an wa al-Hadits bi Jam’i al-Buhuts al-Islamiyah.
Pada tahun 1960, ia diangkat menjadi guru besar para qari’ di Mesir. Di tahun yang sama, menteri wakaf Mesir, membuat kebijakan dan usaha luar biasa dalam menyebarkan ilmu-ilmu Al-Qur’an . Setahun berikutnya, Syekh Mahmud Khalil al-Hushari menjadi orang pertama yang bacaan Al-Qur’an-nya 30 juz direkam. Selama kurang lebih 10 tahun berikutnya, beliau menjadi satu-satunya orang yang memiliki rekaman bacaan Al-Qur’an.
Tidak heran, masjid-masjid di dunia termasuk Indonesia sangat akrab dengan murottalnya. Setelah itu, beliau pun rekaman 30 juz Al-Qur’an dengan riwayat Warasy ‘an Nafi’. Kemudian Qalun ‘an Nafi’. Kemudian ad-Dauri ‘an Abi Amr. Hingga sekarang, kaum muslimin masih mendengarkan, mengambil manfaat dan pelajaran dari warisan kebaikan beliau.
Perjalanan Bersama Al-Qur’an
Syekh Mahmud Khalil al-Hushari mendermakan sebagian usianya untuk berkunjung ke negeri-negeri Islam. Di sana, beliau memperdengarkan umat kalam Allah Ta’ala. Menyejukkan telinga-telinga kaum muslimin dengan mendengar ayat dan dzikir. Bisa saja kita katakan, tidak ada satu pun negeri Islam kecuali telah beliau kunjungi. Beliau berhasil memberikan kesan yang istimewa. Dan kenangan baik yang di ingat. Selain itu, beliau juga mengunjungi beberapa negeri non Islam. Berdakwah dengan lantunan Al-Qur’an di sana.
Beliaulah orang muslim pertama yang melantunkan Al-Qur’an pada momen Kongres Amerika. Syekh Mahmud lah orangnya. Beliau diizinkan menunaikan shalat di markas besar PBB. Beliau pula yang membacakan Al-Qur’an di hadapan para raja dan pemimpin dunia ketika beliau berkunjung ke Inggris. Syekh Mahmud juga pernah berkunjung ke Indonesia, Filipina, China, India, Singapura, dll.
Puluhan orang di belahan dunia memeluk Islam melalui perantara beliau. Karena apa? Karena terpengaruh dengan bacaan Al-Qur’an yang beliau lantunkan. Saat Syaikh berkunjung ke Perancis tahun 1965, 10 orang Perancis menyatakan keislaman mereka di hadapan beliau. Dalam kunjugannya ke Amerika ada 18 orang yang bersyahadat. Dari kalangan pria dan wanita. Hal ini mengingatkan kita akan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ صَوْتًا بِالْقُرْآنِ الَّذِيْ إِذَا سَمِعْتُمُوْهُ يَقْرَأُ حَسِبْتُمُوْهُ يَخْشَى اللَّهَ
“Sesungguhnya di antara orang yang paling bagus suaranya adalah mereka yang membacakan Al-Qur’an dan apabila kamu mendengarnya sedang membacanya maka kiranya takutlah kepada Allah.” (Hadits riwayat Ibnul Mubarak)
Mahmud Khalil Al-Hushari sering mengikuti pertemuan -dalam bidang qiraat Al-Qur’an – di Mesir, dunia Arab, dan dunia Islam secara umum. Sedangkan di bulan Ramadhan, perjalanan beliau bertambah sibuk dari bulan-bulan lainnya. Beliau safar ke negeri-negeri Afrika, Arab, dan Asia, untuk membaca Al-Qur’an di sana.
Di tengah-tengah kesibukan dan hafalannya kokoh, Syekh Mahmud masih sering mengulang-ulangi hafalan Al-Qur’an- nya. Baik dengan media mendengar murottal atau langsung membaca mush-haf Al-Qur’an.
Al-Hushari, Ayah yang Perhatian
Meskipun aktivitasnya sangat padat sebagai ‘duta Al-Qur’an’, Syekh Mahmud Khalil al-Hushari adaah sosok ayah yang perhatian; tetap menyempatkan duduk bersama anak-anaknya. Menghabiskan waktu bersama mereka dengan Al-Qur’an. Membaca dan menulisnya.
