Makna Terdalam Multikulturalisme dari Rihlah Rohani Gus Ulil
NU CILACAP ONLINE – Merawat dan mengerti multikulturalisme berarti mampraktikan dan memahami makna; bahwa perbedaan adalah sesuatu yang tidak akan bisa dilawan, melainkan dirangkul sebagaimana adanya harmoni kehidupan.
Berkaca apa yang dilakukan oleh Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) yang telah menjalani rihlah rohani (perjalanan rohani) ke Kampung Sawah, Kecamatan Pondokmelati, Kota Bekasi yang dokumennya diproduksi oleh Alif.id bekerja sama dengan kementrian agama yang Video dokumenternya dibedah di Auditorium HM Rasjidi, Gedung Kemenag RI, pada Kamis (7/4/2022).
Memaknai Multikulturalisme
Menjadi sebuah pengertian dari wawasan yang sangat penting dalam memaknai multikulturalisme yang sesungguhnya; di mana setiap bentuk perbedaan tidak ada garis-garis yang memisahkan melainkan sebagai symbol dari adanya tali persaudaraan sesama manusia dengan preferesni akan keyakinan dan ideologinya masing-masing.
Seperti yang tergambar dalam video dokumenter rihlah rohani Gus Ulil yang mengunjungi tiga rumah ibadah agama, yang sebelumnya telah ada di Kampung Sawah, yang letaknya sangat berdekatan; yaitu Masjid Al-Jauhar, Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah, dan Gereja Katolik Santo Servatius Paroki Kampung Sawah.
Kesumua keberadaannya yang dekat itu menjadi bukti peradaban multikultur yang sudah ada sejak lama. Secara turun-temurun, warga Kampung Sawah hidup berdampingan, meski berbeda agama dan keyakinan.
Sebagian besar dari leluhur atau para tetua di sana “Kampung Sawah”, melakukan perkawinan beda agama sehingga anak-anak keturunannya mewarisi praktik toleransi beragama di dalam keluarga.
Maka menjadi menarik ketika pembahasan harmoni dalam perbedaan ini disampaikan kepada masyarakat luas oleh Gus Ulil melalui kanal Youtube Alif.id; yang mana pembelajaran dan praktik-praktik tolerasi yang diwariskan oleh leluhur di kampung sawah dapat menjadi cermin; bahwa merawat multikulturalisme merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siapapun dari latar belakang apapun.
Tentu merawat dan menyadari multikulturalisme, seseorang dapat membuka wawasan dan praktik-praktik keberadaban dalam memaknai perbedaan yang melekat pada sesama manusia baik agama, budaya, dan perbedaan cara hidup lain yang jelas merupakan sebuah ketetapan yang ditentukan keilahian sebelumnya.
Dalam perjalanan rohani atau rihlah rohani yang Gus Ulil lakukan, tiga tempat rumah ibadah dikunjunginya di Kampung Sawah memotret dan mendokumentasi secara apik membuka kesadaran, yang mana praktik-praktik dalam tolerasi beragama, berbudaya, dan pandangan hidup.
Menjadi padangan-pandangan modern yang sudah seharusnya di akui sebagai keterbukaan pada pola hidup setiap manusia; bahwa suatu perbedaan adalah anugrah keilahian yang harus disepakati bersama dan tidak dapat ditawar keberadaannya.
Masjid Al-Jauhar
Gus Ulil menemui KH Rahmadin Afif, tokoh Muslim di Kampung Sawah sekaligus Imam Besar Masjid Al-Jauhar dan Ketua Yayasan Pendidikan Fisabilillah. Kiai Rahmadin mengungkapkan bahwa kakek dan neneknya adalah pasangan beda agama, sehingga ia tidak lagi kaget dengan perbedaan yang ada.
Kiai Rahmadin juga menyebut, kerukunan umat beragama jangan dimaknai sebagai upaya meyakini akidah orang lain. Selama yang dilakukan tidak menyangkut soal akidah, Kiai Rahmadin mengizinkan para santri dan keluarganya untuk menjalin silaturahim kepada umat Kristen. Misalnya, memberikan lahan parkir kepada Jemaat Kristen yang hendak beribadah di GKP Kampung Sawah.
