Living Hadits dan Aswaja (Ahlussunnah Wal Jamaah)
NU Cilacap Online – Living hadits berhubungan erat dengan paham dan manhaj keagamaan Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) baik dalam tradisi tulis, lisan maupun praktik yang tercermin dalam penerapan ubudiyah, ibadah, amaliyah dan amalan keagamaan sehari hari umat Islam penganut paham Aswaja.
Living Hadits
Ada beberapa definisi dan pengertian tentang living hadits. Di antaranya, Living Hadits adalah satu bentuk kajian atas fenomena praktik, tradisi, ritual, perilaku keagamaan yang hidup dan berkembang di masyarakat yang memiliki landasan kepada hadits Nabi Muhammad SAW.
Menurut Muhammad Alfatih Suryadilaga, Living Hadits adalah gejala yang nampak di masyarakat berupa pola-pola perilaku yang bersumber dari hadits Nabi Muhammad SAW. Pola-pola perilaku di sini merupakan bagian dari respons umat Islam dalam interaksi mereka dengan hadits-hadits Nabi.
Sementara itu, pengertian lain mendefinisikan Living Hadits sebagai kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran atau keberadaan hadits di sebuah komunitas muslim tertentu.
Dari sana, maka akan terlihat respon sosial (realitas) komunitas muslim untuk membuat hidup dan menghidup-hidupkan teks agama melalui sebuah interaksi yang berkesinambungan. Respon keagamaan ini mudah ditemui dalam praktik hubungan Living Hadits dan Aswaja di kalangan Madzhab Sunni (Aswaja).
Living Sunnah
Intelektual Muslim Fazlur Rahman memiliki pengertian senada, Living Hadits atau Living Sunnah sebagai aktualisasi tradisi yang hidup yang bersumber dari Nabi Muhammad saw kemudian dimodifikasi dan dielaborasi oleh generasi setelahnya sampai pada masa prakodifikasi dengan berbagai perangkat interpretasi untuk dipraktikan pada komunitas tertentu.
Fazlur Rahman, dipandang sebagai penggagas living sunnah era modern. Living sunnah menggunakan perspektif historis dalam menelisik jejak tradisi Nabi Muhammad SAW yang tenggelam, sebagai implikasi dari hadits yang diverbalisasikan.
Sementara living hadits menggunakan perspektif fenomenologis dalam mengungkap tradisi dan struktur budaya yang bersumber dari hadits Nabi Muhammad Saw. Bahwa keduanya merupakan keilmuan yang saling berkaitan.
Dalam konteks Living Hadits dan Aswaja, Ulama-Ulama Ahlussunnah wal Jamaah menempatkan Hadits sebagai korpus yang komprehensif; tidak sekadar praktik, melainkan juga ilmu di dalamnya.
Living Hadits dan Aswaja
Hadits merupakan sumber kedua (yang pertama adalah Al-Qur’an) yang menjadi sumber pokok Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) dalam menentukan hukum (Islam). Ya, dengan hadits (al-sunnah), tentu maksudnya adalah juga Sunnah Rasulullah Muhammah SAW.
Al-Sunnah berarti jalan, dan dalam istilah berarti jalan yang diridai karena dilalui Nabi Muhammad SAW, para shahabat, dan para ulama. Dari pengertian ini muncul istilah Ahlussunnah, Ulama Ahlussunnah hingga Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) sebagai paham dan manhaj.
Living Hadits dan Aswaja menemukan titik singgungnya saat Aswaja menempatkan Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua. Sehingga, kelompok aliran atau golongan umat Islam yang menganut paham Aswaja sangat erat dan kental dengan nuansa Living Hadits/Living Sunnah.
Bagi penganut Aswaja seperti Ulama dan Umat Islam dalam Perkumpulan Nahdlatul Ulama (NU), figur Nabi Muhammad SAW menjadi tokoh sentral. Eksistensi Nabi Muhammad SAW dalam hal Hadits dan atau Sunnah nya diikuti oleh umat Islam Aswaja sampai akhir zaman.
Ahalussunnah Wal Jamaah, Ulama Aswaja hingga warga NU sebagai penganut dan pengamal Islam Aswaja mendasarkan praktik Living Hadits / Living Sunnah pada 2 ayat Al-Qur’an berikut ini:
Pertama, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 44,
وَاَنْزَلْنَا اِلَيْكَ الذِكْرَ لِتُبَيِنَ لِلنَّاسِ مَانُزِلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan”. (An-Nahl : 44)
Kedua, Allah SWT juga berfirman dalam Al-Qur;an Surat al-Hasyr ayat 7
وَمَاءَاتَكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَانَهكُمْ عَنْهُ فَانْتَهَوْاوَاتَّقُوْااللهَ, اِنَّ اللهَ شَدِيْدُاْلعِقَابِ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras sikapnya”. (Al-Hasyr: 7).
Kedua ayat tersebut di atas jelas bahwa Hadits atau Sunnah menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an dalam menentukan hukum.
Implementasi Living Hadits – Sunnah
Bagaimana umat Islam penganut paham manhaj Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) mengimplementasikan Living Hadits atau LIving Sunnah?
Pertama, penyampaian terus menerus atas hadits Nabi Muhammad SAW dalam setiap kajian dan pengajian khas Aswaja. Ini bentuk lisan dari Living Hadits.
Kedua, menuliskan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dalam bentuk karya; tulisan, makalah, buku, materi ke-Aswaja-an hingga kitab mu’tabar.. Juga menjadikannya sebagai rujukan. Ini bentuk tulisan dari Living Hadits.
Ketiga, mengaplikasikan ajaran Islam sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad dalam konteks ruang dan waktu yang berbeda. Dan Ini bentuk praktik dari Living Hadits.
Antara lisan, tulisan dan praktik ketiganya tidak bisa terpisahkan dari implementasi Living Hadits. Oleh sebab itu, dalam tradisi Fikrah Aswaja dan lebih khusus lagi Fikrah Al Nahdliyah, selalu ada upaya-upaya mengaplikasikan dan mengimplementasikan hadits dalam konteks yang lebih luas. Seperti dalam urusan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan hukum.
Dengan demikian, living hadits merupakan sebuah tulisan, bacaan dan praktik dalam perilaku komunitas masyarakat tertentu sebagai upaya untuk mengaplikasikan dan mengimplementasikan hadits Nabi Muhammad SAW dalam tradisi keagamaan sehari-hari, khususnya oleh Umat Islam Ahlussunnah Wal Jamaah dan warga NU.
Baca juga Living Hadits Dan Konstruksi Tradisi Pembacaan Shalawat