99 Prinsip Jam’iyyah Ruqyah Aswaja (JRA), Apa Saja?
NU Cilacap Online – Apa saja 99 prinsip Jam’iyyah Ruqyah Aswaja (JRA),? Artikel ini memuat 99 Prinsip Jam’iyyah Ruqyah Aswaja (JRA) tentang Aqidah, Prinsip Dasar Meruqyah, Gangguan Ghaib.
99 Prinsip Jam’iyyah Ruqyah Aswaja (JRA)
Aqidah
1. Meyakini Allah SWT sebagai sang penyembuh, bukan pada bacaan-nya.
2. Alqur’an adalah obat pertama dan utama bagi makhluk (manusia/jin/hewan) yang sakit.
3. Luruskan-lah Aqidah Marqi, bahwa peruqyah/dokter tidak bisa memberikan garansi kesembuhan, Kesembuhan adalah mutlak Hak Allah Subhanahu Wata’ala.
4. Pada hakikatnya, tak satupun peruqyah yang mampu mengeluarkan dan mengislamkan bangsa jin tanpa izin Allah Subhanahu Ta’ala
5. JRA melarang para praktisi meyakini suatu benda atau herbal mendatangkan manfaat dan madhorot.
6. Tujuan Akhir dalam meruqyah adalah Ibtighou Mardhotillah (mencari Ridho Allah Allah Subhanahu Ta’ala), sedangkan kesembuhan adalah anugrah dari Allah Subhanahu Ta’ala
7. Tidak boleh mengatakan atau menjadikan Alqur’an sebagai pengobatan alternatif.
Prinsip Dasar Meruqyah
8. Ketika Masuk JRA berniatlah dakwah Bil Qur’an.
9. Mengoabati diri sendiri ataupun orang lain dengan alqur’an adalah anjuran Allah SWT Subhanahu wata’ala, maka kita mengutamakan apa yg diperintah Allah SWT daripada anjuran selain Allah SWT termasuk manusia.
10. Bertawakal kepada Allah SWT Subhanahu Wata’ala atas hasil ruqyah yang dilakukan.
11. Ikhlas tanpa berharap imbalan dalam meruqyah.
12. Mampu meruqyah bukanlah sebuah keistimewaan, kehebatan, kelebihan atau maunah yang patut dibanggakan.
13. Berusahalah semaksimal mungkin membantu para marqi menggapai kesembuhan tanpa harus berbagga diri
14. Meruqyah adalah salah satu bentuk ta’abud (menghamba) kepada Allah SWT Subhanahu Wata’ala.
15. Utamakan dakwah bil qur’an tanpa harus mengetahui gangguan pada marqi itu medis atau non medis.
16. Pasca menerapi, ajarkan ruqyah mandiri kepada pasien (Marqi) untuk menjadikan alqur’an sebagai syifa’ (obat) minimal surat Al-fatihah.
17. Tidak boleh kecewa dengan hasil ruqyah, lantas bersu’udzon kepada Allah SWT jikalau marqi belum di sembuhkan Allah SWT Swt.
18. Tidak boleh menyebarkan photo/video marqi tanpa izin terlebih dahulu.
19. Tidak boleh meruqyah orang lain sebelum meruqyah keluarganya sendiri walaupun penyakit-nya belum disembuhkan Allah .
20. Tidak boleh berkata kotor ketika menangani marqi.
21. Tidak boleh merokok ketika menangani marqi.
22. Tidak boleh memerintahkan marqi untuk membuka Aurat-nya.
23. Tidak boleh mematok harga kepada marqi.
24. Tidak boleh Taladzuz (merasa keenakan) ketika menyentuh marqiyyah
25. Tidak memaksa orang yang tidak mau untuk diruqyah, cukup dengan diruqyah makanan atau pakaian yang sering dipakai-nya.
26. Tidak boleh meruqyah standart yang menyebabkan muntahan pada marqiyah yang sedang mengandung atau hamil.
27. Tidak boleh Ihtilath atau empat mata ketika seorang raqi meruqyah marqiyyah (pasien perempuan) tanpa di dampingi mahrom atau teman perempuan-nya
28. Tidak boleh berharap marqi kesurupan, yang diharapkan ketika prosesi ruqyah adalah kesembuhan bukan kesurupan atau reaksi.
29. Tidak boleh meruqyah Marqi terus menerus tanpa jeda sehingga membuat tubuh marqi menjadi ngendrof.
30. Tidak boleh menggantungkan pada salah satu metode, namun tetap bersandar kepada Allah SWT Subhanahu Wata’ala.
31. Tidak semua calon praktisi serta merta dapat menjadi anggota/praktisi JRA, Calon Peserta harus mendapatkan katagori “A” sebagai simbol di izini dalam meruqyah dan bergabung dengan JRA.
32. Wajib memakai sarung tangan atau kain tebal ketika menangani marqiyah yang bukan mahrom-nya
33. Senantiasa menjaga privasi dan Aib marqi
34. Terapi-lah marqi dengan cinta, kasih sayang dan etika seolah-olah kita merasakan sakit yang ia alami.
35. Ketika meruqyah baik roqi maupun marqi wajib menutup Aurat.
36. Jangan memperlakukan marqi seperti musuh dengan menvonis sebelum melakukan diagnosa misalkan dengan mengatakan “salah kamu memakai jimat, percaya tahayul, ngamalin amalan bid’ah, dll.”