Gereja Katolik Santo Servatius
Perjalanan Gus Ulil dilanjutkan. Ia menemui Pastor di Gereja Servatius Romo Yohanes Wartaya. Berlatar patung Bunda Maria yang terletak di belakang gereja, Gus Ulil dan Romo Yohanes larut dalam perbincangan yang mengesankan.
Romo Yohanes sudah sepuluh tahun bertugas di Gereja Servatius. Ia bercerita, pada saat pertama kali menjadi pelayan di sana. Ia sempat kaget karena dalam setiap perjumpaan peribadatan seperti misa atau kebaktian; para umat Katolik selalu mengenakan pakaian yang selama ini diidentikkan dengan busana Muslim, padahal pakaian kebudayaan Betawi.
Mereka, umat Katolik Gereja Servatius, kerap memakai peci hitam, sarung yang dikalungkan di leher, dan baju koko. Sementara kaum perempuannya mengenakan kebaya ala Betawi. Di Gereja Servatius, pada hari-hari tertentu menggunakan bahasa Betawi di dalam peribadatannya. Adat istiadat Betawi di Kampung Sawah, hingga kini, sangat dijaga melalui upacara-upacara keagamaan.
Berkunjung ke GKP Kampung Sawah Perjalanan pun dilanjut. Gus Ulil kemudian mengunjungi GKP Kampung Sawah. Inilah rumah ibadah tertua di sana. Usianya sudah ratusan tahun. Di sana, Gus Ulil berbincang santai dengan Pendeta William Alexander dan Pendeta Yoga Willy Pratama. Kedua pendeta ini menyampaikan informasi bahwa toleransi dan kerukunan umat beragama bagi warga Kampung Sawah sudah terjalin sejak bayi.
Rihlah Rohani Gus Ulil
Memaknai perjalanan rohani atau rihlah rohani Gus Ulil di Kampung Sawah, menandakan bahwa sikap toleran sendiri tidak ada batas budaya dan sosial. Meski pilihan akan sesuatu yang diyakini setiap orang menjadi perbedaan.
Tetapi Indonesia adalah representasi multikultur tersebut, di mana dengan budaya yang telah ada sejak lama, apapun latar belakang keyakinannya akan terbentuk secara alamiah yang sinkretis antara agama dan budaya Indonesia (Nusantara).
Adanya toleransi yang nyata pada cikal bakal Negara Indonesia sendiri dapat terlihat dari adanya masjid istiqlal Jakarta dan Gerja Katerdal Jakarta sebagai icon kemerdekaan Indoensia.
Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Nasar ingin menjadikan Masjid Istiqlal terbuka untuk siapa saja, sebagaimana ajaran Nabi Muhammad yang membuat masjid sebagai pusat peradaban bagi masyarakat.
Disisi lain, Uskup Agung Jakarta Romo Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, menjelaskan pula mengenai terowongan silaturahmi yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.
Di dalam terowongan yang menjadi simbol toleransi antarumat beragama ini akan dibuat sebuah hiasan yang menggambarkan sejarah bangsa Indonesia. Mulai dari Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, hingga Proklamasi Kemerdekaan RI.
Kampanye Toleransi
Menteri Agama (Menag) RI H Yaqut Cholil Qoumas sendiri usai menyaksikan video dokumenter rihlah rohani Gus Ulil menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya. Ia mengungkapkan, Indonesia adalah negeri dengan entitas yang plural dan telah menerima takdir sebagai negara yang majemuk.
Bedah video dokumenter rihlah rohani Gus Ulil sendiri disepakati bersama bahwa video dokumenter tersebut; layak dijadikan sebuah film sebagai pesan kepada anak-anak muda untuk lebih mengkampanyekan hidup dalam toleransi untuk kerukunan umat beragama; juga menciptakan kedamaian di tengah masyarakat.
Bedah Video Dokumenter bertema Multikulturalisme itu yang dilakukan Gus Ulil sebagai rihlah rohani dihadiri dan disaksikan oleh para pejabat di lingkungan Kemenag RI; juga seluruh kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag se-Indonesia yang bergabung secara daring.
Diskusi bedah video dimoderatori oleh Founder Alif.ID yang juga Anggota Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PBNU Susi Ivvaty. Potongan-potongan video dokumenter itu sendiri– yang menginspirasi tulisan Rihlah Rohani Gus Ulil, Makna Terdalam Multikulturalisme ini; –bisa disaksikan di Akun Youtube Alif ID. [Toto Priyono]