Fikih Dalam Spektrum Hukum dan Syariat Islam (Pengantar)
NU CILACAP ONLINE – Fikih Dalam Spektrum Hukum dan Syariat Islam, sebuah catatan pengantar. Unsur utama yang menjadi pilar ajaran Islam adalah fikih. Urgensitas ilmu fikih dalam Islam tidak diragukan lagi adalah sistem kehidupan yang memiliki kesempurnaan, keabadian dan sekian banyak keistimewaan.
Fikih menghimpun dan merajut tali persatuan umat Islam. Ia menjadi sumber kehidupan mereka. Umat Islam akan hidup selama hukum-hukum fikih masih direalisasikan. Mereka akan mati apabila pengamalan fikih telah sirna dari muka bumi. Fikih juga bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah kehidupan mereka di mana pun mereka berada. Ia menjadi salah satu kebanggaan terbesar umat Islam.
Di sini mungkin ada yang bertanya: “Mengapa fikih Islam sedemikian istimewa bagi umat Islam dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka?” Hal ini tidak lepas dari sekian banyak karakter dan keistimewaan fikih yang membedakannya dengan undang-undang positif produk pemikiran manusia.
Tiga Karakter Fikih
Pertama, fikih memiliki pondasi wahyu Ilahi. Karakter fikih pertama adalah sumbernya yang jelas yaitu berasal dari wahyu Ilahi dalam al-Qur’an dan Sunnah. Sehingga, setiap mujtahid yang menelusuri (istinbath) hukum-hukum fikih dibatasi dengan teks-teks al-Qur’an dan Sunnah, dalil-dalil yang menjadi cabangnya secara langsung, petunjuk-petunjuk yang menjadi jiwa syariat, tujuan-tujuan umum syari’ah (maqashid ‘ammah), kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip syari’ah yang bersifat universal (kulli).
Sebab itu, fikih lahir ke dunia dengan pertumbuhan yang sempurna, struktur yang benar dan dasar kokoh, karena prinsip-prinsip kaidah-kaidah dan pokok pokoknya telah sempurna dan ditanamkan pada masa turunnya wahyu kepada Rasulullah.
Kedua, fikih bersifat universal. Karakter fikih kedua adalah cakupannya terhadap semua tuntutan kehidupan. Dalam hal ini fikih menyentuh tiga aspek dalam kehidupan manusia, yakni dalam hubungannya dengan Tuhan; hubungannya dengan dirinya dan; hubungannya dengan sosial.
Dari sini, fikih punya fungsi duniawi dan ukhrawi, fungsi dalam agama dan negara, punya sifat universal bagi seluruh manusia dan abadi hingga akhir masa. Hukum-hukumnya ditopang oleh keempat pilar yang menjadi unsur-unsurnya yaitu akidah, ibadah, akhlak dan keserasian hubungan (mu’amalah). Dengan penuh kesadaran dan perasaan bertanggung jawab dalam mengamalkan fikih, akan tercipta kedamaian, ketenangan, ketenteraman, keimanan, kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia.
Ketiga, fikih berkaitan dengan etika. Karakter fikih ketiga adalah eksistensi hukum-hukumnya yang bersinggungan dengan norma-norma etika. Bahkan fikih berfungsi sebagai penyempuma dan penopang terhadap etika.
Hal ini berbeda dengan undang undang positif yang targetnya hanya bersifat personal yaitu upaya menjaga sistem dan memelihara stabilitas keamanan sosial, meskipun tidak jarang dengan mencampakkan sebagian prinsip-prinsip agama dan etika.
Selain itu, fikih juga menjadi pendorong dan penggerak terpeliharanya keutamaan, terealisasinya idealisme yang luhur dan termanifestasinya etika yang lurus. Kewajiban beribadah bertujuan menyucikan jiwa dan menjauhkannya dari perbuatan benar di tengah-tengah masyarakat.
Pengharaman riba bertujuan menyebarkan semangat tenggang-rasa, jiwa kasih sayang serta melindungi mereka yang membutuhkan bantuan dari kelobaan pemilik harta.
Larangan menipu dalam bertransaksi, larangan akan harta anak yatim secara batil dan tidak mengesahkan ada yang mengandung unsur spekulasi bertujuan menyebarkan kasih sayang, terciptanya saling percaya, mencegah percekcokan sesama, menyucikan jiwa dari noda materi, dan menghormati orang lain.
Pengharaman minuman keras bertujuan memelihara hal yang menjadi penentu baik dan buruk. Begitu pula dalam hukum-hukum fikih yang lain, kaidah-kaidah etika menjadi nilai keindahan dalam tata pergaulan antarmanusia. Dengan begitu, pesan hukum-hukum fikih, berarti penanaman nilai-nilai etika.
Bila agama dan etika saling menopang dalam iklim interaksi yang harmonis, maka akan tercipta kesejahteraan dan kebahagiaan individu maupun sosial serta akan tercipta jalan menuju kenikmatan abadi di akhirat nanti. Dengan begitu target fikih adalah kebaikan manusia di masa sekarang, yang akan datang dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.
Dengan pemahaman seperti ini, menjadi jelas bahwa fikih merupakan sistem universal bagi semua umat manusia, bukan hanya bagi umat Islam. Hal ini terbukti bahwa tidak ada suatu persoalanpun yang luput dari sorotan hukum fikih. Demikian pengantar tentang Fikih Dalam Spektrum Hukum dan Syariat Islam.