37. Jika ingin menasehati marqi hendaklah memakai uslub atau tutur kata yang baik, Raqi hendaknya menghargai marqi yang telah merelakan waktunya untuk datang mencari kesembuhan.
38. Menanyakan terlebih dahulu kepada Marqi mengenai keluhan dan tindakan medis/herbal yang sudah dilakukan.
39. Senantiasa membentengi Keluarga, Anak, Istri, Suaminya dan keluarga-nya dengan dzikir sakron atau ayatul hifdz.
40. Memotivasi Marqi agar yakin bahwa semua penyakit atau musibah yang di alami-nya pasti akan berlalu dengan izin Allah SWT Subhanahu Wata’ala
41. Mengarahkan Marqi untuk selalu berpikir positif dan memaafkan kepada siapapun terutama orang-orang yang ia benci atau membencinya.
42. Jika penyakit marqi murni medis, maka ruqyah wajib disergikan dengan herbal
43. Dilarang melayani kasus perselingkuhan, perzinaan dan tumbal pesugihan serta perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada dunia klenik
44. Dilarang membicarakan aib dan merendahkan sesama praktisi.
45. Praktisi JRA dilarang memasang papan nama JRA dirumah-nya sebelum lulus sertifikasi yang di adakan oleh pengurus pusat.
46. JRA tidak mengharamkan jimat (tamimah) secara mutlak, JRA membolehkan jika jimat yang dimaksud menggandung bacaan alqur’an dan tidak mengundang bangsa jin atau mengandung unsur kesyirikan.
47. JRA melarang bacaan ruqyah di tulis kemudian di bawa di dompet atau di konsumsi.
48. JRA mewajibkan para anggota-nya melantunkan bacaan al-Qur’an dengan benar, tartil dan fashohah, benar makhorijul huruf dan sifatul huruf-nya sesuai kaidah tajwid, jika praktisi belum mampu melantunkan bacaan sesuai tajwid maka pengurus cabang diwajibkan mengajukan pembinaan ke Pengurus Pusat JRA.
49. JRA melarang tepukan di daerah sensitif yang dapat berpotensi menimbulkan fitnah seperti daerah kepala, Wajah, alat vital, ulu hati, tenggorokan Dll.
50. JRA melarang memakai benda najis atau mutanajis untuk sarana meruqyah seperti tulang babi, air comberan dll.
51. JRA melarang praktisi-nya menepuk marqi sambil marah.
52. JRA melarang baca’an-baca’an yang tidak di pahami makna-nya.
53. JRA membolehkan baca’an / sholawat yang di pahami makna-nya, meskipun tidak mu’tabar.
54. JRA melarang meruqyah di tempat najis atau mutanajis.
55. JRA melarang meruqyah di tempat angker, karena itu hampir sama hal-nya dengan mediumisasi massal.
56. JRA melarang media-media yang di pakai dalam dunia perdukunan seperti kol buntet dan bulu perindu.
57. JRA mendukung program Terapy Qur’ani, sehingga minimal setiap muslim mampu meruqyah keluarga dan diri-nya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain
58. JRA dalam berpolitik bersifat Netral
59. JRA secara kultural mengikuti Ormas dan para Kiai/Ulama’ Nahdlatul Ulama’
60. JRA berpegang teguh pada Ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Beraqidah Al-Asy’ariyyah, Bermadzhab dengan salah satu 4 madzhab dan bertasawuf mengikuti Ulama’-Ulama’ Shufi.
61. JRA Ikut andil dalam menjaga keutuhan NKRI dan melawan semua Ideologi yang menggerogoti Pancasila.
62. JRA melarang praktisinya memakai logo JRA untuk kepentingan pribadi.
63. JRA melarang praktisi-nya menjual produck yang mencantumkan logo JRA tanpa izin dari Pengurus Pusat.
64. JRA mewajibkan pengurus cabang JRA, melakukan pengobatan masal / pelatihan ruqyah mandiri / pelatihan terapi qur’ani / ruqyah masal minimal 1 bulan sekali.
65. JRA melarang mengadakan ruqyah massal tanpa RTL (rencana tindak lanjut)
66. JRA melarang praktisinya menghina atau melecehkan komunitas ruqyah selain JRA.
67. JRA menekankan menghidupkan sunnah-sunnah Nabi (Ihyaus Sunnah) sebagai benteng Ghaib baik roqi maupun marqi.
68. JRA membolehkan para anggotanya untuk uji coba metode ruqyah selama tidak bertentangan dengan syariat dan 3 syarat di perbolehkan ala Ibnu Hajar Al Asqolani serta mendapat izin dari ketua dewan pembina.
69. JRA menekankan praktisi-nya agar senantiasa terus melakukan dzikir dan mengaplikasikan ilmu akhlak (tasawuf) baik ketika berhubungan dengan manusia ataupun bangsa jin.
