Sujiwo Tejo Mengenang Masa Kecil Bersama Lesbumi

NU CILACAP ONLINE – Budayawan Sujiwo Tejo mengaku banyak kenangan tentang Lesbumi saat masa kecilnya di Situbondo, Jawa Timur. Sujiwo Tejo berkisah sebuah cerita kesaksian dan mengaku memiliki kesan mendalam pada Lesbumi; Lembaga kesenian dan kebudayaan milik Nahdlatul Ulama ini.

Semasa kecilnya di tanah kelahirnya Situbondo, Jawa Timur, Sujiwo Tejo mengaku sering kali menonton kesenian-kesenian Lesbumi. Lesbumi sendiri sudah berdiri sejak 64 tahun silam.

“Saya pas kecil, kalau tidak ada Lesbumi, tidak ada hiburan di Situbondo,” akunya.

Di Situbondo, kata seniman serba bisa yang terampil mendalang, menulis esai, melukis, dan menyanyi itu, Lesbumi kerap mengadakan pagelaran ludruk, ketoprak, dan kesenian-kesenian tradisi lainnya.

Sujiwo Tejo mengenang Lesbumi karena bikin banyak hal. Di Situbondo itu, kegiatannya, waktu usia sekolah dasar atau SD, kalau enggak ada Lesbumi, ya sunyi sepi.

“Lesbumi rupanya progresif bikin ini, bikin itu, saya nonton; ketoprak, wayang. Itu yang selalu saya kenang sepanjang masa. Makanya kesaksian saya, sejak itu saya orang Lesbumi juga. Itu hal paling konkret yang saya rasakan,” jelasnya.

Seandainya tidak ada Lesbumi, lanjut dalang Nyentrik yang aktif di Twitter itu, Situbondo menjadi daerah sunyi dari kesenian bahkan kebudayaan asali. Lihat akun Twitter Sujiwo Tejo (Jack Separo Gendeng) @sudjiwotedjo

“Bahkan mungkin saya tidak akan di sini, sampai ke sini, membersamai hajat Akbar ini, Harlah Lesbumi. Hal kongkret tersebutlah yang paling membekas bagi saya,” ujar pria yang pernah kuliah di jurusan Fisika dan jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung itu.

Pencipta Lagu

Sujiwo Tejo hadir dalam sesi Eksibisi dan Apresiasi Potensi Seni Budaya Lesbumi sebuah kegiatan dalam rangkaian peringatan Harlah Lesbumi ke-64 di halaman Pondok Pemuda Ambarbinangun Yogyakarta. Senin (06/05/2024) malam.

Pada kesempatan sesi pertunjukan dan pagelaran kesenian yang dibawakan para seniman-seniman Lesbumi, Sujiwo Tejo menyinggung penggunaan istilah “pencipta” yang disandarkan kepada pengarang lagu.

“Istilah pencipta lagu tidaklah tepat. Pasalnya “Pencipta” hanya layak disandarkan pada-Nya, itu milik Tuhan. Manusia hanyalah hamba, maka lebih tepat dan setuju jika pencipta lagu disebutkan sebagai komposer atau komponis.” ungkapnya.

“Prinsipnya bukan ‘pencipta’ lagu. Komposer atau komponis lebih cocok dan bermakna.”

Sujiwo Tejo mempercayai bahwa lagu-lagu itu sudah diciptakan Tuhan dan bertebaran di alam semesta. Kemudian manusia yang mengambilnya, dan memetiknya.

“Artinya manusia yang berkesempatan, karena saya Pancasilais, bagi saya pencipta hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, Allah Ta’ala,” katanya.

Dan tiba-tiba mukanya menengadah ke langit-langit malam, matanya mengembarai bintang-bintang yang berpijar. Sementara tangan kanannya melakukan gerakan seolah-olah memetik sesuatu.

Sebelumnya Budayawan Sujiwo Tejo juga hadir sebagai salah satu narasumber pada sesi seminar nasional dalam rangka Harlah Lesbumi ke-64 dan Rakornas Lesbumi NU ke-6. Bersama narasumber lainnya seperti Prof Dr Purwo Santoso, MA (Guru Besar FISIP UGM), Dr Teguh Haryono (Pakar Ketahan Kebudayaan), Irjen Pol Suwondo Nainggolan, MH (Kapolda DIY) dan KH Abdullah Wong (Budayawan Lesbumi PBNU).

Tampil sebagai moderator Fairuzul Mumtaz (Wakil Ketua Lesbumi PWNU Daerah Istimewa Yogyakarta) dalam diskusi yang bertemakan “Mengukuhkan Nilai-nilai Luhur Peradaban Nusantara” (IHA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button