Profil MWCNU Majenang, Selayang Pandang Sejarah

NU Cilacap Online – Nahdlatul Ulama adalah organisasi yang menaungi masyarakat. Dan harus diberikan pendekatan pada masyarakat, serta dapat mewarnai dari berbagai tingkat masyarakat. Salah satunya adalah Pengurus Majelis Wakil Cabang Majenang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Majenang Kabupaten Cilacap yang merupakan struktur pengurus organisasi Nahdlatul Ulama di tingkat kecamatan. Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Majenang sendiri membawahi 17 Ranting dan melakukan pembentukan Pengurus Anak Ranting.
KH Agus Salim Mustasyar MWCNU Majenang menceritakan sedikit mengenai sejarah perjuangan Nahdlatul Ulama di Majenang. Dalam ceritanya itu salah seorang ketua tanfidziyah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Majenang berkata bahwa terdapat cita-cita yang masih belum terwujud. Perjalanan MWCNU Majenang di Kabupaten Cilacap dalam menyebarkan Islam Aswaja memiliki sejarah yang panjang, berdasarkan dari riwayat sesepuh dan terus tersebar dari generasi ke generasi setiap kepengurusan.
Semua berawal pada tahun 1930, seseorang yang bernama KH Hasan Bisri mendirikan Nahdlatul Ulama. Setelah 3 tahun NU berdiri dan berkembang atau tepatnya pada tahun 1955, KH Hasan Bisri memutuskan untuk membawa NU ke Majenang. Pada saat itu dakwah NU menyesuaikan kearifan lokal, adat istiadat, bahkan menggunakan alat kesenian sebagai sarana dalam penyebarannya.
KH Hasan Bisri sendiri merupakan seorang warga asli yang berasal dari Sindangsari Majenang. Beliau merupakan salah satu santri Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari yang telah diberi amanat langsung untuk bertugas menyebarkan, serta mengembangkan Nahdlatul Ulama yang telah ada di daerah Majenang. Pada tahun 1955 diadakan pemilu partai dan NU mengikutinya. Saat pemilu berlangsung, KH Solehan menjabat sebagai Rais Syuriyah, serta KH Maqsudi menjabat sebagai ketua Tanfidziyah. Tetapi beberapa tahun berikutnya terdapat keadaan yang tidak memungkinkan, yaitu KH Maqsudi menderita sakit maka tanggung jawab sebagai seorang ketua Tanfidziyah dialihkan kepada KH Bahrudin (Nyakra) pada tahun 1962.
Baca juga Pengurus MWCNU Majenang Masa Khidmat 2013-2018
Tahun 1963-1975 tidak ada pergantian kepengurusan. Tahun 1964 Nahdlatul Ulama semakin berkembang, kemudian di tahun yang sama pula berdirilah Perguruan Tinggi Ma’arif Nahdlatul Ulama. Nahdlatul Ulama mendirikan sebuah Yayasan, dan SMK Diponegoro merupakan gedung yang terbentuk pertama kali dan berada di bawah naungan NU Majenang. Pada saat itu gedung tersebut masih dalam proses. SMK Diponegoro ini berlokasi tepatnya di JL. Raya Pahonjean, Km 2, Cibeunying, Majenang, 53257, Cigaru, Cibeunying, Kec. Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, sebelah pom bensin.
Berikut merupakan pergantian dari tahun ke tahun kepengurusan MWCNU Majenang,
1955 | KH Solehan (Pahonjean) | Rais Syuriyah | Pertama pemilu partai NU |
KH Maqsudi (Sindangsari) | Ketua Tanfidziyah | ||
1962 | KH Solehan (Pahonjean) | Rais Syuriyah | Pergantian KH Maqsudi karena sakit |
KH Bahrudin (Nyakra) | Ketua Tanfidziyah | ||
1965 | KH Solehan (Pahonjean) | Rais Syuriyah | Berdiri PGA |
KH Amin Jafar (Jenang) | Ketua Tanfidziyah | ||
1971 | KH Najmuddin (Bendasari) | Rais Syuriyah | |
KH Halimi | Ketua Tanfidziyah | ||
1980 (Dualisme) | KH Najmuddin (Bendasari) | Rais Syuriyah | Mengikuti KH Maksum |
KH Abu Wardi (Bojong) | Ketua Tanfidziyah | ||
KH Bahrudin (Nyakra) | Rais Syuriyah | ||
KH Qodiran (Mulyadadi) | Ketua Tanfidziyah | ||
1990 | KH Ngisomudin (Salebu) | Rais Syuriyah | |
KH Moch Muhaimin (Cigaru) | Ketua Tanfidziyah | ||
1993-1996 | KH Ngisomuddin (Salebu) | Rais Syuriyah | Awal berdirinya SMK Diponegoro Majenang |
KH Moch Muhaimin (Cigaru) | Ketua Tanfidziyah | ||
1997-2001 | KH Moh, Jarir Sufyan (Cigaru) | Rais Syuriyah | Realisasi tindak lanjut SMK Diponegoro Majenang |
KH Masyhud Hasbulloh (Cigaru) | Ketua Tanfidziyah (berjalan 2 tahun, karena diangkat menjadi pengurus PC) | ||
KH Hamid Alwy (Padang Jaya ) | Ketua Tanfidziyah (melanjutkan 3 tahun berikutnya) | ||
2002-2007 | KH Syahidin (Pahenjoan) | Rais Syuriyah | Kerjasama MWCNU dengan IAIG Cilacap dalam kelas belajar SMK Diponegoro Majenang |
KH Saikhoni (Pahonjean) | Ketua Tanfidziyah | ||
2008-2013 | KH Imam Baiquni (Padang Jaya) | Rais Syuriyah | Terekomendasikanya pendirian Perguruan Tinggi STKIP Majenang |
KH Drs. Musbihin, HS. MM. | Ketua Tanfidziyah | ||
2013-2018 | KH Agus Salim (Cigaru) | Rais Syuriyah | Terekomendasikan Pendirian BMTNU dan Gedung MWCNU Majenang |
KH Drs. Musbihin, Hs. MM. | Ketua Tanfidziyah | ||
2018-2023 | KH Drs. Musbihin, Hs. MM. | Rais Syuriyah | Pembangunan Gedung MWCNU Majenang |
KH Hizbulloh Huda, SH (Sindangsari) | Ketua Tanfidziyah |
2 tahun berkembang atau tepatnya tahun 1966 Nahdlatul Ulama sempat menjadi lautan banser, bahkan mempunyai drumband yang aktif. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk yang ada di Majenang merupakan penganut Muhammadiyah. Hingga pada tahun 1971 Nahdlatul Ulama sudah mulai bersinggungan dengan politik, hal itu dikarenakan adanya pola pikir agar NU tidak mudah termakan oleh politik lain.