Ia mendidik anaknya dengan mengajarkan agama, khususnya Al-Qur’an. Sehingga anak-anaknya pun berhasil menghafal Al-Qur’an. Salah seorang anaknya mengatakan, “Sungguh ayah adalah seorang bapak yang penyayang. Ia sangat-sangat perhatian dengan Al-Qur’an. Sehingga kami semua bisa menghafal Al-Qur’an, alhamdulillah. Setiap hari, ayah memberikan kami uang sebagai hadiah untuk setiap baris yang kami hafalkan.
Apabila beliau menginginkan jumlah lebih dari yang ia targetkan, ia akan bertanya, “Apa lagi yang kau hafalkan?” Jika anak-anaknya menambahkan setoran, maka ia tambah pula pemberian. Beliau memiliki falsafah tersendiri dalam hal ini. Ia selalu menekankan untuk menghafal Al-Qur’an yang mulia. Sehingga banyak termotivasi dengan berharap ridha Allah kemudian ridha kedua orang tua. Apa yang ayah lakukan telah membuat anak-anaknya teguh dalam menghafalkan Al-Qur’an.
Rekaman Shalawat Tarhim
Konon kata kakek di jaman Republik ini presidennya Soekarno banyak hal baru menciptakan tradisi. Ada halal bi halal kala idul fitri, Tarhim kala Ramadhan. Kali ini tentang tarhim yang menjadi populer hingga kini.
Diceritakan pada tahun 1960, pertama kali Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari berkunjung ke Indonesia dan beliau pun segera diminta melatunkan shalawat tarhim untuk diabadikan dalam bentuk rekaman kaset. Konon rekaman dilakukan di studio Radio Lokananta, Solo. Hasil rekaman tersebut kemudian disiarkan oleh Radio Lokananta dan juga Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat), Surabaya. Dari sinilah awal mula Shalawat Tarhim menjadi populer ke seluruh nusantara.
Sampai sekarang, Bacaan Shalawat Tarhim sudah menjadi semacam “lantunan wajib” di masjid-masjid atau musholla, terutama menjelang adzan / waktu subuh di hari-hari biasa dan di bulan suci Ramadhan . Berjalannya waktu, hal itu menginspirasi banyak pelantun shalawat Tarhim.
Dan karenanya Shalawat Tarhim banyak kalangan kaum bersarung atau santri melantunkan langsung; dan tidak lagi menggunakan kaset yang biasa diputar di radio bahkan di masjid-masjid atau musholla.
Selain Syekh Mahmud Al Hushari juga ada pelantun yang suranya merdu yakni Syekh Abdul Azis (sama-sama dari Mesir).
Melantunkan Shalawat Tarhim bertujuan membangunkan kaum Muslimin agar mempersiapkan diri untuk shalat Subuh, atau membangunkan mereka yang ingin shalat tahajjud. Oleh karena itu, Shalawat Tarhim tidak “wajib” menggunakan karangan Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari, tapi bisa memakai bacaan apa saja dengan tujuan membangunkan shalat subuh, shalat tahajjud, sahur, dan lain-lain. Bahkan ada masjid yang membaca “tarhim” dengan mengulang-ngulang hadits sbb:
تَسَحَّرُوا فَإنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةٌ
“Sahurlah kalian, karena sahur itu membawa berkah“.
Ada juga masjid atau musholla yang “hanya” memutar ayat-ayat Al-Qur’an. Mungkin agar lebih mudah dan praktis. Yang jelas, pada bulan Ramadhan, di sela-sela Qira’ah atau Tarhim biasanya di selingi seruan untuk sahur (baik dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah).
Baca juga Teks Shalawat Jauharatul Kamal
Hal ini menunjukkan bahwa bacaan Al Qur an atau Shalawat Tarhim tersebut, pada dasarnya bertujuan menuntun kaum Muslimin untuk shalat atau makan sahur.
