Tata Cara Shalat Gerhana Bulan Di Saat Pandemi Covid-19
NU CILACAP ONLINE – Bagaimana tata cara dan kapan Shalat Gerhana Bulan di saat pandemi Covid-19 ini dilaksanakan? Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Dakwah (LD PBNU) menginstruksikan kepada Nahdliyin khususnya Dai NU untuk melaksanakan shalat gerhana bulan (khusuf) pada Rabu (26/5) Petang.
Bagaimana Islam memandang fenomena gerhana bulan? Gerhana bulan dalam bahasa Arab disebut “khusuf”. Saat terjadi fenomena gerhana bulan kita dianjurkan untuk mengerjakan shalat sunah dua rakaat atau shalat sunah khusuf. Shalat sunah ini terbilang sunah muakkad, termasuk amaliyah dan ibadah sunah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan.
Tentang Shalat Gerhana Bulan
Sebuah sumber menyatakan; “Jenis kedua adalah shalat sunah karena suatu sebab terdahulu, yaitu shalat sunah yang dianjurkan untuk dikerjakan secara berjamaah yaitu shalat dua gerhana, shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan. Ini adalah shalat sunah yang sangat dianjurkan,” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, Bandung, Al-Maarif, tanpa keterangan tahun, halaman 109).
Kapan Shalat Gerhana Bulan dilaksanakan? Ini berdasarkan data yang dihimpun dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Jepara, Jawa Tengah, yang menyatakan bahwa ; berdasarkan hasil data yang dihimpun, gerhana bulan total (GBT) mulai pukul 18.08 WIB hingga 18.26 WIB.
“Gerhana Bulan sendiri sudah dimulai dari pukul 16.43 WIB dan akan berakhir pada pukul 19.51 WIB. Total durasi gerhana berlangsung selama 3 jam 8 menit,” kata Sekretaris LD PBNU Kiai Moch Bukhori Muslim kepada Lembaga Dakwah NU, Senin (24/5).
Dengan demikian, Kiai Bukhori mengimbau kepada segenap warga NU khususnya para Dai untuk melakukan shalat gerhana bulan secara berjamaah pada saat gerhana terjadi. Tak terkecuali juga para Takmir Masjid untuk memobilisasi para jamaahnya dan umat Islam pada umumnya untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
“Sehubungan dengan hal tersebut, maka kami LD PBNU mengimbau kepada Nahdliyin, dai NU serta umat Islam pada umumnya untuk melaksanakan shalat gerhana bulan secara berjamaah dan tetap menerapkan protokol kesehatan dengan bijak,” ungkapnya.
- Shalat gerhana matahari disebut shalat kusuf, dan shalat gerhana bulan disebut shalat khusuf
- Hukum shalat gerhana, Hukum shalat gerhana adalah sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat ditekankan)
- Tata cara melakukan shalat gerhana
- Waktu. Waktu pelaksanaan shalat gerhana sejak terjadi gerhana hingga bulan muncul kembali. Apabila bulan sudah muncul kembali maka waktu pelaksanaan shalat gerhana sudah habis, dan tidak disunnahkan qadla’.
- Mandi. Disunnahkan mandi sebelum melakukan shalat gerhana sebagaimana shalat jum’ah dan shalat ‘id
- Berjamaah. Disunnahkan melakukan shalat gerhana secara berjamaah di Masjid
- Adzan. Tidak disunnahkan adzan dan iqamah, tetapi mengumandangkan: الصلاة جامعة (as-shalaatu jaami’ah) sesaat sebelum melakukan shalat gerhana.
- Rakaat. Jumlah rakaat shalat gerhana adalah 2 rakaat. Setiap rakaat terdapat 2 kali berdiri dan 2 kali ruku’. Ketika berdiri terdapat 2 kali bacaan al fatihah dan 2 kali bacaan surat.
- Jahr/Israr. Dalam shalat gerhana matahari disunnahkan memelankan bacaan (israr) sebagaimana shalat yang dikerjakan pada siang hari, sedangkan dalam shalat gerhana bulan disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr).
- Khutbah Shalat Gerhana. Disunnahkan melakukan 2 khutbah setelah shalat gerhana sebagaimana khutbah shalat jum’ah dan khutbah ‘id dalam rukun-rukunnya.
- Disunnahkan memperbanyak dzikir, doa, istighfar dan sedekah
Shalat Gerhana Bulan Dan Pandemi Covid-19
Berikut ini panduan penyelenggaraan shalat gerhana bulan saat pandemi covid-19 sebagai salah satu upaya mencegah penyebaran virus Covid-19:
- Shalat gerhana bulan total di daerah yang tergolong zona merah dan zona oranye agar dilakukan di rumah masing-masing.
