Memantapkan Ukhuwah, Catatan Lakpesdam NU Cilacap
NU Cilacap Online – PCNU Cilacap telah memiliki cara dan model tersendiri di dalam menyelesaikan persoalan atau masalah internal yang ada, dengan memanfaatkan tiga modal ukhuwah (persaudaraan) yang dimiliki, yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama warga bangsa), dan ukhuwah basyariyah/insaniyah (persaudaraan sesama manusia).
Ketika dihubungi untuk menulis sesuatu tentang NU satu abad dan tantangan ke depan, khususnya lima tahun yang akan datang di PCNU Cilacap, saya langsung mengiyakan. Saya merasa bahwa ini adalah kesempatan yang baik untuk menyampaikan pikiran dan pandangan dan sebagai bagian dari kewajiban warga NU dan pengurus di lembaga PCNU Cilacap.
Kalau mau dipetakan, ada dua problem yang cukup mendasar di PCNU Cilacap, yakni problem internal dan problem eksternal. Kedua problem itu saling berkelindan. Bahwa problem internal yang tidak terselesaikan akan berpengaruh terhadap kinerja dan penanganan problem-problem eksternal yang bersentuhan langsung dengan masalah keumatan.
Begitupun sebaliknya, problem-problem eksternal bisa mempengaruhi kinerja. Tetapi sebetulnya, problem-problem internal memiliki tingkat urgensi yang lebih utama untuk ditangani. Oleh karena itu, problem-problem internal harus terlebih dahulu diselesaikan dengan tetap melaksanakan program-program untuk menangani problem eksternal keumatan.
Sejauh yang saya lihat dan rasakan, PCNU Cilacap dalam beberapa tahun terakhir mengalami masa-masa yang sangat menggembirakan. Beberapa lembaga dan banomnya memperoleh sambutan yang hangat dari masyarakat atas kiprah yang ditunjukkannya.
Sebutlah misalnya KBIHUNU, NU Care LAZIsNU, LKNU, Muslimat NU dan beberapa lembaga dan Banom lain yang juga tidak kalah kiprahnya dan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, sementara itu Lakpesdam NU Cilacap yang bekerja di dalam senyap juga masih konsisten melakukan pendampingan-pendampingan melalui sekolah anggaran dan pemberdayaan masyarakat.
Beberapa MWCNU di kecamatan pun menjadi lebih hidup. Peningkatan ghirah dan semangat ber-NU sangat signifikan. Dengan kiprah ini semuanya, saya kira PCNU Cilacap dikenal luas di Jawa Tengah bahkan Indonesia sehingga memperoleh penghargaan dari PWNU Jawa Tengah.
Saya yakin, PCNU Cilacap memandang penghargaan yang diperoleh bukan sebagai sesuatu yang wah ataupun puncak prestasi. Itu hanya akibat dan konsekuensi logis saja. Lebih dari itu, PCNU Cilacap tetap concern pada kerja-kerja nyata untuk kebermanfatan umat. Dan karenanya PCNU Cilacap menjadi lebih mandiri dan leluasa bergerak dengan daya tawarnya yang sangat baik.
Namun demikian, itu semua bukan berarti PCNU Cilacap tanpa persoalan. Dan ini adalah sesuatu yang normal dan lumrah. Tetapi bukan berarti ini tidak perlu diperhatikan. Persoalan kekompakan misalnya. Ini adalah persoalan bersama. Hal ini terjadi dan muncul karena adanya perbedaan perspektif di dalam memandang dan menangani suatu persoalan sebagai cara berkhidmat di dalam NU.
Saya yakin dan percaya bahwa semua komponen di PCNU Cilacap berkhidmah demi NU. Jadi secara prinsip tidak ada persoalan, tetapi di dalam tataran praksis dan aplikatif muncul berbagai model dan cara menangani persoalan karena level kepentingan yang berbeda. Komunikasi intens antar sesama pengurus dengan berpegang pada tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) yang sudah ditentukan bisa mengurangi benturan kepentingan dan ketegangan yang ada.
Tahun 2023 dan 2024 yang akan datang akan ada perhelatan politik serempak yang akan banyak sekali menguras energi. Oleh karena itu, ini harus menjadi perhatian serius semua komponen di PCNU Cilacap.
Pesan yang sering disampaikan oleh Rais Syuriyah PCNU Cilacap, KH Su’ada Adzkia harus selalu dicamkan, bahwa kekompakan adalah kekuatan yang bisa ngedab-edabi dan sangat dahsyat. Ini saya kira yang harus selalu dijaga dan terus dibenahi sebagai modal mengisi Abad Kedua Nahdlatul Ulama.
Bahwa PCNU Cilacap sudah menjadi jujugan untuk study banding dari banyak PCNU seluruh Indonesia dan pernah memperoleh penghargaan sebagai PCNU terbaik di bidang tata kelola organisasi dan manajemen memang iya, dan itu harus disyukuri.
Tetapi bahwa di PCNU Cilacap masih menghadapi berbagai problem internal, itu juga harus diakui. Dan problem-problem ini harus dihadapi bersama dengan kesadaran bersama pula. Dengan kedewasaan berfikir, pengalaman berinteraksi, dan semangat khidmah ber-NU yang sudah menjadi trade mark para pengurus PCNU Cilacap, problem-problem itu Insya Allah bisa teratasi tanpa gejolak yang berarti.
Saya teringat lima tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 10 Februari 2018 ketika saya mengikuti sebuah forum ilmiah keagamaan yang diformat dengan judul “12ème annuelle rencontre du vivre-ensemble pour la paix” atau “pertemuan tahunan ke-12 hidup bersama untuk perdamaian”.
