LESBUMI NU Cilacap, Modernisasi Tak Harus Tinggalkan Tradisi
Ngopi Bareng Gus Insan, Wakil Ketua LESBUMI Cilacap

NU Cilacap Online – Wakil Ketua Pengurus Cabang Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia ( PC LESBUMI) NU Cilacap Insan Indah Pribadi mengatakan bahwa modernisasi tidak harus meninggalkan tradisi. Hal ini disampaikan dalam sebuah talkshow yang disiarkan secara live streaming melalui kanal youtube NU Cilacap Online.
Dalam program talkshow “Ngopi, Ngobrol Sambil Ngopi” Sabtu malam (20/03/2021) lalu yang dipandu oleh host Shevila Dewi Pramudita, Menghadirkan Wakil Ketua PC LESBUMI NU Cilacap Insan Indah Pribadi membahas seputar LESBUMI, sejarah, program kerja hingga krisis budaya, tradisi serta budaya lokal yang perlu dilestarikan.
Sesuai dengan tema Hari Lahir LESBUMI Ke-59 “Berkhidmat Menjaga Budaya Nusantara Di Tengah Hegemoni Neo Imperialisme Global”
LESBUMI lahir pada tanggal 28 Maret 1962, lembaga ini lahir sebagai wadah seniman dan budayawan seperti penari dan pemain musik tradisional, hal ini terbentuk untuk merespon segala hal yang terjadi saat itu di Indonesia. NU mencoba menghadirkan rekan-rekan dengan berbagai kemampuannya untuk membentuk LESBUMI.
Kalau berbicara sejarah LESBUMI di Cilacap, maka ada hal yang unik. LESBUMI sempat membuat film dokumenter tentang kesenian Jamjanen Sidasari dua tahun lalu. Sekilas Jamjanen merupakan budaya lokal peninggalan Walisongo, erat kaitannya dengan sastra Jawa, syair-syair yang dilantunkan memiliki pesan yang begitu dalam.
Jamjanen sebagai media dakwah pada masa itu, adalah kesenian islami yang berasal dari Desa Alang alang Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen, oleh syekh jamjani. Isinya adalah menyanyikan syair-syair diiringi alat musik seperti tembor, gong, calung, kecrek, dan kempul. Biasanya kesenian ini mengisi hajatan kecil seperti selamatan bayi, atau teman begadang.
“Pada waktu shoting Film Jamjanen yang berlokasi di Kecamatan Majenang, kami menjumpai tulisan LESBUMI 1950 di sebuah tembor yang digunakan sebagai musik perkusi untuk mengiringi Jamjanen. Waktu itu yang jadi narasumber adalah Kiai Shobirin, padahal di pusat, LESBUMI terbentuk 1962. Maka dari itu, kita membaca jangan-jangan di tingkatan lokal LESBUMI sudah terbentuk jauh sebelum LESBUMI pusat hadir. Mungkin di daerah-daerah sudah ada, seperti di Majenang,” ungkap Insan.

Latar belakang adanya LESBUMI sendiri yaitu mengcover kegiatan kebudayaan, kesenian dan tradisi, agar tidak punah. Maka kemudian mereka sedang melakukan pemetaan terhadap segala hal yang berhubungan dengan sisi kebudayaan tradisi NU. Seperti membuat direktori, sub direktori, yang nantinya bisa dirangkai dalam bentuk buku maupun laman website.
”Karena kita sangat memerlukan sekali data-data itu, dengan hal ini tentu akan menjawab pertanyaan dari masyarakat tentang adakah kebudayaan yang islami. Tentu, sangat banyak. Namun secara data kita tidak punya, makanya LESBUMI mencoba melakukan pendataan baik di pondok-pondok pesantren maupun di desa-desa.” jelas Insan.
Di era modern saat ini tentu kita mengakui bersama bahwa kita terlalu santai dan ternina bobokan. Kalau kita melihat tetangga kita dengan giat-giatnya membuat konten, ungkapan kiai dipotong-potong menjadi kutipan dan semacamnya, sementara teman-teman NU adem-ayem saja.
Dari sini, kita harus bisa berpikir bagaimana anak muda dekat dengan budaya, banyak modernisasi yang dilakukan tapi melupakan unsur-unsur tradisi. Ada istilah “modernisasi tidak harus meninggalkan unsur tradisi” artinya teman-teman saat ini yang enggan atau risih melihat wayang atau seni hadroh, kemudian bagaimana kita mengemasnya, biar anak muda menjadi dekat dan senang, sebenarnya bisa banyak versi.
