Toufik Imtikhani; Apa yang Kurang Dari Bangsa Indonesia?

NU CILACAP ONLINE – Negeri yang oleh Bung Karno disebut zamrud Katulistiwa. Negeri yang oleh Koesplus disebut tanah syurga. Karena kesuburannya, Koesplus menggambarkan tongkat di batu jadi tanaman. Lantas, apa yang kurang dari Bangsa Indonesia?

Begitu kita lahir, dan mulai mengenal alam lingkungan sekitar kita, kepada kita diperlihatkan hijau tumbuh-tumbuhan, dan beberapa hewan kecil yang berlarian membuat kita kecil tertawa bergembira.

Semakin besar, semakin jauh ruang jelajah kita, dan menyaksikan landscap tanah kelahiran kita begitu indah. Gunung tinggi menjulang, ngarai dan lembah yang membentang, hutan yang hijau perawan, hamparan padi di sawah yang menguning, sungai yang panjang berkelok, ombak dan pantai yang mempesona, tanah yang subur, dan panorama pesona lain yang tidak bisa dilukiskan dengan tutur kata. Itulah Indonesia.

Negeri yang oleh Bung Karno disebut zamrud Katulistiwa. Negeri yang oleh Koesplus disebut tanah syurga. Karena kesuburannya, Koesplus menggambarkan tongkat di batu jadi tanaman.

Bukan sesuatu yang hiperbolik jika memang dikatakan tongkat di batu jadi tanaman.

Tanaman umbi-umbian dan padi tumbuh subur di tanah Indonesia, yang memungkinkan tak perlu ada kelaparan di negeri ini. Musim buah selalu berganti dari musim yang satu kepada musim yang lain. Dengan aneka jenis buah yang bermacam-macam. Umbi dan padi yang berjenis-jenis. Dimanakah hal itu dapat dijumpai, kecuali di negeri kita Indonesia.

فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Pasti dan sudah seharusnya rakyat kita hidup sejahtera, sebab hampir tidak ada makanan yang tidak dihasilkan dari bumi Indonesia. Persediaan makanan cukup banyak. Dari panen ke panen, terus terjadi tanpa henti. Jika ada yang kekurangan, ini masalah distribusi, bukan persoalan suplay atau demand.

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).QS, Hud:6.

Masyarakat kita juga masyarakat kreatif, ataukah tamak? Berbagai jenis makanan olahan seolah menjadi cermin kekayaan kuliner dan selera rakyat Indonesia.

Keragaman ini pun kadang dan sering merefleksikan keragaman budaya adat istiadat dan kebiasaan makan. Hal ini memungkinkan sesungguhnya semua rakyat bisa hidup makmur.

Keragaman jenis dan bentuk makanan itu bisa bersifat subtitutif dan komplementer, artinya banyak pilihan yang memungkinkan semua rakyat tidak kelaparan, anak-anak tidak kekurangan gizi dalam masa pertumbuhannya.

فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Kesenjangan ekonomi dapat diatasi dengan memperbaiki jalur distribusi, memberantas kartel dan mafia, serta ” tetesan ke bawah “, kelompok the have melalui pembebanan pajak progresif, dll, serta membangun kesadaran berinfaq, zakat dan shodaqoh. Ini bagian penting dari rasa syukur dan meninggalkan keingkaran kepada karunia Tuhan.

لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Indonesia, juga mempunyai kekayaan alam yang luar biasa. Bahan-bahan tambang, migas, kekayaan bahari, flora-fauna, semua disediakan, dan harus mencukupi bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Hak milik diakui, tetapi nilai-nilai sosial harus menjadi kesadaran bersama.

Perasaan senasib dan sepenanggungan, tidak boleh luntur dari pikiran dan kehendak seluruh rakyat. Sumber-sumber kekayaan ekonomi dikelola oleh negara, untuk kemakmuran seluruh rakyat. Namun kemampuan negara terbatas.

Pihak swasta dapat membantu pemerintah dalam mengeksplorasi kekayaan alam, sepanjang tetap memperhatikan kepentingan nasional.

Kekayaan lain yang dimiliki Indonesia, adalah kekayaan suku, etnis bangsa dan agama. Kekayaan ini juga menempati wilayah daratan yang relatif tidak sama, dengan bahasa, tradisi, dan juga keinginan yang beragam.

Penuh Keragaman

Wilayah kita terdiri dari banyak pulau yang dipisah-pisahkan oleh lautan, membentang dari Sabang sampai Merauke.

Keragaman ini adalah anugerah. Beragamnya wilayah, suku bangsa dan agama, juga menimbulkan beragamnya cita-cita dan keinginan.

Semua itu hanya dapat disatukan dalam wadah idiologi Pancasila, landasan konstitusi UUD 1945, dan payung demokrasi. Ketiga hal ini adalah alat untuk menjaga NKRI. Sebagai suatu bentuk kesyukuran atas anugerah dari Tuhan.

