Kiai NU Jalur Keramat (Karomah)

NU Cilacap Online – Para Kiai di lingkungan organisasi NU banyak yang diidentikkan dengan keramat, kekeramatan atau karomah. Sebenarnya ini fenomena apa? Toufik Imtikhani menguraikan simpul dan pemahaman dasar tentang Kiai NU Jalur Keramat (Karomah), berikut ini:

Disiplin ilmu keislaman, banyak cabang dan ragamnya. Seperti Ilmu Tafsir, Quran dan Hadist, Ilmu Ushul, Ilmu Fiqh, Ilmu kalam, Ilmu Tauhid, Al Ushul al-Din, Tasawuf, Mantiq, Ilmu Falak, Ilmu Akhlak dan lain sebagainya

Kesemua cabang ilmu itu di pesantren-pesantren NU, dipelajari. Ada yang merupakan “mata kuliah” wajib, seperti akhlak, ilmu alat dan ilmu fiqh dasar. Semua ilmu itu dipelajari sesuai dengan tahapannya masing-masing.

Kemudian setelah tahap dasar, dikembangkan berdasarkan bakat masing-masing santri. Ada yang menekuni hafalan qur’an, tafsir, fiqh, ushul, mantiq, dan sebagainya. Sehingga kemudian melahirkan ulama yang mempunyai keahlian berbed-beda. Ada ahli tafsir, hadist, fiqh, falak, dan sebagainya.

Tentu keahlian di atas bukan hegemoni NU, walaupun secara kualitas, para kiai NU lebih baik dibanding kelompok lain. Tapi ada jalur ilmu yang tidak dimiliki oleh ulama dari kelompok lain, kucuali hanya di NU, di Indonesia khususnya, yaitu apa yang saya sebut sebagai Kiai NU Jalur Keramat (Karomah).

Kiai NU Jalur Keramat (Karomah) biasanya, dan pasti, menekuni ilmu tasawuf, bukan sekadar secara teoritis, tapi dalam thoriqoh, dalam tarekat, dalam praktek dan uswah. Suatu ilmu yang oleh kelompok lain dianggap bid’ah. Karomah, dituduh khurafat dan takhayul. Tapi ini ada di NU.

Baca juga Tasawuf Aswaja

Kiai sufi yang penuh dengan karomah ini sering dianggap Waliyullah, karena berdasarkan kesaksian murid-muridnya sering menampakkan karomah. Karomah ini sebetulnya suatu anugrah, bukan ilmu yang bisa dipelajari. Karomah pada kiai atau wali, itu seperti mukjizat pada Nabi atau ma’unah pada orang biasa. Semua itu hujjah untuk menunjukkan kebesaran Allah. Jadi, bukan khurafat, juga bukan takhayul.

Jenis Kiai model begini memang hanya ada di NU. Mereka figur yang berbeda, bahkan di kalangan NU sendiri. Jumlahnya terbatas. Kiai yang ‘alim sekalipun, belum tentu oleh masyarakat dianggap keramat. Sebelum menampakkan kegaiban-kegaiban dan keajaiban yang bersifat irrasional.

Kiai Kholil Bangkalan, diyakini sebagai wali, yang penuh dengan keramat. Salah satu dari sekian bentuknya keramat beliau adalah, pergi ke Makkah dengan daun kerocok,sejenis aren, melalui lautan.

Setelah Kiai Kholil, muncul Kiai Hasyim Asy’ari, murid Kiai Kholil. Salah satu keramat terbesar Kiai Hasyim saya yakini adalah NU itu sendiri. Jika tidak didirikan oleh seorang wali yang penuh keramat, NU sejak dulu kala tetap kecil, bahkan hilang dari sejarah dunia. Karena karomah Mbah Hasyim, NU kini semakin besar dan mendunia.

Muncul kemudian Kiai-kiai yang punya keramat lainnya dan diyakini sebagai wali oleh masyarakat, dan kisah-kisahnya sangat masyhur dari mulut ke mulut. Seperti Mbah Salam, Pati, Mbah Abdul Hamid Pasuruan, Mbah Abdul Hamid Kajoran, Magelang, Gus Miek, Kediri.

Gus Miek, misalnya, dikenal sebagai wali majdzub yang penuh dengan karomah. Dakwahnya tidak biasa. Beliau berdakwah kepada kelompok marginal yang justru dihindari oleh para pendakwah. Tempat-tempat dakwahnya pun bukan hanya di lembaga keagamaan, tapi justru di tempat-tempat yang dianggap kotor oleh orang kebanyakan.

Gus Dur, dikenal sebagai, kata Mitsua Nakamura, tokoh Dzu Wujuh, Seribu wajah. Gus Dur pun dianggap wali. Posisinya di mata warga NU sudah sampai pada tahap can do no wrong. Ia dianggap tidak pernah salah. Orang-orang non-muslim pun banyak mencintainya.

Selama hidupnya Gus Dur dianggap sebagai wali. Dan ketika wafatnya, derajad kewaliannya lebih nampak. Jutaan orang hadir takziah pada saat wafatnya. Ribuan orang tiada henti berziarah ke makamnya di Jombang. Kematiannya memberikan penghidupan kepada orang-orang yang masih hidup. Sebagaian orang merekognisi Gus Dur sebagai wali ke-10 di tanah Jawa.

Baca Artikel Terkait:

Guru Sekumpul, Martapura, dikenal sebagai Wali Qutub. Karomahnya nampak lebih jelas pada saat haul wafatnya. Jutaan orang berkumpul di Martapura, tempat Beliau di lahirkan dan wafat. Tepatnya, daerah Sekumpul yang kemudian dinisbatkan kepada nama Beliau, Guru Sekumpul.

Kemudian ada Mbah Maimoen Zubair, yang katakanlah pada 50 tahun terakhir, menjadikan Sarang, Rembang, sebagai simpul-simpul perkembangan ilmu ke-islaman. Dapat dikatakan bahwa di Jawa, khususnya Jawa Tengah, Sarang adalah mercusuar ilmu Islam. Dengan apalagi, kecuali karena faktor Mbah Moen yang berhasil melahirkan generasi-generasi ulama muda, macam Gus Najih, Gus Baha, Gus Ghofoer, Gus Anam Banyumas, dan lain-lain. Semua karena karomah Mbah Moen.

Dari kalangan Habib, ada Habib Sholeh Tanggul, Habib Neon, Habib Abu Bakar Gresik, Habib Kwitang, Habib Munzir Jakarta, dan terakhir, yang baru wafat, Habib Jakfar Al Kaff, Kudus.

Dan tak ketinggalan tentu Maulana Habib Lutfi Pekalongan, yang menjadi oase bagi umat yang mengalami dahaga spiritual.Setia melayani umat tanpa pandang bulu. Dan tentu selevel Beliau patut diperankan ulamanya NKRI. Karena Beliau sangat mencintai NKRI.

Semua tersebut di atas, diyakini sebagai waliyyullah yang dianugerahi kekeramatan. Sebagian besar bahkan percaya, bahwa wali-wali itu dijadikan oleh Allah sebagai himayah, atau paku, yang berfungsi menjaga stabilitas alam, baik alam jasmani maupun alam ruhani suatu wilayah, agar dijauhkan dari malapetaka dan bencana dari sisi Allah. Wallahu a’lam bishshowab.

Pojok Cilacap, 190221

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button