Ketangguhan Santri Dalam Menghadapi Pandemi

NU CILACAP ONLINE – Artikel Ketangguhan Santri Dalam Menghadapi Pandemi ini ditulis oleh Putri Chanda Cantika, merupakan Juara I Lomba Penulisan Esai dalam rangka Hari Santri tahun 2020.

Berikut artikel Ketangguhan Santri Dalam Menghadapi Pandemi selengkapnya:

Pondok pesantren sudah ada sejak sebelum negara Indonesia lahir. Selama itu pula pondok pesantren sudah mewarnai dan memberikan kontribusi besar terhadap negara. Maka pada masa pandemi seperti sekarang, para santri harus menjadi garda terdepan, menjadi contoh dan teladan dalam penanganan COVID-19.

Sejak tahun 2015, tanggal 22 Oktober ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari santri nasional. Penetapan ini bertujuan untuk mengingat dan meneladani semangat juang para santri  dan ulama dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Pengakuan terhadap peran ulama dan santri untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari resolusi jihad yang digelorakan Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Seruan ini merupakan perintah kepada umat Islam untuk melawan sekutu yang ingin menjajah Indonesia kembali setelah proklamasi kemerdekaan. Resolusi jihad pada akhirnya berdampak besar mendorong keterlibatan umat Islam untuk ikut dalam pertempuran 10 November 1945.

Terlepas dari sejarah yang melatarbelakangi peringatan hari santri, dunia santri sendiri sebenarnya adalah dunia yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Ketika seseorang memasuki dunia santri dan pesantren, ia harus siap dengan semua konsekuensinya. Berada jauh dari keluarga, seorang santri harus siap dididik 24 jam oleh kyai, bu nyai dan para guru.

Pendidikan yang diselenggarakan di pesantren tidak hanya pendidikan formal, tetapi juga informal dan nonformal. Di pesantren, santri akan dididik menjadi orang yang beradab, berilmu dan beramal. Banyak ilmu dan nilai yang diajarkan di pesantren untuk menempa santri menjadi manusia yang tangguh, mandiri, disiplin, bertanggungjawab, sederhana, ikhlas, jujur, rendah hati dan berbagai karakter mulia lainnya.

Karakter mulia khas santri ini pada dasarnya adalah nilai-nilai akhlakul karimah yang diajarkan Rasulullah SAW. Nilai-nilai ini menjadi lebih bermakna ketika diamalkan oleh para penuntut ilmu seperti para santri, karena mereka adalah orang-orang pilihan yang berjihad di jalan Allah SWT lewat pengetahuan agama, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 yang artinya sebagai berikut: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”

Sikap hidup seorang santri

Dalam menghadapi kondisi pandemi seperti saat ini, alangkah baiknya jika kita belajar kepada pola dan sikap hidup seorang santri, karena di dalamnya terkandung banyak hikmah dan syarat akan nilai. Kondisi pandemi yang telah berlangsung kurang lebih tujuh bulan di negeri tercinta, membuat sebagian orang harus kehilangan pekerjaan, belum lagi jumlah orang yang terkena virus terus mengalami peningkatan yang signifikan. Keadaan ini membuat kita prihatin terhadap kondisi bangsa dan negara, semua terkena dampak, mulai dari mereka yang bekerja di sektor formal maupun nonformal.

Sikap hidup pertama yang dapat diteladani dari kehidupan santri adalah kesederhanaan. Ketika seseorang berstatus santri dan mondok di pesantren, ia harus mengikuti pola hidup yang ditetapkan oleh pengasuh, baik dalam hal makanan, tempat tinggal maupun pakaian. Santri dididik untuk makan makanan yang halal, baik dan sederhana, tinggal di kamar yang diisi oleh beberapa santri, dan menggunakan seragam pesantren. Pendidikan seperti ini dibutuhkan untuk melatih santri agar terbiasa dengan sikap hidup sederhana, peduli kepada teman atau sesama dan tidak menyombongkan diri dengan pakaian yang mahal.

Kondisi pandemi membuat sebagian orang berkurang penghasilannya bahkan kehilangan pekerjaan, sehingga mereka harus mengurangi pengeluaran keluarga. Maka hidup sederhana dan makan seadanya adalah pilihan yang pasti. Namun bagi mereka yang masih bekerja dan berpenghasilan seperti biasa, seharusnya dapat bersikap sederhana pula, dengan menysisihkan sebagian penghasilan kepada mereka yang membutuhkan. Dalam sikap hidup sederhana sebenarnya ada empati, di mana kita ikut merasakan apa yang dialami oleh orang-orang yang kurang beruntung.

