Trending

Tasawuf Aswaja Sulthonul Auliya Syekh Abdul Qadir al-Jailani

NU CILACAP ONLINETasawuf Aswaja Sulthonul Auliya Syekh Abdul Qadir al-Jailani., Syekh Abdul Qadir al-Jailani dikenal sebagai pendiri Tarekat Qodiriyah, sebuah istilah yang tidak lain berasal dari namanya. Tarekat ini terus berkembang dan banyak diminati oleh kaum muslimin.

Meski Irak dan Syiria disebut sebagai pusat dari pergerakan Tarekat tersebut, namun pengikutnya berasal dari belahan negara muslim lainnya, seperti Yaman, Turki, Mesir, India, hingga sebagian Afrika dan Asia, termasuk Indonesia.

Beliau lahir pada 470 H. (1077-1078) di al-Jil (disebut juga Jailan dan Kilan), kini termasuk wilayah Iran. Ibunya, Ummul Khair Fatimah bint al-Syekh Abdullah Sumi merupakan keturunan Rasulullah Saw.. melalui cucu terkasihnya Husain.

Suatu ketika Ibunya berkata, “Anakku, Abdul Qadir, lahir di bulan Ramadhan pada siang hari bulan Ramadhan, bayiku itu tak pernah mau diberi makan. Ketika berusia 18 tahun, beliau pergi meninggalkan kota kelahirannya menuju Baghdad.

“Kudatangi ibuku dan memohon kepadanya, ‘izinkan aku menempuh jalan kebenaran, biarkan aku pergi mencari ilmu bersama para bijak dan orang-orang yang dekat kepada Allah.” Pada waktu itu, Baghdad dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan.

Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama, antara lain Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra dan juga Abu Sa’ad al Muharrimiseim. Beliau menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.

Selanjutnya, pada tahun 521 H/1127 M, Syekh Abdul Qadir al Jailani mengajar dan menyampaikan fatwa-fatwa agama kepada masyarakat. Tidak butuh waktu lama beliau segera dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun, beliau menghabiskan waktunya sebagai pengembara di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi yang masyhur.

Syekh Abdul Qadir al-Jaelani di kenal sebagai pelaku sufi yang mukhlis (ikhlas). la rutin mengamalkan wirid dan dzikir, kegiatan wirid dan dzikir biasanya dilakukan setelah shalat sunnah, baik siang ataupun malam hari.

Namun demikian ia juga sering melakukannya setelah shalat fardhu. Shalat-shalat sunnah yang sering dikerjakan al-Jaelani ini setiap hari meliputi: Shalat witir (3 ra’aat), Shalat fajar. Shalat Isyraq (setelah matahari terbit), Shalat Isti’adah, Shalat Istikharah, Shalat Dhuha, Shalat Kaffarah li al-qawl, dan Shalat Tasbih. Sedangkan dzikir kesehariannya antara lain: membaca al-Qur’an paling sedikit 200 ayat, Surat al-Ikhlas 100 kali, Shalawat 100 kali, Sayyidaul Istighfar 100 x, Tahlil 100 x.

9 Maqamat

Jalan untuk mencapai proses tersbut sangatlah panjang, yang disebut dengan al-maqamat. Adapun macam-macam dari al-maqamat itu sendiri ada 9, yaitu:

  1. Maqam tawbat, yaitu meninggalkan dan tidak mengulangi lagi suatu perbuatan dosa yang pernah dilakukan, demi menjunjung tinggi ajaran-ajaran Allah dan menghindari murkanya.
  2. Maqam waris yaitu menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu guna menjungjung tinggi perintah Allah atau meninggalkan sesuatu yang bersifat subhat.
  3. Maqam zuhd. yaitu lepasnya pandangan kedunian atau usaha memperolehnya dari orang yang sebetulnya mampu memperolehnya.
  4. Maqam shabr, yaitu ketabahan karenadorongan agama dalam menghadapi atau melawan hawa nafsu;
  5. Maqam faqir, yaitu perasaan tenang dan tabah di kala miskin harta dan mengutamakan kepentingan orang lain di kala kaya.
  6. Maqam khauf, yaitu rasa ketakutan dalam menghadapi siksa dan azab Allah.
  7. Maqam raja’, yaitu rasa gembira karena mengetahui adanya kemurahan dzat yang Maha Kuasa.
  8. Maqam tawakal, yaitu pasrah dan bergantung kepada Allah dalam kondisi apapun.
  9. Maqam ridha, yaitu sikap tenangdan tabah tatkala menerima musibah sebagaimana di saat menerima nikmat.

Ajaran Tarikat Qodiriyah

Pada dasarnya ajaran Syekh Abdul Qadir Al Jailani tidak ada perbedaan yang mendasar dengan ajaran pokok Islam, terutama golongan Ahlussunnah Wal Jamaah. Sebab, Syekh Abdul Qadir Al Jailani adalah sangat menghargai para pendiri mazhab fiqih yang empat dan teologi Asy’ariyah.

