Arti “Nihil Kepentingan” di Masyarakat Terorganisir
NU Cilacap Online – Nihil kepentingan ketika berkecimpung di dalam organisasi masyarakat rasanya suatu hal yang mustahil. Tapi bagaimana ia bisa diraih?
Tertarik dan mampu berkecimpung di dunia sosial kemasyarakatan yang terorganisir, memang butuh kesadaran dan effort yang besar melakukannya.
Organisasi sosial khusunya non profit berbasis pemberdayaan masyarakat merupakan bentuk pengabdian, sebenarnya tidak dapat ditawar bagi diri dan oleh diri; untuk seseorang yang menaruh perhatian dan kepedulian pada sosial kemasyarakatan yang besar tersebut.
“Maka hanya orang-orang yang selesai dengan diri mereka sendiri, orang yang mampu dan efektif bergelut dalam bidang-bidang sosial masyarakat, yang mencintai tanpa dituntut yang peduli tanpa diminta”.
Dibutuhkan sebuah kejelian dan ketajaman berpikir membaca kondisi, yang mana mengenali diri sangatlah penting sebelum terjun pada apa yang digeluti termasuk dalam bab memulai bergerak di bidang sosial kemasyarakatan itu.
Saya sendiri tidak sedang menampar diri, bagaiamana niat-niat kepedulian itu tiba-tiba datang tanpa saya sadari dan tiba-tiba saya kini tengah terlibat pada aktivisme sosial itu, yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Sudah tidak bisa disangkal lagi, ternyata saya turut berperan di sana dengan latar belakang yang bukan dari golongan ketokohan; disimpan sebagai memori sejarah diakui masyarakat luas secara terakui terjun dalam masyarakat.
Kini saya memang bergabung pada bentuk-bentuk pergerakan sosial itu meski tanpa nama, tanpa status sosial penggerak masyarakat sebelumnya dan tanpa membawa apapaun; hanya tenaga dan ide-ide gagasan saya yang bisa dituangkan sebagai hal kebaikan bersama.
Karena bagaimana menjadi berdaya bersama, menciptakan sebuah inovasi baru dalam masyarakat bersama, bagaimana bisa menjadi pelaku sekaligus bergerak di masyarakat secara bersama-sama. Ini sesuatu yang ajaib dan tidak pernah saya minta tetapi dengan sadar saya sedang melakukan itu.
Ketika diri dipaksa bergerak oleh dirinya sendiri, tersirat ada sebuah pertanggungjawaban sosial itu yang tidak dapat disangkal bahwa; “sudah, ini sudah seharusnya saya bergerak disana sebagai wujud bagaimana esksitensi hidup mampu berada di tengah masyarakat melalui kontibusi diri”.
Dan ketika direnungi secara mendalam, apakah orang yang benar-benar tergerak untuk berperan di masyarakat selalu dipandang naif dengan segala kontribusi yang ingin dibuatnya? Atau mungkin dengan tawaran popularitas, apakah bersosial di masyarakat yang terorganisir tanpa suatu kepentingan itu tidaklah mungkin?
Orang-orang yang nihil kepentingan bersosial dan bermasyarakat adalah mereka yang benar sudah selsai dengan diri mereka sendiri, cukup; bahkan lebih terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya hidupnya
Ruang-ruang yang menyekat pemandangan itu, sama sekali tidak ada dalam benak atau pikiran saya dan mungkin orang-orang yang tergerak secara sadar, bagaimana turut serta menciptakan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik tanpa berkepentingan pribadi.
Kepentingan akan popularitas atau kepentingan akan nilai-nilai polititis di tengah masyarakat merupakan upaya dari pemenuhan citra diri yang itu jika terjadi; tidak akan mungkin dilakukan oleh seseorang yang berjuang dari masyarakat kecil dan arus bawah, yang nilai pada popularitasnya mendukung itu sangat kecil.
Jika seseorang itu mengejar “popularitas” ruang-ruang media terbuka lebar, media itu paling mungkin untuk seseorang mendapat popularitas. Bagi seseorang yang ingin bergerak dalam ruang-ruang politik, masuk partai besar kemudian membeli popularitas sebagai politikus di televisi, itu akan lebih efektif dilakukan daripada bergerak di arus bawah menaikan pamor politik diri terjun pada kelompok masyarakat kecil.
Tetapi saya bergerak untuk tidak menjadi keduannya antara menjadi populer dan mempunyai kepentingan berpolitik. Saya tanpa sadar digerakan menjadi aktivis tanpa ingin dan akan mengejar semua itu, yang sebelumnya tidak saya ketahui.
