Tanggapan Kiai, Pendeta, dan Warga mengenai KUA Sebagai Tempat Nikah Semua Agama

NU Cilacap Online – Baru-baru ini Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut meyatakan perlu adanya peningkatan sistem pernikahan. Oleh karena itu, ia mewacanakan mulai tahun 2024 Kantor Urusan Agama (KUA) akan menjadi tempat pernikahan untuk semua / seluruh agama.

“Kita sudah sepakat sejak awal bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama,” kata Gus Yaqut saat Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam di Jakarta, sebagaimana dilansir web resmi kemenag.go.id Sabtu (24/2/2024).

Menurut data yang dilaporkan melalui Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) https://simkah4.kemenag.go.id dari Kementerian Agama, selama tahun 2024, pada bulan Januari, terjadi fenomena yang menarik di seluruh Indonesia terkait tempat pelaksanaan pernikahan.

Dilaporkan bahwa sebanyak 86.820 pasangan memilih untuk menikah di luar kantor Kementerian Urusan Agama (KUA), sementara hanya 31.160 pasangan yang memilih untuk menikah di dalam KUA. Pada bulan Februari, jumlah pasangan yang menikah di luar KUA sedikit berkurang menjadi 83.180, sementara yang menikah di dalam KUA juga mengalami penurunan menjadi 25.977.

Melihat fenomena tersebut, inilah tanggapan Kiai, Pendeta, dan warga dari generasi milenial (Gen-Z)

Pengasuh Pesantren Al Mahdy Sindangsari Majenang KH Hizbullah Huda, SH menyambut baik atas wacana yang digulirkan oleh Menag RI tersebut, KUA sebagai tempat nikah semua agama.

“Memang idealnya seperti itu. Namanya juga Kantor Urusan Agama Republik Indonesia bukan kantor urusan agama Islam.” Kata kiai yang akrab disebut Gus Huda yang saat ini menjabat sebagai Katib Syuriyah MWCNU Majenang 2023-2028.

Baca juga Kiai Muda Kawunganten: Mengalirkan Keberkahan Berorganisasi

Lain halnya dengan pandangan Pendeta Pastur Gereja Paroki St. Theresia Majenang Romo Bonie Fasius Abbas dia mengatakan
kalau soal tempat menikah di KUA itu baik untuk agama yang belum punya tempat ibadah resmi.

“Tetapi bagi agama yg sudah punya tempat ibadah resmi, baik kalau dilaksanakan di tempat ibadahnya sendiri. Karena setiap agama pasti punya aturan untuk menentukan tempat ibadah anggota jemaatnya. Itu tanggapanku, Gus IHA.” terangnya kepada wartawan NU Cilacap Online, Rabu 29/2/2024.

Baca juga Menag RI Menjawab Pro Kontra KUA Tempat Nikah Semua Agama

Diapun menambahkan doa dalam akhir tutup pesannya,

“Semoga selalu sehat dan berlimpah berkah-NYA. Semoga semuanya bisa membawa kebaikan, kerukunan dan kedamaian, damai untuk kita semua. Aamiin.” pungkasnya.

Sementara itu tanggapan dari warga terutama Gen-Z, Putra Bahtiar (25) seorang warga Cihejo, Wanareja menyatakan bahwa konsep menikah di KUA adalah cara efektif untuk menghemat biaya nikah.

Pasalnya, menikah menurutnya adalah sebuah proses sakral tapi tidak perlu berlebihan.

“Pengen-nya mah saya menikah nanti di KUA aja, terus syukuran di rumah. Semacam mengadakan tahlilan mengundang masyarakat sekitar atau biasa juga walimah nikah sesuai ajaran Nabi Muhammad,” katanya kepada NU Cilacap Online Selasa (27/2/2024) sore.

Akan tetapi, Putra jua melihat efisiensi biaya dan juga tamu yang diundang. Menurutnya tidak menjadi maslaah jika pernikahan itu dilakukan dengan konsep yang melihat kapasitas tamu yang akan diundang dan besaran biaya yang dimiliki.

Lain orang lain pandang, beda dengan pernyataan Putra, Putri Aminah (29) menginginkan pernikahan di luar KUA. Ia dan calon pasangannya lebih memilih di masjid karena selain dirinya beragama Islam, ia juga menjadikan masjid sebagai simbol kesucian dari pernikahannya nanti.

“Pengennya menikah di masjid, karena pernikahan ibadah suci dan sepanjang umur, jadi harus dimulai dari tempat paling suci,” terangnya.

Begitupun dengan Elissa Yaskinu (23), Ia yang baru saja melangsungkan pernikahan pada awal Februari lalu itu memilih tempat di rumah mempelai wanita. Tidak ada alasan khusus memilih rumah istrinya Fathul Mubiena.  “Saya nikah enggak ada alasan di rumah atau KUA karena itu kehendak keluarga mempelai wanita (jadi di rumah istri),” terangnya. (IHA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button