Kedua adalah disiplin. Kehidupan di pesantren selalu menuntut kedisiplinan. Seorang santri harus mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh pesantren selama 24 jam. Kegiatan pesantren begitu padat, mulai dari kegiatan formal seperti sekolah atau kuliah, sampai kegiatan informal dan non formal seperti mengaji Al-Qur’an, mengkaji kitab-kitab para ulama’, pelatihan ceramah, pelatihan hadrah (kesenian Islam), dan masih banyak lagi, semua menuntut kedisiplinan. Kedisiplinan dibutuhkan agar kegiatan bisa berjalan dengan baik dan terprogram, serta mendidik santri untuk menjadi manusia yang tangguh dan terbiasa melakukan banyak hal bermanfaat dalam hidupnya.

Disiplin juga sangat dibutuhkan di tengah wabah seperti saat ini, di mana setiap orang harus menjaga diri dan lingkungan dari bahaya Covid 19. Ada banyak hal yang mesti dilakukan dengan disiplin, seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, dan mengurangi aktifitas keluar rumah, kecuali dengan kepentingan yang mendesak. Dengan kedisiplinan mengikuti protokol kesehatan, diharapkan resiko penularan Covid 19 menjadi rendah dan dapat menekan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit.

Ketiga adalah keikhlasan. Bagi seorang santri, keikhlasan adalah hal utama. Keikhlasan menjadi landasan dalam melakukan segala hal, mulai dari niat menuntut ilmu sampai mengabdi kepada para kyai dan guru, semuanya harus ikhlas karena Allah. Fudhail bin Iyadh dalam Minhajul ‘Abidin mengatakan, “Ikhlas adalah senantiasa muraqabah [merasa diawasi oleh Allah] dan melupakan kepentingan dan pertimbangan pribadi-Nya”. Dengan selalu merasa diawasi oleh Allah, santri menata diri menjadi manusia yang diridhai Allah, menyingkirkan ego atau hawa nafsu yang senantiasa menguasai diri.

Keikhlasan juga dapat menumbuhkan kekuatan, kesabaran dan kebahagiaan. Walau  hidup dalam kesederhanaan dan keterbatasan, seorang santri  tetap dapat berkarya dan berkreatifitas di pesantren. Terbukti dengan padatnya aktifitas dan karya yang dihasilkan oleh para santri, seperti buletin, majalah, buku, produk UMKM dan masih banyak lagi.

Wabah covid 19, ujian orang-orang yang beriman

Wabah covid 19 adalah ujian bagi orang-orang yang beriman. Kita tidak pernah menyangka jika tahun ini seluruh dunia diliputi oleh wabah yang menimbulkan banyak korban jiwa. Pemerintah mengantisipasi penyebaran wabah dengan mengendalikan berbagai aktifitas masyarakat, baik aktifitas keagamaan, pendidikan, bisnis, perkantoran, wisata dan lain-lain. Maka di sinilah kita harus belajar ikhlas menghadapi ujian ini, menerima setiap kondisi yang terjadi dengan lapang dada, tanpa menyalahkan pihak-pihak tertentu. Bukankah Allah SWT pernah menegaskan dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 2: “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “kami telah beriman”, dan mereka tidak diuji?”. Dengan keikhlasan hati dalam menghadapi pandemi covid 19, manusia akan lebih bahagia dan mendapat kekuatan untuk survive dalam hidup.

Kondisi pandemi dapat diibaratkan sebagai pesantren kehidupan, di mana manusia dididik sebagai santri di dalamnya. Masyarakat dididik untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan dan berempati kepada sesama, tenaga medis dididik ketangguhan dalam menangani pasien dan kesabaran ketika jauh dari keluarga, pasien dididik untuk kuat dan sabar, pemerintah dididik untuk cepat dan tanggap mengatasi wabah dan memulihkan ekonomi, dan masih banyak lagi nilai pendidikan yang dapat diambil dari ujian pandemi ini.

Selain itu, terjadinya wabah Covid 19 seolah ingin menyadarkan kita, betapa indahnya hidup dalam kebersamaan, saling sapa dan senyum, saling mengunjungi, belajar dengan bertatap muka secara langsung, pergi ke tempat-tempat yang indah dan lain-lain. Nikmat itu sekarang sedikit diangkat agar manusia lebih banyak bersyukur. Maka, setiap orang sebenarnya bisa menjadi santri, ketika mampu menjadikan setiap kejadian dalam hidupnya sebagai pelajaran. Pelajaran yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.

Ketangguhan Santri Menghadapi Pandemi Oleh Putri Chanda Cantika
Putri Chanda Cantika (Kanan) didampingi Ustadz Pembimbing menerima Piagam Penghargaan Juara I Lomba Esai

Penulis artikel Ketangguhan Santri Dalam Menghadapi Pandemi ini adalah Putri Chanda Cantika, Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda (Mifda), Kroya.

***

Selain Artikel Ketangguhan Santri Dalam Menghadapi Pandemi di atas, ihat juga Artikel Esai Juara 2 dengan judul Anwarunnajah, Menuju Pesantren Tangguh Pandemi Covid-19

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button