Pagar Nusa, Untuk Indonesia Sehat dan Bermartabat
NU CILACAP ONLINE – Sebagai elemen bangsa, Pencak Silat Nahdlatul Ulama (NU) Pagar Nusa menjadi salah penentu bagaimana bangsa Indonesia sehat sekaligus bermartabat. Parameter sehat dan tidaknya sebuah bangsa, yang utama ditentukan oleh kualitas individu, keluarga dan masyarakat; baik jasmani maupun rohaninya. Pagar Nusa ada dalam konteks keduanya.
Pagar Nusa, NU dan Indonesia
Pencak Silat Pagar Nusa, Badan Otonom Nahdlatul Ulama (NU) yang membidangi pengembangan dan pelestarian tradisi Pencak Silat itu; sekarang sudah memasuki usia ke 36 tahun. Eksistensinya hampir ada di seluruh tingkatan; dari pimpinan pusat hingga pimpinan ranting.
Dan dari tingkatan yang ada, kita bisa melihat sekaligus menyaksikan bagaimana kiprah dari Pagar Nusa. Momen Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Pagar Nusa IV menjadi bukti otentik aktifitasnya; Juga Kejuaraan sejenis di level wilayah, cabang hingga anak cabang. Baca : Atlet Cilacap Raih Medali di Kejurda VII Pagar Nusa Jateng
Akititas fisik dalam bentuk olah raga dan aktifitas olah ruhani menjadi ciri kuat Pagar Nusa. Gabungan keduanya menjadi jati diri yang melekat kuat. Itu sebabnya, di dalam aktifitas Pagar Nusa, inheren di dalamnya membawa dan mewujudkan misi pelestarian olah raga sebagai kunci kesehatan secara jasmani, juga ruhani.
Bersamaan dengan itu, Pagar Nusa juga membawa misi meneguhkan ideologi baik dalam beragama maupun berbangsa; yaitu iIdeologi Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang rahmatan lil alamin di satu sisi dan iIdeologi Pancasila di sisi yang lain; keduanya melekat kuat dalam diri Pagar Nusa. Kedua sisi tersebut ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Pagar Nusa berasaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta UUD1945
Pagar Nusa beraqidah Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama’ah sesuai dengan fikrah, harakah, dan amaliyah Nahdlatul Ulama sebagaimana dimaksud oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
Tanggungjawab Ideologis
Nafas Pagar Nusa ada tidak saja bersamaan dengan eksistensi dan martabat Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI) sebagai tempat berpijak karenanya harus dijunjung ditinggi; Pagar Nusa juga selalu bersama dengan organisasi Nahdlatul Ulama, juga para Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah sebagai panutan dan membersamai mereka merupakan suatu kewajiban.
Inilah salah satu hikmah di balik didirikannya Pencak Silat Pagar Nusa oleh KH Abdullah Maksum Jauhari (Gus Maksum); Ulama khos panutan sepanjang zaman dengan sanad keilmuan yang sangat bisa dipertangungjawabkan. Tentu akan menjadi berbeda jika saja Pagar Nusa tidak didirikan oleh seorang Ulama.
Tantangan atas tanggungjawab ideologis Pagar Nusa merupakan aspek utama dewasa ini yang harus terus digelorakan; karena Pagar Nusa memiliki dua tanggungjawab sekaligus, yaitu menjaga diri untuk tetap sehat dalam pengertian jasmani dengan menggelorakan semangat keolahragaan; juga sehat dalam pengertian ruhani, termasuk sehat secara ideologi; dengan cara mempertahankan ideologi Islam Asswaja sekaligus Ideologi Pancasila dan kedaulatan NKRI.
Adalah fakta bahwa di Indonesia, sedang terus terjadi pertarungan ideologis berbasis agama, pemikiran, aliran, sektarianisme sempit; dengan ciri mengusung klaim kebenaran. Hal ihwal ideologi Pancasila sedang terus dirongrong oleh sebagian masyarakat. Meskipun mereka tinggal dan menetap di Indonesia; tetapi ada dan keberadaan mereka semakin terbuka mengusung propaganda ideologis baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan seperti di media sosial.
Rongrongan ideologis semacam secara terang-terangan mengusung Khilafah Islamiyah atau praktik politik sektarian bernuaansa suku agama ras dan antar-golongan (SARA) jelas mengarah pada situasi dan konidis yang tidak sehat. Lebih dari itu, martabat Indonesia sebagai negara merdeka sedang dalam ancaman serius justeru dari warga mereka sendiri yang tidak mengakui NKRI dan Pancasila.
Semua komponen yang tergabung di dalam Pagar Nusa harus membuka mata dan membuka lebar-lebar telinga; untuk melihat secara kasat mata dan mendengarkan hingga pendengaran nurai terdalam; bahwa ancaman ideologis itu nyata adanya. Karenanya, menjadikannya sebagai tanggungjaswab ideologis harus menjadi bagian dari peran dan kiprah Pagar Nusa.
