Masyayikh NU: Arti, Penjelasan, Penjabaran dan Contohnya
NU Cilacap Online – Kita sering mendengar kata Masyayikh dalam beberapa ungkapan yang berlaku dalam literatur dan tradisi pondok pesantren seperti Haul dan di Nahdlatul Ulama (NU), lalu apa arti, makna penjelasan dan penjabaran serta contoh dari kata atau tulisan Masyayikh.? Juga contohnya?
Ungkapan-ungkapan seperti; poro masyayikh, haul masyayikh NU, masyayikh pondok pesantren, majelis masyayikh juga dewan masyayikh sering terdengar.
Arti Masyayikh
Masyayikh adalah bentuk jamak dari asal kata bahasa Arab Syaikh (شَيْخ), kadang dalam bahasa Indonesia tertulis dengan tulisan Syekh, Syeikh atau Syech. Pendek ungkapan, Syaikh artinya (seorang) guru (agung), tuan, ketua, kepala, pemimpin, juga Imam (Besar).
Sedangkan arti Masyayikh adalah para Guru Agung dengan karakteristik Alim, Allammah, Sepuh, Tua (yang dituakan atas alasan usia, kematangan ilmu dan silsilah). Ini yang membedakan kata Guru yang diartikan dari kata Ustadz (tunggal), Asatidz (jamak).
Dari penjelasan di atas, bisa diambil beberapa pengertian varian kata dari masyayikh. Misalnya, para masyayikh berarti “para guru”, unkapan yang khas pada teks sambutan-sambutan. Haul Masyayikh berarti peringatan haul untuk para Guru (biasanya di lingkungan pondok pesantren).
Ada juga tradisi ungkapan Grand Syaikh di lingkungan Universitas Al Azhar, Cairo Mesir. Grand Syekh Al-Azhar atau Imam BesarAl-Azhar adalah sebuah gelar bergengsi di dunia Islam Sunni dan gelar resmi yang prestisius di negara Mesir.
Contoh Masyayikh
Masyayikh menggambarkan kolektifitas orang per orang yang tergabung dalam sebuah lembaga, organisasi, atau sub-organisasi. Ia terdiri dari beberapa orang Syaikh, karenanya disebut Lembaga, Dewan atau Majelis Masyayikh.
Contoh Masyayikh tercermin dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren mengamanatkan terbentuknya Majelis Masyayikh sebagai instrumen penting guna mewujudkan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren.
Contoh Majelis Masyayikh sebagaimana berikut ini:
1. KH Azis Afandi (Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat)
2. KH Abdul Ghoffar Rozin, M.Ed (Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah)
3. Dr. KH Muhyiddin Khotib (Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur)
4. KH Tgk. Faisal Ali (Pesantren Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Aceh Besar, Aceh)
5. Nyai Hj. Badriyah Fayumi, MA (Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Bekasi, Jawa Barat)
6. Dr. KH Abdul Ghofur Maimun (Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah)
7. KH Jam’an Nurchotib Mansur/Ust. Yusuf Mansur (Pesantren Darul Qur’an, Tangerang, Banten)
8. Prof. Dr. KH Abd. A’la Basyir (Pesantren Annuqoyah, Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur)
9. Dr. Hj. Amrah Kasim, Lc, MA (Pesantren IMMIM Putri, Pangkep, Sulawesi Selatan)
Di dalam struktur organisasi pondok pesantren, biasanya juga ada yang namanya Majelis Masyayikh atau Dewan Masyayikh. Majelis ini biasanya berada di atas Dewan Asatidz dan Asatidzah.
Para Masyayikh Nahdlatul Ulama (NU)
Para masyayikh Nahdlatul Ulama (NU) terutama adalah mereka para pendiri dan penggerak jamiyyah Nahdlatul Ulama di masanya. Mereka ada di perkumpulan, organisasi atau jamiyyah Nahdlatul Ulama di masing-masing tingkatannya. Juga di masing-masing daerah di mana mereka tinggal.
Sebutan Masyayikh NU menunjuk pada figur, sosok, tokoh, Ulama baik yang sudah wafat maupun yang masih hidup.
Para masyayikh NU yang umum dikenal (juga dikenang) antara lain KH Muhammad Kholil Bangkalan Madura, KH Muhammad Hasyim Asy’ari Tebuireng, KH Hasan Gipo, KH Mahfudz Shidiq, KH Ahmad Noor, KH Nahrawi Tahir, KH Abdul Wahid Hasyim, KH Abdul Wahab Hasbullah Tambakberas, KH Ridlwan Abdullah, KH Bisri Syansuri, KH Muhammad Dahlan, KH Idham Chalid, KH Ahmad Shidiq Jember, KH Mahrus Ali, KH As’ad Syamsul Arifin Sukorejo, KH Ilyas Ruhiat, KH Ali Maksum Krapyak, KH Ali Yafi’, KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz dan lain sebagainya.
Sementara itu, para masyayikh NU juga ada di lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah, yayasan, pondok pesantren yang memiliki afiliasi langsung maupun tidak langsung dengan NU. Sebutlah mereka yang saat ini masih hidup, masih mengabdikan diri di perkumpulan Nahdlatul Ulama.
Haul Masyayikh NU dan Pondok Pesantren
Apa itu Haul? Haul diserap dari bahasa Arab al-haul yang berarti tahun, juga berarti Haul berarti berlakunya waktu dua belas bulan, tahun Hijriyyah. Haul merupakan tradisi yang sudah berlangsung secara turun temurun di kalangan masyarakat Muslim Indonesia.
Tujuan utamanya pelaksanaan Haul — termasuk Haul Masyayikh NU — adalah mendoakan anggota keluarga, para tokoh dan alim ulama yang sudah wafat. Selain itu, peringatan Haul juga untuk mengenang dan meneladani akhlak, perangai, ilmu, fatwa, dan ajaran-ajaran dari para Masyayikh.
Tradisi Haul para masyayikh menjadi kekuatan tersendiri bagi Jamiyyah Nahdlatul Ulama juga bagi seluruh warga NU. Di hampir setiap pondok pesantren, ada peringatan Haul Masyayikh, dan dilaksanakan secara rutin setiap tahun sekali.
Demikian artikel singkat tentang Masyayikh NU, arti, penjelasan, penjabaran dan beberapa contohnya. Semoga bermanfaat dan bisa menambah wawasan ke-NU-an kita semua. (Redaksi)
Baca juga 5 Butir Mabadi Khaira Ummah, Pengertian dan Penjabarannya