Renungan Puisi dan Daya Kreativitas Hadapi Pandemi

NU CILACAP ONLINE – Di Desa Cigaru, di area pesantren Miftahul Huda, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, seorang penyair merenungkan dampak pandemi Covid-19, Renungan Puisi dan Daya Kreativitas Hadapi Pandemi.

Ia merenungi dunia batinnya serta kenyataan ketika manusia di seluruh dunia mengkarantina diri di dalam rumah. Ia pun memulai bait pertamanya, begini:

Takdir muram dunia ini
Kebingungan besar sejarah ini
Terimalah dengan kerendahan hati (…)
Kupersembahkan nyanyian panjang ini
Untuk bersama-sama mendengar
Suara-suara senyap dalam diri.

Penyair itu, Faisal Kamandobat, berusia 4o tahun. Ia menulis narasi panjang terangkai dalam 43 bait berjudul “Kesunyian Besar Umat Manusia”. Puisi yang ditulisnya memampangkan kesunyian nan muram akibat pandemi covid-19. Di baliknya tegaknya spiritualitas di dalam lubuk hati meski tempat-tempat ibadah terpaksa dikosongkan.

Renungan antara yang universal dengan yang partikular itu, tak hanya menjadi milik Faisal seorang. Dari Cilacap di Jawa Tengah melalui konektivitas digital, tujuh puluh seniman dari penjuru tanah air  tergerak menjalin kolaborasi membacakan puisi tersebut sebagai pesan perlunya kekuatan mental menghadapi masa-masa sulit.

Di sisi lain, kolaborasi juga wujud praktik seni yakni pentingnya kerjasama untuk meringankan beban satu sama lain di masa pandemi covid-19.

Kolaborasi Pembacaan Puisi Penulis & Seniman Indonesia

Para seniman secara daring dari kediaman masing-masing membacakan puisi “Kesunyian Besar Umat Manusia” dalam helatan “Bertahanlah di Rumah: Kolaborasi Pembacaan Puisi Penulis & Seniman Indonesia”, Rabu (20/5). Kolaborasi pembacaan puisi melibatkan seniman dari berbagai bidang dan cakupan wilayah.

Mereka adalah para sastrawan, musisi, aktor dan aktris, perupa serta videografer. Beberapa nama yang ikut berpartisipasi antara lain Prilly Latuconsina, Gunawan Maryanto, Heru Joni Putra, Heliana Sinaga, Frisca Aswarini, Andy Eswe, Irwan Jamal, Zulkifli Songyanan, serta para seniman lain dari Jakarta, Padang, Bandung, Jogyakarta, Denpasar, Papua dan daerah-daerah lain.

Inisiator kolaborasi yakni Zulfa Nasrullah dan Yopi Setia Umbara dari komunitas sastra Buruan, Bandung. Kolaborasi dirajut dalam rupa kolase audio visual berdurasi 20 menit yang dipublikasikan di situs web berbagi video.

Faisal Kamandobat mengatakan puisi yang ia tulis mengetengahkan realitas makro berupa karantina massal, perlambatan ekonomi, perlunya kepemimpinan di tengah krisis, dan terakhir terkait peningkatan tensi politik.

Medium puisi, ia pilih karena lebih mudah didistribusikan dengan cepat dan gampang, serta bisa menampung banyak renungan. Selain itu puisi juga lebih performatif dan sugestif untuk dipertunjukkan dalam bentuk kolosal.

“Saya ikut bersyukur puisi ini menjadi kegembiraan bagi banyak orang di masa pandemi,” kata Faisal yang sekaligus peneliti di Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities Universitas Indonesia (AWCPH-UI), Jakarta, Kamis (21/5).

Baca Juga:

Proses kreatif penulisan puisi, dikatakan oleh Faisal, ditulis dalam waktu singkat. Namun sebelumnya ia telah mengikuti informasi tentang wabah Corona sejak terjadi di Wuhan. Sebelum menulis puisi, ia juga memperkaya pengetahuan dengan melakukan diskusi dengan beberapa ahli untuk memprediksi dampak pandemi.

