KH Maimun Zubair: NU Selalu Terdepan Soal Kebangsaan
NU CILACAP ONLINE – “Soal kebangsaan NU selalu terdepan, sampai hari ini dan ila yaumil akhir (sampai hari kiamat, red). Ke depan NU sangat mementukan kemajuan dan kemunduran bangsa Indonesia,” tegas KH Maimun Zubair.
Ulama kharismatik pengasuh pondok pesantren Al-Anwar, Sarang Rembang menyatakan hal itu dalam tausiyahnya di acara Silaturahim dan Halalbihalal Ngumpulke Balung Pisah NU se-Jateng di pelataran calon lokasi Kampus IV Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Nasima Jalan Yos Soedarso, Arteri Utara, Pelabuhan Semarang, Minggu (26/7).
Ribuan Nahdliyyin dari berbagai profesi, pejabat, ulama dan kiai khusyuk mengikuti ritual yang menjadi tradisi NU yaitu pembacaan Kitab Al-Barzanji dan tahlilan. Yang menarik, pembacaan Al Barzanji tidak dilakukan oleh santri pondok tetapi para guru besar dan doktor yang memang piawai membaca bait-bait syair indah tentang akhlak dan perjalanan Rasulullah saw itu.
Gubernur Ganjar Pranowo yang juga mengaku dari kader Nahdliyyin turut larut dalam bacaan Asyrokolan itu. Saat mahalul qiyam semua hadirin berdiri sambil membaca syair-syair Ya Nabi Salam Alaika, Ya Rasul Salam Alaika, Ya Habib Salam Alaika Shalawatullah Alaika.
Ganjar berdiri tepat di samping Mbah Moen, mantan Gubernur Ali Mufiz, adik kandung Gus Dur KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah), Kepala Kanwil Kementerian Agama Jateng Ahmadi dan Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi, Rektor UIN Walisongo Prof Dr H Muhibbin MAg, dan Rektor Unwahas Dr H Noor Achmad MA.
Komitmen NU
Mbah Moen sapaan akrab KH Maimun Zubair berharap, dalam Muktamar Ke-33 NU yang akan digelar di Jombang 1-5 Agustus 2015, Nahdlatul Ulama itu menegaskan kembali mengenai komitmen NU soal kebangsaan seperti saat dilahirkan pada 31 Januari 1926.
“Ke depan NU sangat mementukan kemajuan dan kemunduran bangsa Indonesia. Jadi, Soal kebangsaan NU selalu terdepan,” katanya.
Khusus kepada delegasi dari Jawa Tengah, kiai yang berusia 90 tahun lebih itu mengajak agak suaranya satu tidak terpecah belah agar menghasilkan pimpinan PBNU sekaliber KH Hasyim Asy’ari.
Merespon pernyataan Budayawan Ahmad Tohari dari Jatilawang,l Mbah Moen minta istilah santri dan abangan tidak dibeda-bedakan. “Abangan itu padha tapi bedha, bedha tapi padha (sama tapi berbeda dan beda tapi sama),” kata Mbah disambut tawa hadirin.
Penulis Novel Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari yang menjadi pembicara di depan para kiai mengaku grogi. Jika di banyak forum dia biasa membanyol dengan dialek penginyongan Banyumasan, kemarin dia tampak tegang dan nyaris tanpa guyonan.
Bahkan saking groginya kakak kandung KH Ahmad Sobri pengasuh pesantren AlFalah, Jatilawang Tinggarjaya Banyumas itu sampai lupa melepas sepatunya saat berada di atas panggung. Padahal para kiai yang duduk lesehan semuanya melepas alas kaki. “Maaf para kiai ini karena saya grogi,” kata Kang Tohari disambut tawa hadirin.
Dia menyebut sebagai orang NU tapi dari kalangan abangan bukan santri. Dia mengutip penelitian Abdul Munir Mulkhan bahwa kaum abangan di Indonesia sangat mendominasi sampai 60 persen. “Jadi jangan harapkan saya bisa ndalil dan baca kitab,” tuturnya.
Tohari sepakat tradisi NU seperti tahlil, yasinan, dzibaan, manakiban dan lain-lain harus diuri-uri dan dipelihara. Tapi bagaimana NU bisa membangun keumatan dan kebangsaan kalau berbeda orientasi. “Menurut saya persoalan penting ke depan buat Nahdliyyin yaitu menyatukan orientasi jangan ngalor ngidul sendiri-sendiri,” tegasnya.
Menurutnya Nahdlatul Ulama yang berarti kebangkitan ulama itu bukan untuk ulama sendiri. Melainkan untuk umat dan bangsa sebagaima dicontohkan para pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.
Gubernur Ganjar Pranowo mengingatkan warga Jateng khususnya Nahdliyyin, Desember mendatang akan ada pilkada serentak. Suasana silaturahim seperti Ngumpulke Balung Pisah harus tetap terjaga dengan baik. “Kalau bisa salaman, kalau bisa tersenyum membuat nyaman ya tidak usah membuat ketegangan. Ayo kita jaga silaturahim,” katanya.
(Sumber : SM)