Gus Mus : Islam Nusantara Sebagai Solusi Peradaban

NU CILACAP ONLINEIslam Nusantara Sebagai Solusi Peradaban. Rais Am PBNU KH Mustofa Bisri (Gus Mus) menyatakan perlunya Islam Nusantara  sebagai Solusi Peradaban. Banyaknya persoalan yang dihadapi umat Islam di Indonesia dan dunia, membutuhkan solusi. Dan solusinya adalah nilai Islam Ahlus sunnah wal jama’ah (Aswaja) yang telah terbukti membawa kebaikan dan kedamaian selama ratusan tahun di Indonesia. Istilahnya adalah Islam Nusantara.

Kiai yang akrab dipanggil Gus Mus ini menjelaskan, di Nusantara, Islam dikembangan dan dipelihara melalui jaringan para ulama Aswaja yang mendalam ilmunya sekaligus terlibat secara intens dalam kehidupan masyarakat di lingkungan masing-masing. Maka masyarakat muslim yang terbentuk adalah masyarakat muslim yang dekat dengan bimbingan para ulama sehingga perihidupnya lebih mencerminkan ajaran Islam yang berintikan rahmat.

“Islam Nusantara adalah solusi untuk peradaban,” tandasnya.

Lebih lanjut, pengasuh Pondok Pesantren Leteh Rembang ini menerangkan,  Islam Nusantara yang telah memiliki wajah yang mencolok, sekaligus meneguhkan nilai-nilai harmoni sosial dan toleransi dalam kehidupan masyarakatnya.

Hal itu menurutnya, karena para ulama Aswaja memberikan bimbingan dengan ilmunya yang mendalam, dan kontekstual, serta mengedepankan kebersamaan dan persatuan masyarakat atau bangsa secara keseluruhan.

Ia katakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta bersendikan Bhinneka Tunggal Ika, secara nyata merupakan konsep yang mencerminkan pemahaman Islam Ahlus sunnah wal jama’ah yang berintikan rahmat.

“NU didirikan untuk memelihara kebersamaan para ulama Aswaja di Nusantara dalam membimbing umatnya,” tuturnya.

Baca juga Jejak Ulama Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja)

ISLAM NU

Dalam makalahnya di acara Diskusi Panel bertema Indonesia’s Role In Addressing Global Islamist Extremism yang diselenggarakan oleh JFCC di Jakarta, Kamis (28/5), Gus Mus menyampaikan langkah penanganan masalah ekstremisme keagamaan kepada  pemerintah.

Ia paparkan, pemerintah perlu memahami bahwa Islam Nusantara yang teduh yang telah menjadi wajah Indonesia, sungguh telah sesuai dengan ajaran dan contoh pemimpin agung Muhammad Saw. Bahwa pemahaman agama dalam keberagamaan (harmoni sosial dan toleransi) seperti yang ada di Indonesia selama ini, saat ini sangat diperlukan oleh dunia yang penuh kemelut ini.

“Pemerintah perlu juga kokohnya sistem nilai Islam Nusantara, mengingat mayoritas warganya beragama Islam dan wajib dijaga dari ancaman propaganda esktremisme,” terangnya.

Hal berikut yang perlu dilakukan pemerintah adalah menyadari bahwa Indonesia dapat memainkan peran amat penting dalam upaya perdamaian dunia dengan menawarkan nilai-nilai Islam Nusantara sebagai model untuk umat Islam di seluruh dunia.

Dituturkannya, Nahdlatul Ulama telah dan akan terus bergerak mendakwahkan nilai-nilai Islam Aswaja demi perdamaian dunia. NU juga mengupayakan konsolidasi para ulama Aswaja seluruh dunia serta menjalin kerja sama dengan berbagai pihak secara Internasional.

“Di Tanah Air, jelas Nahdlatul Ulama tak henti-hentinya berjuang membimbing umat dan menjaga keselamatan negara. Di kancah Internasional, Nahdlatul Ulama tidak menunggu pihak mana pun untuk mengambil langkah-langkah strategis,” paparnya dalam diskusi di depan awak media asing tersebut.

Di akhir presentasinya Gus Mus membeberkan pengembangan organisasi dan kerjasama yang telah dilakukan NU. Yakni menginisiasi terbentuknya perkumpulan ulama Ahlussunnah wal jama’ah di Afghanistan yang kemudian menamakan dirinya sebagai “Nahdlatul Ulama Afghanistan” dan bersepakat memegangi prinsip-prinsip tawassuth (moderat), tasamuh (toleran),tawazun (berimbang/obyektif), i’tidal (adil), dan musyarakah (kebersamaan dalam masyarakat), persis dengan NU.

“Kerja sama juga telah dirintis bersama Universitas Wina, Austria, di bawah kepemimpinan Prof Dr Rüdiger Lohker, untuk membangun suatu pusat penelitian terapan (applied research) dalam rangka strategi menghadapi ekstremisme agama,” pungkas dia.

Panelis lain dalam acara tersebut adalah Dekan Fakultas Sains Islam Universitas Al Azhar Mesir, Prof Dr Abdel-Moneem Fouad, mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof  Dr Azyumardi Azra, dan guru besar studi Islam University of  Venna  Prof Dr Rudiger Lohlker. [ISN] 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button