Sifat Profetik dalam Kepemimpinan Politik

NU Cilacap Online – Dalam teori nilai-nilai kejawen, memilih pemimpin itu harus memenuhi kriteria, pinter, bener, kober. Lantas Bagaimana mengejawantahkan sifat Profetik dalam Kepemimpinan Politik? Disinilah urgensi memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, dalam memilih pemimpin.

Era demokrasi diawali dengan era reformasi. Otoritanisme Orde Baru ( Orba) runtuh tahun 1998 dan pendulum bergerak ke arah demokrasi. Walau kadang kita pun melihat ada residu anarkhisme dan sparatisme. Ini adalah kondisi yang normal akibat runtuhnya single minority yang berkuasa. Jadi, usia demokrasi kita, pasca reformasi adalah baru 26 tahun. Satu umur satu generasi.

Distribusi Kekuasaan

Elemen penting demokrasi adalah distribusi kekuasaan. Distribusi kekuasaan itu bisa berarti, distribusi kepada kelompok, atau pemberian kewenangan terhadap daerah.

Distribusi kekuasaan kepada kelompok terwujud dalam pembentukan partai-partai politik. Distribusi kekuasaan ke daerah, disebut dengan desentralisasi.

Termasuk bentuk demokrasi lain adalah, pemilihan kepala daerah secara langsung. Saat ini kita sedang akan telah melakukan Pilkada serentak. Prosesnya sedang berjalan.

Dalam era demokrasi ini, faktor memilih pemimpin itu sangat penting. Setiap memilih pemimpin adalah penting.

Tetapi dalam pemilu langsung, yang mana tidak setiap orang mengenal pemimpinnya, maka itu menjadi hal yang lebih penting.

Karena bisa jadi, orang memilih pemimpin dengan cara asal milih. Karena figur pemimpin tidak dikenal.

Orang yang mempunyai popularitas, seperti artis, atau tokoh masyarakat, sangat diuntungkan oleh sistem seperti ini.

Disinilah urgensi memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, dalam memilih pemimpin. Dalam teori nilai-nilai kejawen, memilih pemimpin itu harus memenuhi kriteria, pinter, bener, kober.

Kriteria Pemimpin

Pemimpin harus orang yang pinter, cerdas. Pemimpin yang pinter, akan mampu merumuskan inovasi-inovasi pembangunan yang berguna bagi rakyat.

Pemimpin yang pinter, akan dapat merumuskan perencanaan pembangunan dan menyusunnya secara skala prioritas, dari hal yang penting, sampai yang tidak penting.

Pemimpin yang pinter mampu menjadi problem solver bagi masalah2 yang dihadapi daerah atau rakyat.

Seorang pemimpin harus bener, benar, artinya seorang pemimpin itu harus berpijak dan berpedoman kepada idioligi negara, norma-norma hukum, sosial, agama, dan perundang-undangan.

Seorang pemimpin yang tidak benar, maka dia akan berbuat sewenang-wenang dalam kepemimpinannya. Dia akan menjadikan kekuasaannya menjadi dasar hukum, machstaat. Bukan sebaliknya, menjadikan hukum sebagai landasan kekuasaan, atau rechstaat.

Pemimpin harus kober. Artinya, dia sudah selesai dengan dirinya sendiri, sehingga banyak energi dan waktu untuk mengurus rakyat.

Pemimpin harus kober, artinya, kepentingan rakyat berada di atas kepentingan pribadi dan golongannya. Semua kebijakannya selalu berorientasi untuk kepentingan rakyat.

Ketiga faktor di atas, harus ada pada diri pemimpin. Pinter, bener, dan kober. Seorang pemimpin yang hanya pinter, tetapi tidak bener, maka dia akan membodohi rakyatnya.

Bener, tidak pinter, maka seorang pemimpin bisa menjadi bagian masalah bagi rakyatnya. Tidak kober, maka seorang pemimpin akan mengabaikan urusan rakyatnya.

Baca juga Demokrasi dan Nilai-Nilai Profetik

Pemimpin, perspektif Islam

Sifat kepemimpinan dalam Islam, terutama kepemimpinan politik, bisa diambilkan dari sifat profetik kenabian.

Nilai-nilai itu adalah nilai-nilai universal yang bisa diadopsi, dipraktekan dan diterapkan oleh siapapun dan dimanapun.

Termasuk bagi pemimpin daerah, tentunya. Sifat-sifat itu adalah, fatonah, siddiq, amanah, dan tabligh.

Fatonah, atau cerdas, pandai, adalah sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin. Sifat ini sudah saya sampaikan pada uraian di atas.

Baca juga Kader Fatayat NU Harus Paham Politik Kebangsaan

Yaitu ketika saya menguraikan sifat pinter dalam perspektif nilai-nilai kejawen.

Sifat siddiq, atau sifat benar, bener, juga sudah saya sampaikan pada uraian sebelumnya dalam perspektif nilai-nilai kejawen tentang perlunya pemimpin itu bener, dan selalu berpijak pada idiologi dan norma2 yang hidup di masyarakat.

Baca juga Demokrasi Dan Kekerasan

Tabligh, juga merupakan sifat yang harus dipunyai pemimpin. Tabligh artinya, menyampaikan, yaitu menyampaikan gagasan, ide-ide dan kebijakan pembangunan (secara top down).

Tabligh juga bisa dimaknai secara button up, yaitu menyerap aspirasi dari masyarakat. Artinya, seorang pemimpin itu harus komunikatif dengan siapapun, humbel. Dalam istilah jawa, manjing ajur ajer.

Amanah, mengandung pengertian, seorang pemimpin yang melaksanakan mandat dan amanat rakyat. Seorang pemimpin adalah abdi masyarakat yang bekerja melayani kepentingan masyarakat.

Dalam demokrasi modern, seorang pemimpin bukanlah raja, yang meminta rakyat harus melayaninya. Seorang pemimpin adalah, khodimul jamaah, atau al imamu khodimul jamaah. Pemimpin adalah pelayan bagi rakyat.

Dalam era desentralisasi ini, termasuk proses pemilihan pemimpin secara langsung oleh rakyat adalah munculnya kekhawatiran bahwa pada nantinya, para pemimpin daerah akan menjadi raja-raja kecil di daerah.

Kekhawatiran ini nyatanya terbukti. Di beberapa daerah tingkat satu dan dua, kita mendapati bangunan-bangunan dinasti politik dan kekuasaan. Kekuasaan di daerah, diwariskan antar keluarga.

Rakyat tidak berdaya menghadapi realita ini. Itulah pentingnya pendidikan politik demokrasi secara masif kepada rakyat. Agar mereka dapat memilih pemimpin yang benar, dengan cara yang benar pula.

Penulis Toufik Imtikhani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button