Syekh Abdul Qadir Al Jailani sangat menekankan pada tauhid dan akhlak yang terpuji. Menurut al-Sya’rani, bahwa bentuk dan karakter Tarekat Syekh Abdul Qadir Al Jailani adalah Tauhid, sedangkan pelaksanaannya tetap menempuh jalur syariat lahir dan batin.

Syekh Abdul Qadir Al Jailani berkata kepada para sahabatnya, “Kalian jangan berbuat bid’ah. Taatlah kalian, jangan menyimpang.”

Ucapannya yang lain: “Jika padamu berlaku sesuatu yang telah menyimpang dari batas-batas syariat, ketahuilah bahwa kalian dilanda fitnah, syetan telah mempermainkanmu. Maka kembalilah pada hukum syariat dan berpeganglah, tinggalkan hawa nafsu, kerena segala sesuatu yang tidak dibenarkan syariat adalah batil.”

Menurut Syaikh ‘Ali ibn al-Hayti menilai bahwa tarekat Syekh Abdul Qadir Al Jailani  adalah pemurnian aqidah dengan meletakkan diri pada sikap beribadah, sedangkan ‘Ady ibn Musafir mengatakan bahwa karakter Tarekat Qodiriyah adalah tunduk di bawah garis keturunan takdir dengan kesesuaian hati dan roh serta kesatuan lahir batin. Memisahkan diri dari kecenderungan nafsu, serta mengabaikan keinginan melihat manfaat, mudarat, kedekatan maupun perasan jauh.

Adapun ajaran spiritual Syekh Abdul Qadir Al Jailani berakar pada konsep tentang dan pengalamannaya akan Tuhan. Baginya, Tuhan dan tauhid bukanlah suatu mitos teologis maupun abstraksi logis, melainkan merupakan sebuah pribadi yang kehadiran-Nya merengkuh seluruh pengalaman etis, intelektual, dan estetis seorang manusia.

Ia selalu merasakan bahwa Tuhan senantiasa hadir. Kesadaran akan kehadiran Tuhan di segenap ufuk kehidupannya merupakan tuntunan dan motif bagi kebangunan hidup yang aktif sekaligus memberikan nilai transeden pada kehidupan.

Nasehat Rasulullah dalam hadis, “Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya; dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia melihatmu,” merupakan semboyan hidupnya, yang diterjemahkan dalam praktik kehidupan sehari-hari.

Khutbahnya menggambarkan keluasan kesadarannya akan kehadiran Tuhan yang serba meliput. Ia meyakini bahwa kesadaran ini membersihkan dan memurnikan hati seorang manusia, serta mengakrabkan hati dengan alam roh.

Suatu hari, ketika kesadarannya sedang berada dalam keadaan ekstase, Syekh Abdul Qadir Al Jailani  berkata pada dirinya sendiri, “Aku merindukan suatu kematian yang dalamnya tiada lagi kehidupan dan sebuah kehidupan yang tiada kematian di dalamnya.”

Kemudian Syekh Abdul Qadir Al Jailani menjelaskan makna ungkapan di atas, yaitu dengan bertanya kepada dirinya. Maka aku bertanya, kematian macam apa yang tidak memiliki kehidupan dan kehidupan macam apa yang memiliki kematian di dalamnya.

Kujawab, “Kematian yang tidak memiliki kehidupan di dalamnya adalah kematianku dari seluruh manusia, dengan begitu aku tidak lagi hidup bahkan ditemui di antara mereka. Dan kehidupan yang tidak memiliki kematian adalah kehidupanku yang menyertai perbuatan Tuhanku, sedemikian rupa sehingga di dalam keadaan itu, diriku tidak lagi memiliki eksistensi dan kematianku adalah eksistensiku bersama-Nya“.  Setelah aku mengerti ternyata inilah yang paling berharga dari seluruh tujuan hidupku.

Dalam pandangan Syekh Abdul Qadir Al Jailani, kehidupan yang ter mulia adalah kehidupan orang-orang yang sepenuhnya membaktikan diri pada Tuhan semata. Dan karena alasan ini pulalah manusia dihadirkan Tuhan, seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an, “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembahKu” (QS. Al-Zariyat [51]: 56).

Semakin manusia berjuang “hidup demi Tuhan”, dirinya akan semakin dekat dengan terwujudnya tujuan kehidupan ini. Seorang manusia harus menyerahkan kehidupannya, bilamana ia berhasrat memburu kesadaran Ilahiah “Eksistensi yang sadar Tuhan” memberikan kekuatan spiritual pada manusia; ia mengangkat pergulatan keras duniawi untuk memperoleh kesenangan hidup dan keuntungan yang sedikit, menuju kebahagiaan dan ketenangan spiritual, dan membuetnya akrab dengan sumber segala kekuatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button