Bacaan Teks Shalawat Tarhim
Adapun bacaan dan teks shalawat tarhim selengkapnya sebagai berikut :
الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ ۞ يَاإمَامَ الْمُجَاهِدِيْنَ ۞ يَارَسُوْلَ اللهْ • الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ ۞ يَانَاصِرَ اْلهُدَى ۞ يَا خَيْرَ خَلْقِ اللهْ • الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ ۞ يَانَاصِرَ الْحَقِّ يَارَسُوْلَ اللهْ • الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ ۞ يَامَنْ اَسْرَى بِكَ مُهَيْمِنُ لَيْلًا نِلْتَ ۞ مَا نِلْتَ وَالأَنَامُ نِيَامْ وَتَقَدَّمْتَ لِلصَّلَاةِ فَصَلَّ كُلُّ مَنْ فِى السَّمَاءِ وَاَنْتَ الْإِمَامْ وَاِلَى الْمُنْتَهَى رُفِعْتَ كَرِيْمًا وَ سَمِعْتَ نِدَاءً عَلَيْكَ السَّلَامْ ۞ يَا كَرِمَ الْأَخْلَاقْ ۞ يَارَسُوْلَ اللهْ ۞ صَلىَ اللهُ عَلَيْكَ ۞ و عَلىَ الِكَ وَ اَصْحَابِكَ أجْمَعِيْنَ
Terjemahan
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik
Shalawat dan salam semoga tercurahkan atasmu
Duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari Dadalah Yang Maha Melindungi
Engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara semua manusia tidur
Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu dan engkau menjadi imam
Engkau diberangkatkan ke Sidratul Muntaha karena kemulianmu
Dan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu
Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya Rasulullah
Semoga shalawat selalu tercurahkan padamu, pada keluargamu dan sahabatmu.
Baca juga Untaian Mutiara Cinta Nabi Karya Al Barzanji
Dalil (Shalawat) Tarhim
Adapun mengenai dalil tarhim (atau bacaan Al-Qur’an dan seruan-seruan sebelum Subuh), terdapat pemilahan menjadi dua bagian. Yang pertama adalah dalil tentang bolehnya menyeru Umat Islam agar bangun sebelum Subuh:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ أَوْ أَحَدًا مِنْكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ مِنْ سَحُورِهِ فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ أَوْ يُنَادِي بِلَيْلٍ لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَلِيُنَبِّهَ نَائِمَكُمْ
Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda: Kalian tak perlu mencegah Bilal untuk azan sewaktu sahur, karena azan itu bertujuan untuk mengingatkan siapa saja yang masih berjaga dan juga membangunkan yang tertidur. (Fathul Bari, Syarh Shahih al-Bukhari, Juz II, hlm 244)
Al-Hafizh Ibnu Hajar menambahkan: “Pernah terjadi sebelum waktu subuh dan bukan hari Jum’at, bacaan tasbih dan shalawat, bukan azan, baik dari sisi bahasa maupun agama.”
Dalam Fiqhus Sunnah Juz I, hlm 221-222 dijelaskan bahwa di dalam hadits-hadits lain diterangkan, tarhim yang disuarakan keras itu memang baik. Namun jika dengan suara pelan, itu lebih baik, terutama bila dikhawatirkan akan muncul sikap riya’ (pamer) atau mengganggu orang yang sedang shalat tahajjud. Namun, selagi tidak ada unsur-unsur tersebut, maka tarhim dengan suara keras akan lebih baik agar Kaum Muslimin bias terbangun dari tidur.
Baca Juga Risalah Aswaja KH Muhammad Hasyim Asy’ari (Bagian-1)
Kemudian dalil kedua berkaitan dengan kebolehan memuji Rasulullah SAW, sebagaimana tersurat dalam Shalawat Tarhim ciptaan Syekh Mahmud Al-Husshari. Banyak sekali hadits-hadits yang membolehkan kita (Umat Islam) memuji Rasulullah SAW, dengan pujian yang wajar, tidak berlebihan (okultisme), dan faktual. Di sini hanya kami kutipkan sebagian saja, karena kerebatasan halaman:
Suatu hari, Rasulullah SAW melakukan Thawaf mengelilingi Ka’bah. Lalu beliau melihat seorang Arab Badui yang juga Thawaf sambil menyeru: “Ya- Kariim!”. Maka Nabi pun mengucapkan “Ya Kariim” di belakangnya. Kemudian, ketika si Arab Badui berpindah ke Rukun yang Kedua, dia tetap menyeru: “Ya Kariim”. Maka Nabi pun menirukan “Ya Kariim”.