Teman-temen LESBUMI Cipari misalnya, Alfian Harfi mengemas shalawat dengan lebih modern. Shalawat on the nature, bershalawat diiringi gitar di alam terbuka. Sebuah inovasi yang dilakukan supaya anak-anak muda asik menikmati dengan cara yang fun dan santai.
Hal-hal yang modern dilakukan tapi tidak meninggalkan unsur tradisi, nilai-nilai edukasinya tetap sampai begitu juga dengan film dengan kelokalan yang kita mesti kita angkat. Film dengan bahasa ngapak misalnya.
Program yang sudah dilakukan LESBUMI sejauh ini berupa pelatihan sinematografi, pembuatan film, pelatihan sastra, penulisan-penulisan dan pemutaran film dari desa ke desa.
Baca Juga: Anugerah Saptawikrama Lesbumi NU, Apa Itu ?
Urgensi Mengenalkan Budaya Kepada Masyarakat Modern
Tantangan yang dihadapi saat ini teknologi melesat jauh, lalu kemudian bagaimana kita menghadapi teknologi bukan hanya sebagai penikmat, tapi kita sebagai pengguna teknologi. Hal ini yang belum bisa berjalan, terlebih di NU.
NU mempunyai program yang banyak dan sebenarnya bisa memanfaatkan teknologi dengan cukup masif, akan tapi belum punya kemampuan yang mendasar untuk memanfaatkan teknologi, ini menjadi sebuah tantangan kenapa generasi mudanya tidak mencoba untuk menggali segala sesuatunya dengan segala program yang ada di NU melalui teknologi.
Melihat tantangan yang ada, maka LESBUMI memiliki peran penting bagaimana mengemas tradisi agar bisa diterima dengan fun dan nyaman. Saat ini belum ada buku maupun referensi yang secara fun bercerita tentang sejarah Cilacap. Kalau untuk anak kecil minimal ada ilustrasi gambar dan ceritanya, jadi anak-anak bisa senang dan tertarik untuk mengerti.
Hal yang inovatif bukan berarti merusak tapi justru menghadirkan hal-hal baru tanpa meninggalkan unsur tradisi sesuai dengan semboyan NU. Urgensi memperkenalkan budaya di era modern kepada generasi muda sangat penting, terlebih kepada anak-anak kecil.
Ketika teknologi berkembang secara pesat dan kita tidak bisa memfilter nanti yang akan ketinggalan adalah kita dan dampaknya pasti akan negatif. Perkembangan teknologi ini membuat generasi saat ini menjadi lebih kepo dengan hal-hal yang jauh, kehidupan artis, anak artis, sementara ada tetangga kita yang membutuhkan sesuatu malah kita tidak tahu, ketika tetangga butuh makan, kita malah terlupa dan tidak tahu.
Kemudian ketika generasi muda terbiasa dan dekat dengan budaya lokal maka menyeimbangkan bahwa kapan menyikapi kehidupan sosial media dan teknologi yang begitu pesat dan kapan kita harus melakukan kegiatan berbau positif untuk diri kita.
Lalu kenapa harus ada LESBUMI? Ketika sebuah lembaga besar tidak ada unsur keseniannya, orang-orang pecinta budaya dan seniman, maka akan menjadi lembaga yang sangat kaku sekali. LESBUMI hadir agar segala sesuatu bisa disampaikan kepada masyarakat dengan cara yang sangat santai dan nyaman tanpa adanya kekerasan dan pergesekan. Di mana-mana ketika ada pergesekan dengan kesenian selesai.
Di akhir perbincangan Insan Indah Pribadi berpesan kepada generasi muda agar harus bisa tanggap. “Harus banyak membaca, tidak hanya membaca tulisan tapi membaca keadaan, situasi dan segala hal, tapi setelah membaca kita juga harus menelaah dengan lebih baik. Sangat bias membedakan mana yang benar, mana yang keliru dan salah. Tantangan ayo kita sama-sama banyak membaca, menelaah agar semua yang kita bagikan kepada masyarakat menjadi bermanfaat dan sesuatu yang membangun serta tidak menjadikan sebuah pergeseran dan berselisih.” (Shevilla Dewi Pramudita)
Baca juga Pidato ‘Anugerah Piagam Gelar” untuk Bapak Kebangkitan Perfilman Cilacap