Pertemuan ini digagas oleh komunitas muslim dan katholik di kota Lille, Prancis. Kendatipun demikian, setiap orang bisa dan boleh hadir. Pertemuan ini tepatnya diorganisir oleh al-Markaz al-Islam de Villeneuve d’Ascq dan Église catholique de Villeneuve d’Ascq, Lille.
Sebagaimana terlihat dari judulnya, pertemuan ini bertujuan untuk membangun kesepahaman tentang hidup dalam kebersamaan dan perdamaian berdasarkan keyakinan agamanya masing-masing dengan semangat fraternité (ukhuwah/persaudaraan).
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 3 jam itu, tidak ada pembicara utama dan pembicara tidak utama. Hanya ada 2 orang MC, 2 orang yang mengenalkan buku baru tentang perdamaian yang ditulis bersama, dan seorang le maire (walikota) yang memberikan sambutan. Setelah itu, acara berisi full ngobrol, dengan konsep bahwa semua peserta adalah pembicara.
Modelnya, setiap peserta duduk di kursi yang sudah disediakan, 5 – 6 kursi di setiap meja. Peserta memilih kursi sendiri yang kira-kira temen duduknya berbeda agama. Saya kebetulan sudah duduk duluan dengan teman algérien sesama muslim, lalu datang teman lainnya yang bebeda agama. Di sinilah diskusi dimulai sembari menyantap makanan yang tersedia, snack dan makanan utama, yakni couscous yang khas Afrika utara.
Topik diskusinya bebas, tetapi panitia telah menyediakan semacam “panduan” agar tujuan pertemuan tidak menyimpang. “Panduan” itu berupa kertas-kertas kecil terlipat yang ditaruh di dalam gelas berisi topik-topik diskusi. Jika kebetulan yang orang katholik mengambil kertas tetapi isinya tentang hari-hari besar Islam, maka dimintakan kepada yang muslim untuk menjelaskan, sesekali muslim yang berkenan menjelaskan diinterupsi untuk lebih men-clear-kan apa maksudnya.
Begitu pula sebaliknya. Hal-hal yang bersifat konsepsional teoritik dengan merujuk pada sumber-sumber referensi yang otoritatif kadang-kadang muncul juga, tetapi lebih banyak yang bersifat praktis aplikatif. Bahwa damai itu indah tidak cukup dibuat slogan. Ia harus masuk ke relung hati dan teraplikasi di bumi.
Dalam pertemuan ini, tidak ada saling hujat, apalagi caci maki. Semua respect, saling menghargai. Dengan semangat fraternité (ukhuwah/persaudaraan), diskusi menjadi sangat cair dan tujuannya pun kena. Karena damai memang salah satu kebutuhan hakiki makhluk hidup bernama manusia, di mana pun.
Saya percaya, PCNU Cilacap telah memiliki cara dan model tersendiri di dalam menyelesaikan persoalan-persoalan internal yang ada, dengan memanfaatkan tiga modal ukhuwah (persaudaraan) yang dimiliki, yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama warga bangsa), dan ukhuwah basyariyah/insaniyah (persaudaraan sesama manusia).
Problem yang kedua, yakni problem eksternal. Problem eksternal adalah problem-problem keuamatan yang sangat membutuhkan kontribusi PCNU Cilacap untuk menanganinya. Demokratisasi masyarakat, pendidikan, dan kesehatan adalah sebagaian dari problem-problem keumatan.
PCNU Cilacap sudah sangat mampu mengelola ketiga bidang tersebut. Termasuk mendorong pemerintah untuk lebih concern dan berpihak kepada rakyat. Sekedar sebagai contoh, Thailand misalnya.
Di bidang pendidikan, pemerintah kerajaan Thailand sangat memperhatikan bidang pendidikan. Bantuan untuk biaya pendidikan bagi lembaga-lembaga pendidikan swasta lebih dari cukup. Paling tidak, ini yang saya lihat di Bakong Pittaya School atau al-Ma’had al-Ishlahiyah yang berada di Pattani dan di Watnatham Islamic School atau al-Muassasah al-Tsaqafah al-Islamiyah, Pombhing, Pattani, selatan Thailand misalnya.
Keduanya adalah adalah lembaga Pendidikan swasta dengan siswa total 800-an dan 2500-an siswa, mulai dari RA/TK, Sekolah Dasar, SMP/MTs, SMA/MA, dan akademi atau program D3. Yang menarik, semua kebutuhan operasional finansial kedua lembaga pendidikan swasta ini sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah kerajaan Thailand di Bangkok, termasuk gaji atau honor para guru dan karyawan yang bekerja di dalamnya. Meskipun sebenarnya, mereka secara politik memiliki pandangan yang berbeda.
Nah, PCNU Cilacap dengan pengaruh sosial dan politik yang cukup besar bisa mendorong pemerintah untuk meningkatkan anggaran pendidikan, melalui jaringan politik yang ada. Secara mandiri, dengan jumlah warga yang cukup banyak, PCNU Cilacap juga dapat menggali dan memaksimalkan pemanfaatan potensi finansial warga. Contoh konkrit sudah dilakukan oleh NU Care LAZISNU Cilacap yang fenomenal itu. Dan ternyata sudah bisa kita rasakan hasilnya.
Sekali lagi, kekompakan dan konsistensi harus menjadi nafas bersama semua pengurus PCNU Cilacap di dalam berkhidmah dan membersamai warga untuk mengisi Abad Kedua Nahdlatul Ulama dengan karya-karya nyata. Wallahu a’lam bi al shawab***
Fahrur Rozi, Ketua Lakpesdam NU Cilacap