Puasa Para Nabi Terdahulu, Bagaimana dan Seperti Apa?
NU CILACAP ONLINE – Apakah para nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW melakukan puasa? Lantas Puasa para nabi terdahulu seperti apa? Pada kenyataannya para nabi terdahulu melakukan puasa. Begitu juga dengan umat para nabi tersebut.
Demikian penjelasan Wakil Katib Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Cilacap KH Muslikhun Azhari dalam Taushiyah menyambut bulan Ramadhan 1443 H.
Sebagaimana dalam Alqur’an Surat Albaqarah ayat 183.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Surat Al Baqarah ayat 183).
“Surat Al Baqarah Ayat 183 jelas tercantum كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ, lafadz كُتِبَ di sini artinya bukan tercatat melainkan bentuk perintah. Itu berarti amalan puasa memang perintah Allah SWT terhadap umat para nabi terdahulu,” terang KH Muslikhun.
KH Muslikhun Azhari yang juga merupakan Imam Masjid Agung Cilacap menjabarkan perihal puasa para nabi terdahulu dalam video konten Ramadhan melalui kanal YouTube NU Cilacap Online pada hari kedua puasa.
“Kita umat nabi Muhammad bukanlah satu-satunya umat yang wajib berpuasa, tapi umat-umat sebelum umat nabi Muhamad, bahkan min ladun Adam, (sebelum Nabi Adam AS),” tegas beliau.
Nabi Adam AS, Manusia Yang Pertama Kali Berpuasa
Konon nabi yang pertama kali melakukan puasa adalah Nabi Adam AS. Sebuah Kisah mulianya kehidupan beliau Bersama Siti Hawa di Syurga segala kenikmatannya. Namun ada satu hal yang dilarang Allah untuk dijauhi oleh Nabi Adam as, yakni memakan buah khuldi. Sebaimana dicatat dalam Alqur’an.
وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: Dan Kami berfirman, “Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zhalim!” (QS. Al-Baqarah: 35)
Allah Subhanahu Wa Taala telah mempersilakan Adam untuk menikmati segala makanan dan minuman, namun Allah SWT memerintahkan beliau untuk menjahui buah khuldi. Lantas iblis segala tipu muslihatnya merayu Adam untuk memakan buah khuldi. Satu kesalahan yang sangat fatal, karena bahkan Allah SWTtelah melarang untuk mendekatinya apalagi memakannya. Konon butuh waktu 300 tahun hingga pada akhirnya Iblis berhasil merayu Nabi Adam dan Sito Hawa untuk melanggar larangan itu.
Baca juga Tradisi Nahdliyin Sambut Ramadhan
KH Muslikhun menuturkan bahwa saat buah khuldi telah masuk ke dalam perut nabi Adam, buah itu bertahan selama 30 hari di dalamnya.
“Bisa dibayangkan bagaimana menyesalnya Nabi Adam AS, sehingga untuk menebus rasa bersalahnya beliau melakukan puasa selama 30 hari. Atas dasar penyesalan itu juga, anak keturunan Adam secara turun temurun melakukan puasa 30 hari setiap tahunnya,” lanjut KH Muslikhun.
Bagaimana Puasa Nabi Terdahulu?
Tata cara para nabi terdahulu melakukan puasa berbeda-beda. Seperti Nabi Daud AS yang melakukan puasa Daud. Puasa ini dilakukan sehari puasa sehari tidak. Perilaku puasa Nabi Daud bahkan banyak dilakukan oleh umat Nabi Muhammad SAW. Lantas Nabi Isa AS yang melakukan puasa Dahr, orang Jawa menyebutnya pausa naun (terus menerus).
Pada intinya cara puasa para Nabi terdahulu adalah dengan cara mengurangi porsi kenikmatan yang ada yang siap dinikmati oleh manusia. KH Muslikhun menyebut adanya 4 kenikmatan yakni tho’am (makan), syarob (minum), jima‘ (bersetubuh), dan naum (tidur).
“Kenikmatan manusia itu dengan 4 hal, yaitu makan, minum, jima’ dan tidur. Makanya hingga hari ini, saat merayakan kebahagiaan, manusia akan cenderung melakukan 4 hal ini,” terang KH Muslikhun.
Baca juga Kajian Kitab Rishalatul Mahidl Fatayat NU Kesugihan
Lantas kenapa orang berpuasa harus menahan lapar dan haus? Karena sesungguhnya sumber kekuatan nafsu adalah dari suplay makanan.
“Sesungguhnya bahwa syetan berjalan di tubuh manusia seiring dengan aliran darah dalam tubuh kita. Maka kata Rosul persempitlah jalan syetan masuk ke tubuh manusia dengan cara lapar dan haus,” paparnya.
Sebab ketika suplay makan benar-benar sesuai dengan kebutuhan tubuh, maka semakin besar energi dalam tubuh semakin besar. Semakin besar energi semakin besar pula nafsu manusi. kalau manusia tidak bisa mengendalikan nafsunya, maka gantian nafsu yang akan mengendalikan manusia.
“Makan kenyang baik, tapi terlalu kenyang tidak baik. Bila manusia, makan enak, minum enak, maka hati manusia bisa mengalami kematian,” tandasnya. (Naeli Rokhmah)
Artikel berjudul “Puasa Para Nabi Terdahulu, Seperti Apa?” berasal dari video ceramah Ramadhan dengan judul yang sama di Kanal YouTube NU Cilacap Online.
Baca juga Doa Menyambut Bulan Suci Ramadhan