Kemudian si Arab Badui mendekat ke Hajar Aswad dan berdo’a: “Ya Kariim”, lalu Nabi kembali mengikuti dan mengucapkan: “Ya Kariim”. Maka si Arab Badui menoleh dan berkata: “Adakah kamu mentertawakan aku? Seandainya bukan karena wajahmu yang bercahaya dan penuh keramahan, pasti kamu sudah kuadukan kepada kekasihku, Muhammad!!”.
Baca juga Hadroh dan Kekuatan Mahabbatur Rasul
Rasulullah SAW berkata:”Apakah Engkau belum mengenal Nabimu, wahai saudara Arabku?” Orang Badui itu berkata:”Demi Allah, aku beriman kepadanya padahal aku belum pernah mengenalnya sejak aku memasuki Makkah. Aku juga belum pernah menjumpainya”. Kemudian Nabi SAW berkata: “Aku ini (Muhammad) Nabimu, wahai saudara Arabku”. Mendengar pengakuan itu, Sang Badui segera memeluk dan mencium tangan Nabi seraya berkata: “Bapak dan Ibuku sebagai penebusmu, wahai Sang kekasihku.”
Risalah dan Amaliah: Tarhim Menjelang Subuh
Membangunkan umat Islam untuk sahur, tahajjud, atau shalat Subuh hukumnya mubah (boleh), dan sebaiknya itu beberapa saat menjelang waktu Subuh (menjelang pagi hari, bukan dini hari karena bisa mengganggu orang tidur). Bacaan atau seruannya boleh memakai ayat Al-Qur’an, shalawat, atau bahkan memakai bahasa daerah; termasuk dengan menggunakan bacaan Shalawat Tarhim.
Baca juga Shalawat Badar, Pencipta, Teks dan Sejarah
Jika seruannya menggunakan shalawat, boleh memakai shalawat yang langsung oleh Rasulullah SAW (wurud ‘an an-Nabi) ajarkan; atau shalawat yang berisi pujian yang wajar dan faktual kepada Nabi SAW. Bukan pujian yang berlebihan atau bersifat okultis (menuhankan).
Karya Syekh Mahmud Al-Hushari
Keahlian Pencipta Shalawat Tarhim Syekh Mahmud dalam bidang qiraat terbukti dengan karya-karyanya yang luar biasa. Di antara karya tulis yang beliau wariskan kepada umat ini adalah sebagai berikut: 1. Ahkamu Qira-atil Qur’anil Karim, 2. al Qira-at al-Asyr min Syathibiyah wa ad-Dirrah, 3. Ma’alim al-Ihtida ila Ma’rifati al-Waqf wa al-Ibtida’, 4. al-Fathu al-Kabir fi al-Isti’adzah wa at-Takbir, 5. Ahsanu al-Atsar fi Tarikh al Qira-at al-Arba’ah ‘Asyar, 6. Ma’a Al-Qur’an al-Karim, 7. Qira-at Warasy ‘an Nafi’ al-Madani, 8. Qira-at ad-Dauri ‘an Abi Amr al-Bashari, 9. Nur al Qalbi fi Qira-at al-Imam Ya’qub, 10. as-Sabil al-Muyassar fi Qira-at al-Imam Abi Ja’far, 11. Husnu al-Musirrah fi al-Jam’ Bayna asy-Syatibiyah wa ad-Dirrah, 12. an-Nahju al-Jadid fi Ilmi at-Tajwid, 13. Rahilati fi al-Islam, dll.
Syekh Mahmud Khalil al-Hushari Wafat
Syekh Mahmud Khalil al-Hushari telah membangun masyarakat agamis. Ia membangun Ma’had Azhar dan masjid di kampung halamannya, Syibran Namlah. Ia juga membangun masjid di Kairo. Dan sebelum wafat mewasiatkan agar sepertiga hartanya di wakafkan untuk khidmat kepada Al-Qur’an.
Medio 1980 Syaikh Mahmud menderita sakit liver. Saat itu di Arab Saudi sebagaimana ia dirawat dan pihak rumah sakit mengizinkannya pulang, sampai -anak-anaknya- menyangkanya beliau sembuh total. Ternyata, pada hari Senin tanggal 24 November 1980, setelah shalat isya, beliau akhirnya wafat.
Demikian tentang jejak perjalanan Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari Ulama Al-Qur’an pencipta Shalawat Tarhim. Wallahu a’lam.
Kontributor: A Mubarok Yasin
Syukron JAZAH ALLAH KHAIRA SEMOGA BERKAH DUNIA AKHIRAT