Prioritas Pembangunan Umat oleh Nahdlatul Ulama (NU)

NU CILACAP ONLINE – Pembangunan adalah proses perubahan ke arah yang lebih baik. Setiap manusia, masyarakat atau bangsa, mempunyai naluri dasar untuk terus berubah ke arah perbaikan. Lantas bagaimana prioritas pembangunan umat oleh Nahdlatul Ulama (NU)?

Nahdlatul Ulama adalah ormas sosial keagamaan yang menjadi agregasi kepentingan umat yang bermanhaj Aswaja, atau ahlussunah wal jamaah, di Indonesia. Aswaja adalah manhaj yang berprinsip kepada kaidah al ushul al fiqih yaitu:

المحُاَفَظَةُ عَلَى القَدِيْمِ الصَالِحِ وَالأَخْذُ باِلجَدِيْدِ الأَصْلَحِ

Dengan prinsipnya itu, maka NU adalah organisasi keagamaan yang mengapresiasi nilai-nilai tradisi masa lalu yang baik dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, pada satu sisi, serta mengadopsi nilai-nilai baru yang datang di kemudian hari.

Dengan prinsip itu pula, maka NU menjadi organisasi yang akomodatif dan responsif terhadap perkembangan jaman.

Pembangunan adalah proses yang menyeluruh dan berlangsung secara terus menerus. Sustainability ini bisa kita lihat sebagai contoh pada konsep pembangunan Orde Baru.

Pemerintah Orba waktu itu merancang Garis-garis Besar Haluan Negara, GBHN, yang di dalamnya tercantum konsep pembangunan Indonesia.

Ada tiga jenis pembangunan yang dirancang Orba pada saat itu. Dan ketiganya menggambar sebuah konsep yang sistematis dan keberlangsungan, bahkan integral-holistik.

Pertama, Pembangunan Jangka Pendek, melalui Rencana Pembangunan Lima. Ini berurusan dengan mekanisme kepemimpinan lima tahunan.

Kedua, Pembangunan Jangka Menengah, 5-10 tahun. Ketiga, Pembangunan Jangka Panjang, sampai 30 tahun.

Dengan road map pembangunan semacam itu diharapkan bahwa pergantian kepemimpinan, hendaknya tidak mengubah arah pembangunan, setidaknya sampai usia 30 tahun.

Adapun sasaran pembangunan itu adalah bidang-bidang ipoleksosbud hankam.

Baca juga Prioritas Seleksi Calon Jamaah Haji Oleh Kementerian Agama RI

NU, dan representasi bangsa

Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Kurang lebih 80 persen. Penduduk Indonesia 80 persennya hidup di daerah pedesaan.

Dari seluruh umat islam, mayoritasnya adalah warga NU. Ciri pokok penduduk desa adalah, secara ekonomi, miskin. Secara pendidikan tertinggal. Dari segi politik, kurang partisipatif.

Mayoritas warga NU adalah penduduk desa, bermata pencaharian bercocok tanam, berkebun atau bertani. Sebagian kecil pedagang UMKM, dan yang lain adalah buruh tani dll.

Dari narasi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik tersebut, berurusan dengan warga NU. Ya, warga NU adalah representasi kehidupan rural yang sebenarnya.

Jadi, problem klasik masyarakat Indonesia, umat islam, dan warga NU adalah ekuivalen. Problem ini harus teridentifikasi oleh Pengurus NU. Dan ini sebuah project pembangunan yang bisa digarap secara kolaboratif dengan pemerintah, mengingat objek sasaran pembangunannya relatif sama.

Baca juga Beberapa MWCNU Ini Prioritaskan Bangun Kantor Sekretariat

Pembangunan pertanian

Masalah klasik yang dihadapi petani adalah, rendahnya produktifitas. Sehingga selama kurun merdeka, kita baru satu kali swasembada beras, di tahun 1984.

Selebihnya kita selalu mengimpor beras dari negara-negara lain, seperti Thailand, Kamboja dan Vietnam.

Mengapa produktifitas petani (NU) rendah?

Hal ini disebabkan biaya produksi yang tinggi, harga gabah yang rendah, inovasi pertanian yang lambat, dan mekanisasi pertanian yang terhambat.