Pun demikian, pengingkaran tetaplah terus terjadi, dari waktu ke waktu. Pancasila sebagai idiologi, mulai dibanding dan disandingkan dengan agama. Pancasila dinilai tidak tepat sebagai dasar negara.

Konstitusi negara, mulai diotak-atik, dengan serangkaian amandemen terhadap pasal-pasal yang dipandang tidak sesuai lagi dengan keadaan jaman.

Demokrasi dihujat sebagai sistem toghut dan bertentangan dengan hukum Tuhan. Produk-produk demokrasi, diingkari. Bahkan diruntuhkan. Padahal demokrasi itu suara dan kehendak rakyat. Fox populi fox dei. Suara rakyat, suara Tuhan.

Bung Karno, dijatuhkan. Kemudian Pak Harto, dikudeta. Habibie, difaith a comply, bahwa dia adalah presiden sementara. Habibie disebut the lamp duck, bebek yang lumpuh, dan hanya berhak memerintah selama satu tahun. Framing ini kan bertentangan dengan konstitusi.

Tidak ada istilah presiden sementara dalam konstitusi. Seorang wakil presiden harus melanjutkan tugas presiden sampai akhir masa jabatannya. Dikarenakan presiden tidak bisa melanjutkan tugasnya.

Gus Dur, yang terpilih secara aklamasi, pun dikudeta. Padahal situasi strategis itu merupakan momen penting untuk kemajuan bangsa. Tapi banyak politisi tidak sabaran dalam menggapai ambisinya.

Sehingga nikmat demokrasi banyak diingkari. Dari sekian presiden selama ini, mayoritas berakhir dengan cara kudeta, bukan dengan cara yang baik. Bahkan Presiden kita saat ini, Joko Widodo pun banyak dicaci maki, dan beberapa kali muncul isu kudeta. Padahal Beliau dipilih secara sah, melalui lembaga yang sah, dan mekanisme yang legitimate. Toh tetap diingkari juga.

Dan hal itu semua dapat menimbulkan luka dan luka, dari generasi ke generasi, waktu ke waktu. Jadi, semuanya bangsa kita memiliki. Yang kurang dalam memiliki adalah rasa untuk mensyukuri, qona’ah, terhadap pemberian Tuhan saat ini.

Baca juga 10 (Sepuluh) Prinsip Dasar Islam Nusantara, Apa Saja?

Kaya Potensi Bencana

Negeri kita juga kaya akan potensi bencana. Potensi mengandung arti, tidak harus terjadi.
Wilayah Indonesia berada di antara dua samudera. Dan tiga patahan benua, yang sangat berpotensi menimbulkan bencana besar.

Dari barat sampai timur, melalui bujur dalam dan luar, wilayah kita dilalui deret pegunungan mediterania. Di Sulawesi dan Maluku, Indonesia dilalui deret pegunungan Sirkum Pasifik. Hal ini menyebabkan negara kita kaya akan gunung api.

Sekitar 133 gunung api aktif ada di Indonesia. 50 persen dari sumber panas bumi pun ada di negara kita. Oleh karena itu, disamping keberadaan gunung api itu menyebabkan tanah subur, juga mempunyai potensi ancaman bahaya bencana yang besar.

Kawasan Indonesia berada di wilayah cincin api, ring of fire, yang membahayakan. Andai Tuhan tergantung kepada ilmu, maka secara teknis, Indonesia adalah wilayah yang paling mudah dikiamatkan.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Jalan dan cara inilah yang selama ini kita abaikan dalam hidup bernegara, di atas anugerah perbedaan yang luar biasa, sehingga kita tetap terseok-seok dalam mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain.

Bencana datang silh berganti, dari mulai banjir, tanah longsor, gempa bumi, hingga saat ini, pandemi covid-19. Sehingga keadaan ini sering menarik kita untuk memulai dari titik nol.

Dalam keadaan sulit seperti ini pun, masih ada pengingkaran-pengingkaran terhadap ayat-ayat Tuhan. Pandemi covid melanda kita. Ikhtiar dari pemerintah dilakukan sungguh-sungguh untuk menyelamatkan nyawa rakyatnya. Protokol kesehatan digalakan. Vaksin untuk menciptalan herd imunity dilakukan.

Toh masih banyak yang mengingkari adanya covid, dan tidak menghargai upaya pemerintah menyelamatkan jiwa rakyatnya. Vaksin diragukan. Protokol kesehatan diabaikan. Pemerintah dituduh berbuat dlolim. Padahal berbagai bantuan jaring pengaman sosial diberikan oleh pemerintah.

Ini semua adalah bentuk-bentuk kekufuran yang dapat mendatangkan bencana. Alam makrokosmos, merespon apa yang terjadi dalam alam mikrokosmos.

Mungkin benar kata Ebiet G Ade, mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga akan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Ya, barangkali rumput yang bergoyang itu memberitahukan akan adanya penghianat dan musuh dalam selimut, yang menggunting dalam lipatan, menusuk dari belakang terhadap Indonesia.

Oleh Toufik Imtikhani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button