Mama Royani Shiddiq Cisempur Bogor

NU CILACAP ONLINE – Mama Royani bin Shiddiq Cisempur Caringin Bogor Jawa barat adalah sosok ulama kharismatik, ahli thariqah. Memiliki jejak sejarah dengan penyebaran dan perkembangan Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).

Mama Royani Shiddiq

Mama KH Raden Royani Shiddiq adalah seorang ulama karismatik yang memiliki pengaruh besar di kalangan masyarakat luas, terutama masyarakat Bogor dan sekitarnya. Ia dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keagamaan yang sangat kuat, sehingga mempengaruhi kehidupan masa kecilnya dan tumbuh dewasa menjadi tokoh penting dalam dunia pesantren.

Tidak ada keterangan pasti seputar waktu kelahirannya, namun salah seorang putranya, Mama KH Raden Mukhtar Royani mengatakan bahwa ia wafat di Makkah pada usia sekitar 50-an tahun. Mama Royani berangkat ke Makkah bersama salah satu muridnya, Abuya Ahmad Widara Musa Cidodol, Lebak, Banten, pada tahun 1950.

Pendidikan

Mama Royani memperoleh pendidikan keagamaan perdana dari ayahnya, Mama KH Raden Shiddiq. Mama Shiddiq merupakan seorang ulama pendiri dan pimpinan Pondok Pesantren Riyadul Aliyah Cisempur, Caringin, Bogor.

Ia memimpin pesantren ini selama 18 tahun, sejak tahun 1918 sampai wafatnya pada tahun 1936. Pendirian Pesantren Cisempur didasari oleh latar belakang sosial masyarakat Cisempur yang pada masa itu jarang sekali yang memahami kitab-kitab kuning dan bahasa Arab yang merupakan bahasa penting dalam memahami ajaran Islam.

Baca juga Jaka Tingkir: Ulama dan Waliyullah Keturunan Rasulullah SAW

Selain merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai tokoh agama untuk memberikan pengajaran kepada umatnya, situasi tersebut juga mendorong Mama Shiddiq untuk mendirikan sebuah pesantren di tengah masyarakat Cisempur.

Pesantren ini berdiri di tengah-tengah perkampungan penduduk, tepatnya di kampung Cisempur, desa Cinagara, kecamatan Caringin, kabupaten Bogor. Pesantren Riyadul Aliyah pada mulanya merupakan pengajian yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Proses pendirian pesantren melibatkan tokoh-tokoh masyarakat melalui musyawarah yang diprakarsai dan dihimpun oleh Mama Shiddiq. Seiring berjalannya waktu, pesantren yang berawal dari sebuah pesantren kecil mengalami perkembangan pesat dan memiliki jumlah santri yang banyak.

Setelah memperoleh pendidikan keagamaan dari ayahnya, Mama Royani kemudian diberangkatkan ke Sukabumi untuk menuntut ilmu kepada kakeknya dari pihak ibu, yaitu Mama KH Muhammad Hasan Basri di Babakan, Cicurug, Sukabumi.

Baca juga Mbah Kiai Ridwan Mansur Mursyid Thoriqoh Qodiriyah

Mama Hasan Basri adalah salah seorang ulama besar Sukabumi yang telah melahirkan cendekiawan Islam terkemuka di Indonesia. Ia juga merupakan seorang tokoh yang aktif dalam perjuangan melawan penguasa Kolonial. Di antara salah seorang muridnya yang terkemuka adalah Mama KH Masturo, pendiri Pondok Pesantren Al-Masturiyah, Sukabumi.

Selain berguru kepada ayah dan kakeknya, Mama Royani juga menuntut ilmu kepada Syekh Ahmad Syathibi al-Qonturi atau yang masyhur dikenal sebagai Mama Gentur, namun tidak diketahui secara pasti berapa lama ia menuntut ilmu di sana.

Pesantren

Setelah melakukan pengembaraan intelektual kepada ulama-ulama alim, Mama Royani kemudian kembali ke daerahnya hingga akhirnya ia mendapat mandat untuk memimpin pesantren sepeninggal ayahnya pada tahun 1936.

Di era kepemimpinannya, pesantren mengalami perkembangan cukup pesat, sarana yang menunjang kegiatan santri pun ditingkatkan. Demikian pula halnya dengan sistem pendidikannya yang mengalami pembaharuan.