“Kendati ditulis di masa awal wabah, keseluruhan temanya tak jauh dari realitas makro yang diakibatkan oleh wabah ini,” kata penulis buku puisi Alangkah Tolol Patung Ini (2007).

Faisal mengatakan di masa pandemi ini terjadi karantina terhadap miliaran manusia di seluruh dunia. Masyarakat dengan “suka rela” menerima anjuran untuk didomestifikasi dari ruang-ruang publik. Situasi ini telah mengubah interaksi sosial secara langsung menjadi lebih berjarak dengan menggunakan wahana teknologi komunikasi.

“Ini merupakan rekayasa ruang, model sosialisasi, dan penerimaan kepatuhan terbesar dalam sejarah umat manusia,” kata Faisal mengurai pandangannya soal dampak pandemi covid-19.

Kreativitas Tak Boleh Mati

Inisiator kolaborasi pembacaan puisi, Zulfa Nasrullah menjelaskan sebagai respon terhadap pandemi, para seniman Indonesia dari berbagai genre kesenian dan daerah merasa terpanggil untuk ikut memberi sumbangan berupa empati, semangat dan visi pada masa pandemi yang tengah menguji kualitas dan kapasitas kemanusiaan.

Salah satu fungsi seni, ia tegaskan untuk memberi kekuatan mental di tengah masa-masa sulit. Seni memberi renungan yang segar dan mencerahkan agar dapat bertahan dan melewati tragedi yang sedang terjadi.

“Kerja kolaborasi dari para seniman ini untuk menunjukkan bahwa di tengah cobaan wabah, kita perlu untuk saling bekerjsaama satu sama lain agar beban yang kita tanggung menjadi lebih ringan dan mudah.” katanya.

Puisi “Kesunyian Besar Umat Manusia” ia nilai memiliki kandungan mengungkai berbagai tema yang saling  berkaitan satu sama lain, mulai alam, sosial, sains dan teknologi, serta spiritualitas terkait pandemi. Dengan kekayaan renungan dan nuansanya, diharapkan publik luas dapat memperoleh makna sesuai minatnya masing-masing.

Kolaborasi pembacaan puisi secara kolosal ini memakan waktu selama 2 bulan. Dimulai dengan pengenalan puisi kepada para pembaca, perekaman video, editing dan penciptaan musik latar. Mewujudkan kerja kreatif ini tak mudah, terutama mengajak kesertaan puluhan seniman yang terpisahkan ruang.

“Aditya Saputra bekerja melakukan editing video di belakang layar, dan Syarif Maulana beserta para musisi membuat komposisi sebagai latar puisi,” kata Zulfa melalui press release yang, Rabu (20/5) malam.

Tajuk dari karya kolosal ini #bertahanlahdirumah, sebagai pesan agar senantiasa displin, sabar dan tegar dalam menghadapi pandemi. Penting pula sikap serta saling menjaga dan membantu satu sama lain sambil memperkaya renungan, memperkuat mental dan meningkatkan kreativitas di tengah masa sulit.

Baca juga

“Tentu, di tengah masa pandemi yang berat ini, kolaborasi ini hanya sebuah sumbangan sederhana dari para seniman, namun semoga dapat memberi makna dan kegembiraan bagi bangsa ini,” kata inisiator komunitas sastra Buruan, Yopi Setia Umbara menjelaskan tujuan kolaborasi seni ini.

Bagi masyarakat yang hendak menyaksikan hasil kolaborasi ini dapat menyimak di kanal Buruan di Youtube dengan tajuk “Bertahanlah di Rumah: Kolaborasi Penulis dan Seniman Indonesia”, Video mulai tayang pada Rabu (20/5) Pukul 16.00 WIB. (Abdul Aziz Rasjid, Lesbumi NU Cilacap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button