- Shalat gerhana bulan total dapat diadakan di masjid atau lapangan yang berada pada daerah yang dinyatakan aman dari Covid-19, baik zona hijau maupun zona kuning, yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
- Dalam hal shalat gerhana bulan total dilaksanakan di masjid atau lapangan, harus memperhatikan standar protokol kesehatan secara ketat dan mengindahkan ketentuan sebagai berikut:
a) Shalat gerhana bulan total dilaksanakan sesuai tuntunan syariat, juga khutbah diikuti oleh seluruh jemaah yang hadir.
b) Jemaah yang hadir tidak boleh melebihi 50% dari kapasitas tempat agar dapat menjaga jarak antar saf dan antar jemaah.
c) Jemaah yang hadir harus memakai masker dengan sempurna dan sesuai ketentuan yang berlaku, baik di masjid maupun di lapangan.
d) Panitia dianjurkan menggunakan alat pengecek suhu dalam rangka memastikan kondisi jemaah sehat dan menyediakan tempat cuci tangan atau hand sinitizer di setiap pintu masuk.
e) Bagi para lansia (lanjut usia) orang dalam kondisi kurang sehat, baru sembuh dari sakit atau dari perjalanan, disarankan tidak menghadiri shalat gerhana bulan total.
f) Khutbah shalat gerhana dilakukan secara singkat dengan tetap memnuhi rukun dan syarat khutbah paling lama 10 menit.
g) Mimbar khutbah di masjid maupun lapangan agar dilengkapi pembatas transparan antara khatib dan jemaah.
h) Jemaah kembali ke rumah dengan tertib dan menghindari berjabat tangan dengan bersentuhan secara fisik.
Baca Artikel Terkait:
Tata Cara Shalat Gerhana Bulan
Secara umum pelaksanaan shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan diawali dengan shalat sunah dua rakaat dan setelah itu disusul dengan dua khutbah seperti shalat Idul Fitri atau shalat Idul Adha di masjid jami. Hanya saja bedanya, setiap rakaat shalat gerhana bulan dilakukan dua kali rukuk. Sedangkan dua khutbah setelah shalat gerhana matahari atau bulan tidak dianjurkan takbir sebagaimana khutbah dua shalat Id.
Jamaah shalat gerhana bulan adalah semua umat Islam secara umum sebagai jamaah shalat Id. Sedangkan imamnya dianjurkan adalah pemerintah atau naib dari pemerintah setempat.
Sebelum shalat ada baiknya imam atau jamaah melafalkan niat terlebih dahulu sebagai berikut:
صَلِّي سُنَّةَ الخُسُوفِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامً/مَأمُومًا لله تَعَالَى
Ushallî sunnatal khusûf rak‘ataini imâman/makmûman lillâhi ta‘âlâ
Artinya, “Saya shalat sunah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena Allah SWT.”
Adapun secara teknis, shalat sunah gerhana bulan adalah sebagai berikut:
- Niat di dalam hati ketika takbiratul ihram.
- Mengucap takbir ketika takbiratul ihram sambil niat di dalam hati.
- Baca taawudz dan Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Al-Baqarah atau selama surat itu dibaca dengan jahar (lantang).
- Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 100 ayat Surat Al-Baqarah.
- Itidal, bukan baca doa i’tidal, tetapi baca Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Ali Imran atau selama surat itu.
- Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 80 ayat Surat Al-Baqarah.
- Itidal. Baca doa i’tidal.
- Sujud dengan membaca tasbih selama rukuk pertama.
- Duduk di antara dua sujud
- Sujud kedua dengan membaca tasbih selama rukuk kedua.
- Duduk istirahat atau duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua.
- Bangkit dari duduk, lalu mengerjakan rakaat kedua dengan gerakan yang sama dengan rakaat pertama. Hanya saja bedanya, pada rakaat kedua pada diri pertama dianjurkan membaca surat An-Nisa. Sedangkan pada diri kedua dianjurkan membaca Surat Al-Maidah.
- Salam.
- Imam atau orang yang diberi wewnang menyampaikan dua khutbah shalat gerhana dengan taushiyah agar jamaah beristighfar, semakin takwa kepada Allah, tobat, sedekah, memerdedakan budak (pembelaan terhadap kelompok masyarakat marjinal), dan lain sebagainya.
Baca juga Tata Cara Pelaksanaan Shalat Gerhana Bulan
Apakah boleh dibuat dalam versi ringkas? Dalam artian seseorang membaca Surat Al-Fatihah saja sebanyak empat kali pada dua rakaat tersebut tanpa surat panjang seperti yang dianjurkan? Atau bolehkah mengganti surat panjang itu dengan surat pendek setiap kali selesai membaca Surat Al-Fatihah? Boleh saja.
Ini lebih ringkas seperti keterangan Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam I’anatut Thalibin berikut ini, yang artinya, “Kalau seseorang membatasi diri pada bacaan Surat Al-Fatihah saja, maka itu sudah memadai. Tetapi kalau seseorang membatasi diri pada bacaan surat-surat pendek setelah baca Surat Al-Fatihah, maka itu tidak masalah. Tujuan mencari bacaan panjang adalah mempertahankan shalat dalam kondisi gerhana hingga durasi gerhana bulan selesai,” (Lihat Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz I, halaman 303).
Selagi gerhana bulan berlangsung, maka kesunahan shalat dua rakaat gerhana tetap berlaku. Sedangkan dua khutbah shalat gerhana bulan boleh tetap berlangsung atau boleh dimulai meski gerhana bulan sudah usai. Demikian tata cara shalat gerhana bulan berdasarkan keterangan para ulama. Wallahu a’lam.
Penulis: Imam Hamidi Antassalam
Editor: Ahmad Nur Wahidin
Baca juga Indonesia Akan Alami Gerhana Matahari