Hukum Ibadah Qurban Yang Sunnah Bisa Menjadi Wajib, Mengapa?

NU CILACAP ONLINE – Hukum melaksanakan ibadah qurban (menyembelih kewan kurban) adalah Sunnah, tapi ia bisa menjadi wajib hukumnya, mengapa, dan apa alasan alasan dan dalil hadits nya?

إختلف الفقهاء في حكم الاضحية هل هي واجب أم سنة؟

Para ulama ahli fiqih dalam hal udhiyyah (qurban) terdapat perbedaan pendapat, namun secara umum jumhurul ulama termasuk Imam Syafi’i berpendapat bahwa qurban itu hukumnya sunnah bagi yang mampu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra:

سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ثلاث هن علي فرائض وهن لكم تطوع : الوتر والنحر وصلاة الضحى (رواه أحمد)

Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda; “Ada tiga hal bagi saya (Rasulullah) wajib, tapi bagi kalian sunnah, yaitu: shalat witir, annahr/qurban dan shalat dhuha (HR. Ahmad)

Adapun menurut Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya berpendapat bahwa udhiyah (qurban) itu hukumnya wajib setiap tahun bagi mukimin dan penduduk asli.

Dalam suatu hadits yang riwayat Mikhnaf bin Sulaim berkata:

كنا وقوفا مع النبي صلى الله عليه وسلم فسمعته يقول: ياأيهاالناس على كل أهل بيت في كل عام أضحية… رواه أحمد

Kami (Mikhnaf bin Sulaim) bersama Rasulullah SAW pada saat wuquf di Arafah, aku mendengar beliau bersabda: Wahai sekalian manusia, setiap ahli bait/serumah atau sekeluarga hendaklah ada yang melaksanakan qurban setipa tahun.

Menurut Imam Syafi’i, makna orang yang mampu berqurban yaitu orang yang memiliki harta/uang lebih untuk biaya hidup keluarga selama empat hari (hari nahr dan hari-hari tasyrik tgl 10-13) lalu ada kelebihan untuk membeli hewan qurban, itu namanya orang mampu.

Selanjutnya bahwa hukum asal berqurban adalah sunnah kifayah (kolektif), artinya bila dalam satu rumah/sekeluarga sudah ada yang melaksanakan qurban, maka sudah cukup menggugurkan tuntutan bagi anggota keluarga yang lain. Bila tidak ada satu pun dari mereka yang melaksanakan, maka semua yang mampu dari mereka terkena imbas hukum makruh.

Qurban Menjadi Wajib Karena Nadzar

Ibadah Qurban yang asalnya sunnah bisa berubah menjadi wajib bila terdapat nadzar, misalnya ada orang bernadzar kalau sakitnya sembuh atau dikaruniai anak atau tercapai cita-citanya, ia akan berqurban dengan seekor sapi atau kambing, Saat cita-cita yang diharapkan tercapai, maka wajib baginya untuk mengeluarkan hewan qurban yang ia nadzarkan.

Dalam kondisi demikian, hukum berqurban baginya menjadi wajib. Ketika qurban itu wajib maka dia sekeluarga (istri anak pembantu yang biaya hidup menjadi tanggunganya). Bagi mereka tidak diperbolehkan alias haram makan daging hewan qurban tersebut.

Syekh Muhammad Nawawi bin Umar menegaskan:

ولا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أو حكما

“Orang yang berqurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinadzari; baik secara hakikat atau hukumnya”. (Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani, Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim, hal. 531).

Menurut Imam Syafi’i dan Imam Hambali, apabila saat membeli hewan qurban tidak melafalkan/menyebutkan untuk qurban maka tidak termasuk qurban nadzar. Namun apabila saat membeli mengatakan ini untuk qurban maka menjadi qurban wajib sama dengan nadzar.

Adapun menyebutkan untuk qurban tetapi di barengi kata insya Allah (misalnya: insya Allah hewan ini untuk qurban); maka hal itu bukan termasuk qurban nadzar. (Fiqh al-islami wa’adillatuh juz 3/599)

Baca Juga Risalah Aswaja KH Muhammad Hasyim Asy’ari (Bagian-1)

Berbeda dengan orang yang mampu menyediakan hewan kurban dengan tujuan mensyukuri nikmat kehidupan dan melestarikan budaya Nabi Ibrahim as; saat disuruh menyembelih puteranya Nabi Ismail lalu diganti dengan kambing gibas oleh Allah SWT; serta untuk kendaraan saat melewati shirat, terampuni dosanya dan dilebur kesalahanya, itu termasuk qurban sunnah.

Selanjutnya bagi orang yg berniat akan melaksanakan qurban sebaiknya jangan memotong rambut maupun kukunya, sebagaimana. Rasulullah saw bersabda :

ﺇِﺫَﺍ ﺩَﺧَﻠَﺖِ ﺍﻟْﻌَﺸْﺮُ ﻭَﺃَﺭَﺍﺩَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺃَﻥْ ﻳُﻀَﺤِّﻰَ ﻓَﻼَ ﻳَﻤَﺲَّ ﻣِﻦْ ﺷَﻌَﺮِﻩِ ﻭَﺑَﺸَﺮِﻩِ ﺷَﻴْﺌًﺎ

“apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, & salah seorang dari kalian telah berniat untuk berqurban, maka janganlah ia memotong rambutnya & kulitnya (yg berkurban) sedikitpun” (HR Muslim)

Dalam riwayat yg lain,

ﻓَﻼَ ﻳَﺄْﺧُﺬَﻥَّ ﻣِﻦْ ﺷَﻌْﺮِﻩِ ﻭَﻻَ ﻣِﻦْ ﺃَﻇْﻔَﺎﺭِﻩِ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻀَﺤِّﻰَ

“janganlah ia memotong rambutnya & kuku-kukunya (orang yg berkurban) sedikitpun sampai ia menyembelih” (HR Muslim)

Berdasarkan Dalil Hadits Hukum Qurban tersebut menurut pandangan Imam Malik, Imam Syafii dan jamaah Imam Hambali adalah makruh, adapun yg mengharamkan adalah sebagian pengikut Imam Hambali. (Fiqh al-Islami wa’adillatuh juz 3/626). Wallaahu’alam bisshawab

~Artikel Hukum Ibadah Qurban Yang Sunnah Bisa Menjadi Wajib, Mengapa?, ditulis oleh KH Maslahudin, Wakil Rais Syuriyah PCNU Cilacap

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button