Pada masa kepemimpinan ayahnya, masjid selain difungsikan untuk kegiatan ibadah salat, juga untuk kegiatan pengajaran para santri. Namun di era kepemimpinan Mama Royani, masjid difungsikan kembali hanya sebagai tempat ibadah salat. Sedangkan untuk kegiatan pengajaran dilakukan di tempat terpisah berupa majelis taklim yang telah dibangun oleh Mama Royani.

Jumlah santri pada masa itu berkembang dengan pesat, mencapai sekitar 200–400 lebih yang terdiri dari santri laki-laki dan perempuan. Pada periode ini santri tinggal di asrama. Di era kepemimpinannya, Mama Royani telah melahirkan banyak alumni yang tersebar di berbagai daerah seperti Bogor, Sukabumi, hingga Banten.

Mama RoyaniSebagian besar alumni melanjutkan kiprah dan perjuangan Mama Royani dalam kegiatan syiar melalui pengajaran ilmu keagamaan, termasuk di antaranya adalah Abuya KH Sanja, pendiri Pondok Pesantren Riyadhul Alfiyah Kadukaweng, Pandeglang, Banten; Abuya KH Ahmad Widara Musa, pendiri Pondok Pesantren Riyadhul Mubarakah Cidodol, Lebak, Banten.

Ada juga Abuya KH Ahmad Busthomi, pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Al-Hidayah Cisantri, Pandeglang, Banten; Mama KH Kholiluddin, pendiri Pondok Pesantren Al-Khoiriyah Ciapus, Bogor; Mama KH Abdullah Mahfudz, pendiri Pondok Pesantren Assalafiyah Babakan Tipar, Sukabumi; dan para alumni lainnya.

Wafat di Makkah

Semasa hidupnya, Mama Royani berafiliasi pada gerakan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang didirikan oleh Syekh Ahmad Khatib al-Syambasi.

Mama Royani wafat pada sekitar tahun 1950an di Makkah. Jenazahnya kemudian dimakamkan di pemakaman Jannatul Ma’la Makkah. Ia wafat pada saat putra-putrinya masih kecil. Namun karena terinspirasi oleh ayahnya, semua putra-putri Mama Royani belajar di pesantren.

Bahkan sepulang dari pesantren, sebagian besar putra-putrinya melanjutkan kiprah dan perjuangan ayahnya dengan mengabdi di pesantren peninggalan ayahnya. Di antara mereka bahkan mendirikan pesantren di daerah lain dan berkiprah di daerah tersebut.

Penerus Mama Royani

Setelah cukup dewasa, salah seorang putranya, Mama KH Raden Mukhtar Royani, kemudian melanjutkan kepemimpinan pesantren.

Mama Mukhtar Royani Cisempur

Pada masa Mama Mukhtar, para alumni Cisempur juga banyak yang melanjutkan kiprahnya di dunia pesantren, termasuk Mama KH Ruslan Marjali, pendiri Pondok Pesantren Al-Jaziroh Sipak, Jasinga, Bogor; Mama KH Ujang Sa’id al-Khudri, pendiri Pondok Pesantren Al-Khudriyah Kadubitung, Cipanas, Lebak, dan para alumni lainnya.

Mama KH Raden Mukhtar Royani nerkiprah di organisasiNahdlatul Ulama. Ia telah mempraktikannya dan mencontohkannya dengan mengabdi di PCNU, yaitu sebagai Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Bogor sejak 1999, yaitu selama 3 periode sampai akhir hayat beliau di tahun 2016 atau 4 Rajab 1437 H.

Tidak hanya di PCNU Bogor, ia juga mengabdi di A’wan Syuriyah PBNU periode 2014-2020. Sebelum masa jabatannya berakhir ia meninggal masih berstatus sebagai Rais Syuriyah PCNU Bogor.

Pada tanggal 4 Rajab 1437 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 2016 masehi, Mama Mukhtar wafat. Setiap tanggal 4 Rajab 1442 H. peringatan Haul KH Mukhtar Royani. Kepemimpinan Pondok Pesantren Riyadul Aliyah kemudian dilanjutkan oleh putranya, Mama KH Hasan Basri Mukhtar. (MaM)

Baca juga Tokoh NU Jawa Barat Dianugrahi Pahlawan Nasional 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button