Tradisi Sedekah Laut Cilacap, Warisan Budaya Takbenda

NU CILACAP ONLINE – Tradisi Sedekah Laut Cilacap tercatat di situs Warisan Budaya Kemendikbud Republik Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2016.

Tradisi sedekah laut Cilacap berawal dari gagasan Bupati Cilacap ke III Tumenggung Tjakrawerdaya III dengan memerintahkan kepada yang dituakan oleh para nelayan nelayan Pandanarang. Tokoh yang dituakan tersebut bernama Ki Arsa Menawi.

Ki Arsa Menawai ditugaskan untuk melarung sesaji ke laut selatan beserta nelayan lainnya pada hari Jumat Kliwon bulan Syura tahun 1875.

Tradisi Sedekah Laut

Tradisi sedekah laut di Cilacap ini bertujuan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tangkapan ikan pada musim panen ikan melimpah dan para nelayan diberi keselamatan.

Perhelatan seremonial tersebut kemudian berkembang hingga saat ini. Kegiatan seremonial ini didahului dengan prosesi ziarah ke Pantai Karang Bandung yang terletak di Pulau Majethi, sebelah timur tenggara Pulau Nusakambangan.

Baca juga Jamasan Pusaka, Tradisi Luhur Warisan Para Leluhur

Ziarah ini dipimpin oleh ketua adat Nelayan Cilacap dan diikuti berbagai kelompok nelayan serta masyarakat. Tujuan dari prosesi ziarah ini yaitu agar nelayan mendapatkan dukungan semangat dari para leluhur, sehingga bisa mendapatkan tangkapan ikan yang maksimal.

Upacara sedekah laut ini juga dilakukan dengan prosesi mengambil air suci di sekitar Pulau Majethi. Tempat tersebut merupakan tempat tumbuhnya bunga Wijayakusuma, yang dipercaya masyarakat sebagai bunga yang melambangkan keberhasilan (terkait dengan seremoni ini yaitu keberhasilan dalam menangkap ikan).

Saat ini kelompok nelayan yang menggelar sedekah laut berjumlah 8 kelompok. Kelompok tersebut mendapat bantuan pemkab Cilacap dalam menggelar prosesi sedekah laut, mengingat sedekah laut Cilacap saat ini telah menjadi atraksi budaya di kabupaten Cilacap.

Para nelayan peserta prosesi sedekah laut ini menggunakan pakaian adat tradisional Nelayan Kabupaten Cilacap. Tradisi sedekah laut ini dihelat pada hari Jumat Kliwon bulan Syura setiap tahun.

Prosesi sedekah laut setidaknya melarung 9 jolen (perahu kecil yang memuat sesaji), 8 jolen dari para nelayan dan satu jolen tunggul (utama) dari pemkab Cilacap.

Sebelum jolen di larung, jolen-jolen tersebut di arak dari pendopo Wijayakusuma sakti Cilacap menuju ke pantai Teluk Penyu Cilacap diiringi dengan kesenian tradisional.

Gelaran tradisi sedekah laut Cilacap kemudian dilanjutkan dengan syukuran dengan menggelar kesenian Wayang Kulit semalam suntuk usai larung sesaji, pada jumat malam. Pertunjukan wayang kulit ini digelar oleh masing masing kelompok nelayan Ciilacap. Selain itu, kesenian calungan dan lengger pantoan dan kesenian tradisonal masyarakat jawa lainnya di kantor Disparbud digelar.

Baca juga Larung Jolen, Tradisi Warga Ujungmanik Cilacap Di Sasi Suro

Sedekah Laut Cilacap

Warisan Budaya Takbenda

Tradisi Sedekah Laut Cilacap tercatat di situs Warisan Budaya Kemendikbud Republik Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2016 dengan nomor Registrasi 2016006708 dengan Domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan.

Warisan Budaya Takbenda adalah berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan – serta instrumen, obyek, artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya- bahwa masyarakat, kelompok dan, dalam beberapa kasus, perorangan merupakan bagian dari warisan budaya tersebut.

Warisan Budaya Takbenda ini diwariskan dari generasi ke generasi, yang secara terus menerus diciptakan kembali oleh masyarakat dan kelompok dalam menanggapi lingkungan sekitarnya, interaksi mereka dengan alam dan sejarah mereka, dan memberikan rasa identitas yang berkelanjutan, untuk menghargai perbedaan budaya dan kreativitas manusia.

Baca juga 7 Tradisi Suroan Cilacap, Akulturasi Budaya Nusantara

Dokumen UNESCO  Konvensi 2003 UNESCO Pasal 2 ayat 2, menyebutkan, untuk tujuan Konvensi ini, pertimbangan akan diberikan hanya kepada Warisan Budaya Takbenda yang kompatibel dengan instrumen hak asasi manusia internasional yang ada, serta dengan persyaratan saling menghormati antar berbagai komunitas, kelompok dan individu, dalam upaya pembangunan berkelanjutan.

Mengapa disebut warisan budaya tak benda? Warisan Budaya Takbenda atau intangible cultural heritage bersifat tak dapat dipegang (intangible/abstrak), seperti konsep dan teknologi; dan sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman seperti misalnya bahasa, musik, tari, upacara, serta berbagai perilaku terstruktur lain. (Edi Sedyawati: dalam pengantar Seminar Warisan Budaya Takbenda, 2002) . (MaM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button