Keduanya memiliki harga yang di ukur dengan finansial dan itu sangat mahal dengan berbagai efek domino yang digerakan dan dihasilkan, sedangkan kapasitas finansial yang tidak akan mencapai mengejar popularitas dan ruang politis itu adalah nilai yang sia-sia pergerakannya untu menuai hasil yang optimal.
Tanpa disadari peradaban sosial semua baik dampak ataupun hasil dari apa yang dikeluarkan. Memang menjadi daya tawar, bagaiamana sosial itu saling mendukung eksistensi hidup satu sama lain.
Tetapi, apakah semua kegiatan sosial masyarakat yang terorganisir mampu mendukung hidup dan mengahasilkan sesuatu untuk pribadi untuk eksistensialismenya?
Saya kira tidak semua memulai dan mengakhiri pada hasil itu, terkadang aktivisme seseorang yang terjun dalam masyarakat yang terorganisi melampaui; “menjadi professional tanpa perofesionalitas di belakangnya, melakukan pengabdian tanpa kata dan nama yang ingin disandang sebagai dan menjadi apa”.
Terkadang ruang-ruang yang luput dari pandangan akan kesadaran mendasar bersosial yang terorgaisir itu bahwa; terkadang tarik-menarik kepentingan menjadi ide dasar isu yang seksi untuk dihembuskan.
Namun semua itu, apakah dasar dari sebuah kepentingan itu ego diri atau justru tanpa ego turut mempunyai kepentingan yang berdasar pada cinta dan kepedulian?
Dalam kontribusi seseorang pada masyarakat yang terorganisir membuat suatu kerja-kerja sosial yang berdampak lebih luas bagi masyarakat secara sederhana dapat membedakan orang-orang yang mana berkepentingan untuk dirinya sendiri dan mana yang nihil kepentingannya dari bagaimana seseorang berjalan dan menuangkan ide-ide dasarnya.
Bersosial, lalu ujung dari sosial itu untuk kebaikan pemberdayaan masyarakat memang sulit terkenali garis besar perjuangnnya. Namun bukan tidak mungkin siapa-siapa yang benar-benar terjun tidak dapat mengenalinya, apa motif bersosial dan bermasyarakat itu.
Pandangan sosial bisa membedakan mana politikus murni dan mana negarawan atau aktivis dan organisatoris. Semua dapat dibedakan dengan nilai-nilai dasar yang mereka anut menjadi dasar dari perjuangan mereka.
Politikus jelas bahwa mereka ingin berkontribusi pada pembangunan Negara berharap bahwa ia juga terpenuhi eksistensialnya, profesional yang ingin terus dijunjung profesionalitasnya yang menyehatkan hubungan saling berkontribusi balik.
Negarawan adalah mereka yang berkontribusi pada pembangunan Negara yang tidak mengenal profesional atau tidak, ada daya tawar balik atau tidak. Mereka hanya bergerak pada yang memang butuh digerakan, berujung untuk kebaiakan bersama sebagai tujuan sebuah bangsa dan Negara tanpa ada kepentingan apapun dibelakangnya.
Aktivis dan organisatoris juga memiliki nilai yang berbeda, aktivis yakni mengawali ide besar untuk dirinya sendiri dan tujuan pribadi serta kepentingan gerakan dan ide perjuangnnya, tetapi seorang organisatoris, mereka membawa ide dari dalam diri untuk kebaikan bersama tanpa tujuan pribadi yang harus mereka capai.
Maka kembali, yang perlu di ketahui dikotomi kata semua itu, tentang aktivis, politikus, negarawan atau organisatoris; ada satu ungkapan lain bagi seseorang yang terjun dalam masyarakat sebagai bentuk pengabdian sosial.
Mereka yang tanpa disadari ikut terpanggil bergerak membangun bersama masyarakat yang teroragnisir dapat dikatakan orang-orang yang “nihil kepentingan” apapun, mereka terjun dalam bersosial-masyarakat.
Nihil kepentingan berarti orang yang secara sadar dan sukarela terlibat dalam kegiatan sosial masyarakat yang terorganisir. Tidak ada tujuan apapun selain berkontribusi saja pada pemberdayaan masyarakat tanpa berpikir profesonal atau profesionalitasnya dipenuhi.
Orang-orang yang nihil kepentingan bersosial dan bermasyarakat adalah mereka yang benar sudah selsai dengan diri mereka sendiri, cukup; bahkan lebih terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya hidupnya, yang mana hidup aman sehari-hari tanpa atau melakukan apapun secara lebih untuk dirinya sendiri, yang mana mereka bersosial untuk pemenuhan aktualisasi diri sebagaimana menjadi manusia. (Toto Priyono)
Baca juga Faktor Pasang Surut Aktivisme Organisasi