Berpegang Pada Prinsip : Taushiyah Harlah Ke-62 Fatayat NU
NU CILACAP ONLINE – Taushiyah Harlah Ke-62 Fatayat NU. Lahirnya Nahdlatul Ulama sebagai gerakan para ulama ternyata menggerakkan juga di kalangan para wanita NU, baik di kalangan Muslimat ataupun kalangan mudanya yaitu Fatayat NU. Kenapa keduanya menjadi besar dan kuat terus bertahan selama puluhan tahun tahan terhadap gerusan berbagai tantangan zaman, dan mampu mengambil peran saat diperlukan.
Hal itu tidak lain karena Fatayat NU mampu mengantisipasi setiap perubahan zaman. Banyak organisasi serupa, yang telah bubar karena tidak mampu mensiasati perkembangan zaman.
Pada masa damai Fatayat NU mengambil peran aktif dalam pendidikan dan dakwah serta berbagai layanan sosial lainnya seperti dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan keluarga.
Baca juga
- Kebangkitan Nasional: Amanat Reformasi Jangan Dinodai
- Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nahdlatul Ulama (NU) Cilacap
- Pimpinan Cabang Muslimat NU Kabupaten Cilacap
Pada masa-masa tertentu terutama pada tahun 1950 atau 1960-an Fatayat NU aktif membela dan mempertahankan negara bahkan dengan memanggul senjata. Para ulama merestui dan mendukung semua gerakan itu karena hal itu sejalan dengan prinsip atau nilai-nilai dasar Islam Ahlussunnah wal jamaah dan sejalan dengan budaya bangsa.
Dalam dunia Islam peran wanita sejak awal juga sangat menonjol, Imam As Syafii guru dan ulama besar pemimpin mazhab kita ini memiliki 16 guru wanita. Di zaman Nabi sendiri banyak tokoh wanita yang berpengaruh Siti Khodijah RA, sendiri merupakaan seorang pengusaha kaya dan sekaligus pelindung Nabi Muhammad SAW. saat awal kenabiannya. Siti Aisyah RA merupakan Sahabat dan Isteri nabi yang banyak meriwayatkan Hadits.
Memang Islam mendudukkan wanita dalam posisi yang sangat terhormat. Tidak ada agama yang menghormati wanita melebihi Islam. Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat surat yang sangat panjang yang dinamai dengan surat An Nisa’ (wanita), yang menguraikan tugas, tanggung jawab dan kehormatan wanita.
Bahkan orang pertama yang mati syahid dalam Islam adalah seorang wanita bernama Sumayyah binti Khayyath, hamba sahaya dari Abu Hudzaifah bin Mughirah, ibu dari Ammar bin Yasir. Sumayyah memperlihatkan keislamannya secara terang-terangan pada awal datangnya Islam. Ia meninggal setelah Abu Jahal menusuknya dengan tombak.
Baca juga Gelar Kanjeng Pangeran Arya (KPA) untuk KH Said Aqil Siradj
Dalam konteks sejarah Indonesia, telah banyak kita kenal tokoh wanita yang sangat disegani, progresif, kreatif dan inspiratif dalam menggerakkan masyarakat, tetapi mereka tetap berpegang pada prinsip agama dan tata nilai kenusantaraan.
Tokoh seperti Laksamana Malahayati Di Aceh, Sang Penakluk yang sangat ditakuti Portugis maupun Belanda. Nyi Ageng Serang menjadi prajurit Inti dalam Pasukan Diponegoro dalam melawan penjajah Belanda. Karena itu Islam menempatkan wanita sebagai ‘imadul bilad (penyangga negara), peran yang sangat penting.
Seorang ibu dengan sendirinya telah merupakan madrasah (tempat belajar) bagi sang anak dalam sebuah keluarga. Pertumbuhan inteligensia anak, pertumbuhan mental serta kekuatan moralnya, terbentuk dari situ. Semuanya akan sangat tergantung pada kepribadian seorang ibu sebagai pengasuhnya.
Kasih sayang serta perhatian ibu terhadap anak yang tanpa batas itu memberikan keluasan cara pandang anak, memberikan rasa aman dan memberikan titik pijak untuk maju menjangkau masa depan yang jauh ke depan yang ditanamkan melalui nasehat, keteladanannya serta berbagai dongeng yang diceritakan saat makan bersama atau menjelang tidur.
Dalam menghadapi Indonesia yang sedang mengalami transisi ini, sekali lagi peran kaum Wanita sebagai penyangga negara sangat mutlak diperlukan. Berbagai tantangan politik, tantangan ekonomi dan terutama tantangan moral dan kebudayaan ini perlu dihadapi secara serius agar bangsa ini tidak kehilangan jati diri.
Karena bangsa yang kehilangan jati diri akan kehilangan segalanya. Disinilah peran program Fatayat NU dan kaum ibu pada umumnya sangat diperlukan, untuk membentengi bangsa yang dimulai dengan membentengi keluarga dari pengaruh negatif segala bentuk kebudayaan yang amoral.
Kerja besar itu hanya bisa dilaksanakan ketika para wanita baik Fatayat NU maupun Muslimat NUbersatu dalam organisasi yang solid dan kuat. Selain itu perlu terus berpegang pada prinsip Islam Ahlussunnah Wal Jamaah serta falsafah Pancasila. Perkembangan apapun yang kita rencanakan serta pengaruh dari luar apapun yang akan kita ambil haruslah sejalan dengan nilai Ahlussunnah dan Falsafah Pancasila itu.
Kita menolak segala bentuk pemikiran, ideologi serta ekpresi kebudayaan yang merusak moral bangsa ini. Karakter bangsa ini perlu terus dijaga dan dipupuk agar bisa menjadi bangsa yang mandiri dan berdaulat. Dan disitulah peran Fatayat NU dan kaum ibu pada umumnya sangat dominan. Di situlah harapan besar NU pada Fatayat NU agar menjadi penyangga negara dan benteng akidah Aswaja, Ahlussunnah wal Jamaah.
Maju dengan Berpegang Pada Prinsip : Taushiyah Harlah Ke-62 Fatayat NU disampaikan oleh KH Said Aqil Siradj, 27 Mei 2012 di Jakarta