Gangguan Ghaib
70. Cara mengusir bangsa jin dari tubuh manusia sangatlah banyak, namun jika seseorang menggunakan cara-cara yang telah di ajarkan oleh Rasulullah, maka orang tersebut termasuk golongan orang yang Mutii’ (Ta’at) kepada Allah dan Rasul-Nya
71. Marqi yang terindikasi gangguan sihir tidak boleh hanya diruqyah namun harus dijalankan SOP penanganan sihir.
72. Jika Marqi terindikasi gangguan ghaib maka setelah terapi ruqyah marqi tidak boleh melakukan 4 sifat yang menjadi “pintu masuk” nya jin yakni marah, takut, sedih, ghoflah (lalai dari Allah / pikiran kosong)
73. Jika Marqi terindikasi sihir buhul luar maka yang di ruqyah pertama kali adalah rumah-nya dan cari ikatan ghaib-nya.
74. Jika Marqi terindikasi sihir buhul dalam maka ajarkan ruqyah mandiri yang di sinergikan dengan herbal pendukung kesembuhan-nya minimal selama seminggu.
75. Menolak pengakuan Jin yang menyebutkan nama seseorang sebagai pelaku sihir atau majikan-nya untuk menghindari fitnah.
76. Jika Reaksi marqi Frontal tidak boleh melakukan kekerasan pada marqi seperti mencambak, mencekik, menendang, menggorok bahkan memukul.
77. Ketika prosesi Ruqyah yang dibolehkan hanyalah tepukan dan bukan pukulan.
78. Dilarang tepukan keras atau tepukan yg menggunakan benda keras sehingga membuat memar/luka di tubuh marqi.
79. Bagian tubuh yang diperbolehkan di tepuk adalah punggung, lengan, telapak kaki.
80. Wajib membentengi Marqi yang terindikasi gangguan ghaib pasca prosesi ruqyah.
81. Ajarkan Tahsinat / Perbentengan kepada marqi dengan Yasin Ayat 9, dzikir sakron atau fakkus sihr jika memang marqi terindikasi gangguan sihir.
82. Jin diciptakan bukan untuk diburu, dibunuh atau dijadikan budak mencari duniawi namun bangsa jin diciptakan Allah SWT Swt tidak lain untuk beribadah kepada Allah SWT Swt oleh sebab itu dakwahilah mereka agar senantiasa beribadah dan menyembah Allah SWT Swt.
83. Mengobati orang dengan memakai bantuan bangsa jin, maka hakikatnya merendahkan kedudukan manusia sebagai “kholifah fil ard”, bukankah diperintahkan sujud kepada Nabi Adam! Lalu mengapa kita harus memohon bantuan keturunan Iblis tersebut sedang disisi lain janji Allah SWT bahwa alqur’an adalah syifa’ maka sungguh hinalah orang yang meminta bantuan bangsa jin.
84. Motivasi marqi untuk membuang rasa takut pada jin atau sihir.
85. Mengutamakan unsur dakwah pada jin dan manusia ketika meruqyah bukan sekedar mengeluarkan jin.
86. Tidak boleh mengunakan bantuan bangsa jin (khodam) meskipun muslim.
87. Tidak boleh mengkambing hitam-kan atau menuduh bangsa jin sebagai pelaku dari penyakit seseorang kecuali sesudah adanya tasykhis (diagnosa) terlebih dahulu
88. Tidak boleh menyatakan bahwa dalam tubuh marqi/marqiyyah terdapat jin dalam jumlah tertentu.
89. Tidak boleh menyatakan dalam diri Marqi ada eksistensi bangsa jin
90. Tidak boleh sepenuhnya mempercayai ucapan jin tanpa adanya taskhis (diagnosa) dan menampilkan bukti/indikasi kuat terlebih dahulu.
91. Tidak boleh mengatakan bahwa semua jin itu kafir.
92. Tidak boleh menvonis seseorang misal dia terkena sihir/ain/gangguan jin tanpa melakukan diagnosa dan ruqyah terlebih dahulu.
93. Tidak memaksa Jin untuk masuk Islam
94. Tidak boleh takut kepada Ancaman bangsa jin atau dukun.
95. Tidak boleh mengadakan perjanjian kepada bangsa jin.
96. Tidak boleh menggunakan Terawangan, apapun alasanya.
97. Menjaga anggota tubuh dari perbuatan-perbuatan yang mengantarkan kepada kesyirikan, Keluar dari Islam (Murtad) dan Bid’ah Dholalah
98. Menjaga selalu hati agar selalu dzikir kepada Allah SWT Subhanahu Wata’ala dan menghindari perbuatan yang mendatangkan kemurkaan Allah SWT Subhanahu Wata’ala.
99. Jika marqi terindikasi ‘Ain maka Ruqyahlah satu keluarga untuk menemukan sumber ‘Ain, namun bila tidak menemukan sumber-nya ajarkan ruqyah mandiri dengan ayat-ayat tentang ‘Ain selama seminggu.
Demikian 99 Prinsip Jamiyyah Ruqyah Aswaja dinukil dari Website JRA TEAM Wijayakusuma Cilacap