Kemudian pada perkembangannya, masalah itu bertambah dengan, semakin berkurangnya lahan pertanian produktif akibat invasi industri dan pemukiman penduduk, serta semakin menurutnya tenaga kerja pertanian potensial.

Kebijakan pembangunan pemerintah yang bias kota, menyebabkan kota mempunyai daya tarik (pull faktor) bagi urbanisasi.

Pembangunan bias kota ini juga mengubah wajah desa menjadi seperti kota, tanpa memperhatikan kondisi pedesaan, sehingga menimbulkan problematika perkotaan yang laten; munculnya masalah-masalah sosial.

Peran NU

NU, tak perlu diragukan lagi dalam pembangunan spuritual dan moral. Banyaknya pesantren dan masjid, serta kader ulama, sudah sangat menunjukan begitu besarnya kontribusi NU terhadap pembangunan spiritual dan moral. Tetapi NU itu adalah jam’iyah diniyyah yang hanya membahas soal-soal keagamaan saja.

NU adalah jam’iyah sosial, pendidikan, kesehatan, bahkan kadang merambah ke soal-soal siyasah. Keadaan ini ditunjukkan dengan adanya badan-badan otonom yang membidangi masing-masing urusan.

Baca juga Koin NU dan SISNU Prioritas Cabang, MWCNU dan Ranting NU

Ada bidang mabarot, Pergunu, Pertanu, dan sebagainya. Artinya, NU juga bertanggung jawab terhadap aspek-aspek kehidupan yang lain, di luar masalah diniyyah.

Ada sebuah hadist yang relevan sebagai nilai pendorong bagi kita untuk melakukan pembangunan sosial, terutama bidang ekonomi, yang kalau untuk penduduk desa dan warga NU adalah pembangunan ekonomi.

كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا

Artinya: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.”

Dasar kehidupan manusia adalah ekonomi. Apalagi dalam kehidupan dunia yang sara-uang, maka ekonomi adalah masalah yang sangat elementer.

Menjaga akidah umat dengan meningkatkan kesejahteraan mereka adalah hal yang sangat penting. Dengan ekonomi yang baik pula, maka warga NU bisa meningkatkan kualitas SDM nya.

Dengan ekonomi yang baik pula, maka perhatian kepada bidang-bidang lain, akan mulai dilakukan.

Karena warga NU basic sosialnya di desa, dan mata pencahariannya rata-rata bertani, maka program pembangunan yang perlu didorong adalah memberdayakan kembali sektor pertanian, yang pada tahun 1984 pernah mencapai swasembada beras secara nasional.

NU harus mendorong dan mensupport kebijakan pemerintah dalam pembangunan bidang pertanian.

NU harus menjadi partner politik pemerintah dalam merumuskan political will di bidang pertanian.

NU mengusulkan kepada pemerintah untuk mensubsidi pengadaan pupuk dan obat-obat agar biaya produksi menurun dan produksi pertanian meningkat, serta harga yang bagus.

NU bisa lebih memberdayakan LAZISNU untuk mendorong sektor pertanian dan perkebunan, melalui bantuan permodalan dan mendirikan koperasi atau lumbung-lumbung padi milik NU, sebagai kearifan lokal masa lalu.

Persatuan Tani NU, harus direvitalisasi melalui penataan organisasi dan kepemimpinan yang visioner. Pertama harus diisi oleh orang-orang yang berkompenten di dalamnya.

NU bisa bekerja sama dengan pemerintah, termasuk pemerintah daerah, untuk membuat pilot project di bidang pertanian, misal, fokus terhadap suatu kawasan pertanian tertentu, dan secara bertahap dilakukan di banyak wilayah yang menjadi kantong-kantong pertanian.

Setiap saat perkembangan itu dipantau, sehingga bisa dievaluasi untuk selalu ditingkatkan.

NU juga bisa bekerja sama dengan Bulog, melalui jaringan lumbung-lumbung padi yang sudah terbentuk di desa-desa.

Kerjasama ini bisa memutus jalur distribusi dan matarantai pasar, sehingga harga komoditas pertanian lebih dirasakan oleh para petani, bukan tengkulak.

Dengan demikian, para petani yang terdiri dari warga NU, bisa meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Hidup yang sejahtera ini dapat membuka ruang masa depan yang lebih baik.

Cilacap, 25 Juli 2024
Toufik Imtikhani, pojok Cilacap

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button