Pada saat itu Nahdlatul Ulama menjadi partai no 3 setelah sempat tidak aktif. Hal itu dikarenakan adanya kemelut positif yang membuat NU tertidur. Kiasan itu dipakai karena adanya kepengurusan dalam NU, tetapi tidak terlihat ada. Setelah beberapa waktu, akhirnya NU Kembali bangkit dengan sebuah gebrakan, yakni memberikan stimulus kepada pesantren serta para santri untuk beternak. Hampir seluruh pondok pesantren di Jawa dilarang untuk memilih partai golkar pada saat itu. Nahdlatul Ulama sendiri berpendapat bahwa mereka tidak akan kehilangan kader, dikarenakan kader NU lebih banyak daripada kader lain. Hal ini disebabkan NU berkiprah untuk menjadi pemimpin baik di tingkat formal maupun tingkat birokrasi. Bahkan ia ada di tingkat atas maupun di tingkat grassroot.
Tahun 1972 Nahdlatul Ulama memutuskan untuk tidak bersuara perihal pernyataan pemerintah yang mengeluarkan pendapat bahwasannya Keluarga Berencana (KB) itu haram. Dari kejadian inilah pemerintah menilai Nahdlatul Ulama sudah berani mempunyai statement yang berlawanan dengan pemerintah serta berani menolak. Dilanjutkan pada tahun 1984 Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Majenang mengikuti Musyawarah Nasional (MUNAS) yang diadakan di Situbondo, Jawa Timur, dan muncul lah ditahun berikutnya peraturan pemerintah mewajibkan untuk seluruh parta politik (parpol) memiliki asas Pancasila.
Baca juga Pengurus MWCNU Majenang Masa Khidmat 2018-2023
Perjalanan Nahdlatul Ulama dari waktu ke waktu sampai saat ini merupakan hasil dari amanah konferensi yang diadakan di Bendasari, Majenang, Cigaru, Pondok barokah Majenang. Karena lemahnya ekonomi saat itu, maka Nahdlatul Ulama berfokus kepada penguatan ekonomi, Pendidikan, serta hubungan sosial. Tantangan yang harus dihadapi oleh Nahdlatul Ulama sendiri adalah harus menyebarkakn nilai aswaja yang tidak mudah, dari mulai mengikuti ABRI dan mengadakan poskamling setiap saat, yang masa itu dipimpin oleh Harun Madyo. Nahdlatul Ulama di Majenang sempat mengalami masalah dualisme pada saat kepemimpinan KH Najmudin sebagai Rais Syuriyah dan KH Abu Wardi sebagai ketua Tanfidziyah. Saat itu terbagi dua kubu, Idham Khalid dan Ali Maksum terjadi kurang lebih sekitar tahun 1980. Meskipun sebetulnya NU di Majenang lebih condong politis kepada Idham Khalid.
Tantangan lain yang dihadapi oleh NU Majenang adalah kurangnya rasa solidaritas, kemudian minimnya kesadaran berorganisasi yang baik, serta sasaran warga di pegunungan yang masih memiliki tanggapan tidak sama dengan Nahdlatul Ulama. Perjuangan dalam menyebarkan NU memang tidaklah mudah, kita patut bangga apalagi NU sudah sampai pada titik ini, semangat ghirah harus membara dan tidak boleh padam.
***
Disclaimer: Profil MWCNU Majenang ini adalah versi pertama yang dimuat di Situs Islam Aswaja NU Cilacap Online, terbit pertama kali tanggal 3 Bulan April 2021, dan diolah dari Hasil wawancara Mahasiswa IAIN Purwokerto dengan Pengurus MWCNU Majenang. Tulisan ini hasil kerjasama PCNU Cilacap dengan IAIN Purwokerto melalui Program Praktek Lapangan (PPL) Mahasiswa Fakultas Dakwah jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) yang terdiri dari Shevilla Dewi Pramudita, Novia Nurfadilla dan Zulia Adzkiyati.
Kontributor : Novia Nurfadilla
Editor: Achmad Nur Wahidin