Budaya dan Martabat
Prof Dr KH Said Aqil Siradj (2020) pernah mengatakan; martabat bangsa tergantung budayanya, bukan tergantung pada agamanya. Karena itu, dia pun mendorong kepada warga NU memajukan peradaban bangsa Indonesia.
Digambarkan oleh KH Said Aqil Siradj sebagaimana dilansir nu.or.id, pentingnya akhlak dan budaya ini sesuai dengan sebuah syair Syauqy Bey yakni Innamal umamul akhlaqu ma baqiyat wa inhumu dzahabat akhlaquhum dzahabu (Hidup dan bangunnya suatu bangsa tergantung pada akhlaknya, jika mereka tidak lagi menjunjung tinggi norma-norma akhlaqul karimah, maka bangsa itu akan musnah bersamaan dengan keruntuhan akhlaknya). Banyak negara yang menurut kita teologi dan aqidahnya tidak benar, tapi mereka maju. Kenapa? Karena berhasil mempertahankan budaya, karakternya, kepribadiannya.
Pagar Nusa tidak boleh lupa bahwa di samping sedang terjadi rongrongan ideologis, di bumi Nusantara ini juga sedang terus bergema wacana mengubah hingga memusnahkan tradisi dan budaya; dan mereka melakukannya atas nama agama. Agama dibenturkan dengan budaya. Segala yang bernuansa tradisi, budaya dan kearifan lokal, dicoba untuk dipermasalahkan lalu ujung-ujungnya hendak memusnahkan.
Bagi Pagar Nusa yang berdiri, tumbuh dan berkembang dalam budaya khas Nusantara, tidak ada pilihan lain untuk mengambil kiprah dan peran mempertahankan martabat Indonesia. Derajat dan kedudukan Indonesia tidak sejengkalpun boleh lepas dari genggaman.
Mengapa? Karena NKRI adalah bagian dari warisan para Ulama yang darah dan nyawa sudah mereka pertaruhkan demi martabat bangsa yang merdeka. Peran dan kiprah Pagar Nusa dalam mengawal dan menjaga Ulama tidak boleh sebatas jargon, melainkan harus dengan tindakan nyata.
Bergandengan Tangan
Pagar Nusa hari ini tidak sendiri; ia ada bersama seluruh komponen bangsa Indonesia lainnya. Masyarakat pendukung Pagar Nusa sangat beragam; ada para ulama, tokoh masyarakat, intelektual, birokrat, politisi, professional, guru-guru olah raga, juga gurun gaji.
Mereka adalah tokoh-tokoh masyarakat yang sering menjadi panutan bagimasyarakat baik di desa maupun di perkotaan. Nasehat-nasehat dan saran-saran biasanya didengarkan oleh masyarakat secara umum. Kelompok inilah yang banyak memegang tampuk kepemimpinan Pagar Nusa di berbagai tingkatan. Tetapi, di pihak lain, ada para siswa, mahasiswa dan masyarakat umum yang merupakan pendukung terbesar dari Pagar Nusa.
Semua itu merupakan human resources Pagar Nusa yang harus diberdayakan. Kuncinya adalah bergandengan tangan, bersatu dalam satu barisan. La Ghaliba IllaLlah semestinya juga bergandengan tangan dengan YadulLahi Ma’al Jamaah. Untuk apa?
Pertama, menumbuhkembangkan generasi Pagar Nusa di level paling bawah yaitu Pimpinan Anak Ranting untuk tujuan penguatan organisasi, regenerasi dan sekaligus penguatan budaya, tradisi dan ideologi. Dari Anak Ranting, “Anak Anak Pagar Nusa” tumbuh dan berkembang.
Kedua, meginternalisasikan, kontekstualisasi dan revitaiasi nilai-nilai dan pesan perjuangan Pendiri Pencak Silat Pagar Nusa, yaitu KH Abdullah Maksum Jauhari; salah satunya; hidupkan Pagar Nusa, Jangan (cari) Hidup di Pagar Nusa; dan menjadikannya sebagai pegagan juga semangat perjuangan.
Ketiga, mentradisikan prestasi dalam bidang olah raga, khususunya pencak silat; menunjukkan pada dunia bahwa pencak silat itu perlu untuk jiwa dan badan yang sehat; juga perlu untuk jiwa dan raga bangsa Indonesia yang bermartabat.
Demikian, semoga bermanfaat, selamat untuk Kejurnas dan Festival IV Pagar Nusa Tahun 2022; Berdikari dan Berprestasi
Munawar AM, Pemimpin Redaksi NU Cilacap Online