Trending

Kiai Muhdzir Saifulloh, Ungkapan Cinta Lewat Gramatika

Oleh Elijah Rizqiyani

NU Cilacap Online – Apakah menurutmu cinta harus selalu kita ekspresikan? Ungkapan cinta tak selalu melalui kata-kata. Ia serupa tindakan, perasaan, dan terkadang ucapan. Hal-hal yang dilakukan atas dasar cinta akan selalu berasa indah. Inilah Sosok Kiai Muhdzir Saifulloh atau Abah Muhdzir dalam Ungkapan Cinta Lewat Gramatika.

Abah Muhdzir

Kiai Muhdzir Saifulloh atau akrab dipanggil Abah Muhdzir, adalah pengasuh Pondok Pesantren (PP) APIK Kesugihan, Cilacap. Sejak tahun 1990 hingga beliau wafat pada tanggal 25 Februari 2020.

Beliau lahir pada tanggal 30 Oktober 1962. Adalah putra pertama dari KH Saifulloh Muchsin dan Ibu Nyai Hj. Masngidah. Pada tanggal 1 Shafar 1413/31 Juli 1992 ia menikah dengan Ibu Nyai Mustolihah dikaruniai seorang putri bernama Ning Rounaqun Na’ma.

Pondok Pesantren Asrama Pelajar Islam Kesugihan (PP APIK) berada di Dusun Salakan Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap. Pesantren ini didirikan oleh KH Muchsin dan Nyai Hj Khodijah yang awal mulanya hanyalah berupa mushola. Laiknya Mushala yang saat itu untuk mengaji oleh keluarga dan masyarakat sekitar.

Sekitar tahun 1970 baru ada santri-santri yang menginap untuk menimba ilmu. Setelah Kiai Muchsin wafat, pesantren diasuh oleh putranya yakni Kiai Saifulloh Muchsin dan diteruskan oleh Kiai Muhdzir Saifulloh putra sulungnya. Setelah kiai Muhdir wafat, kini PP APIK diasuh oleh adiknya yakni Kiai Nurul Huda.

Santri Gus Mus

Abah Muhdzir menimba ilmu di Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin Rembang kurang lebih selama lima tahun. Sebagai santri, takzimnya kepada gurunya selalu ia agungkan.

Takzim adalah ungkapan cinta santri pada gurunya yang terkasih. Laiknya kepada kekasih, seseorang akan melakukan hal-hal yang bisa membahagiakan kekasihnya. Seperti yang kiai Muhdir kepada gurunya.

Adiknya, Kiai Nurul Huda mengatakan bahwa kakaknya ini pernah ikut serta dalam membangun kamar mandi di ndalem Abah Mustofa Bisri, sebagai salah satu takzim beliau.

Takzimnya kepada guru juga terbukti pada apa yang ia lakukan dalam menjaga hati gurunya. Abah Muhdir tak ingin menyakiti gurunya baik melalui tindakan, ungkapan, bahkan hanya prasangka.

Abah Muhdzir pernah beberapa kali sowan ngaturi KH Mustofa Bisri (Rembang) untuk mengaji di acara Haul Pondok Pesatren APIK. Tapi karena suatu alasan, Gus Mus (Sapaan populer KH. Mustofa Bisri) tidak bisa mengiyakan permintaannya.

Meskipun keinginan itu sangat kuat, akan tetapi Abah Muhdzir tidak memaksakan Gus Mus untuk mengaji di PP APIK, bahkan Abah Muhdzir tidak mau lagi mengungkapkan keinginannya. Beliau takut hal itu akan menjadi penggalih gurunya, Gus Mus.

Kiai Muhdzir Saifulloh

Mahir Nahwu Shorof

Kiai Muhdzir Saifulloh atau Abah Muhdzir Saifulloh terkenal sebagai ulama yang mahir dalam ilmu Nahwu dan Shorof. PP APIK sendiri terkenal dengan pesantren dengan fokus pada kajian ilmu Nahwu dan Shorof.

Hal ini juga terlihat dari logo pesantren yang tertulis تربية النحوية السلفية . Meskipun selain itu, di PP APIK juga mengajarkan ilmu-ilmu yang lain seperti Fiqih, Tafsir, Hadist, dll.

Selain sibuk dengan mengurus santri di PP APIK, Kiai Muhdir juga mengajar Nahwu di MTs MINAT dan MA MINAT Kesugihan, madrasah yang berada dalam naungan PP Al Ihya Ulumaddin Kesugihan.

Ilmu gramatika Bahasa Arab sudah seperti nafas yang setiap hari beliau tekuni dan beliau amalkan. Keilmuannya beliau ajarkan kepada para santrinya.

Penulis sendiri adalah santri yang belajar pada beliau sejak mengenyam pendidikan di MTs MINAT dan MA MINAT. Dalam mengajarkan ilmu Nahwu, Kiai Muhdir selalu berusaha menggunakan metode pembelajaran yang bisa membuat santrinya paham dengan penuh penjelasan.

Dia kerap menjelaskan dengan gerakan tangan dan dengan suara yang dilagukan agar penjelasan lebih mudah dipahami dan diingat. Hal ini membuat ilmu Nahwu yang terkenal sebagai ilmu yang susah dipahami menjadi lebih mudah dipahami.

Abah Muhdzir juga sering mengotak-atik syi’ir-syi’ir berbahasa arab. Ia lagukan bersama para santrinya lalu  mengulik satu persatu kata dari syi’ir yang ia lagukan untuk dijelaskan secara nahwu. Baik dari i’robnya, posisinya sebagai apa, kalimat tersebut termasuk kalimat apa. Dengan seperti itu, santri yang sedang belajar menjadi lebih mudah memahami ilmu Nahwu.

Salah satu syi’iran yang sering beliau lagukan ialah:

                            اسرب القطا هل من يعير جناح ه لعلى الى من قد هويت اطير  

Artinya “Duhai sekumpulan burung Qoto’ yang sedang mengibarkan sayapnya, bisakah terbang menuju orang yang kucintai”

Cintanya pada ilmu Nahwu ia buktikan dengan kitab-kitab yang dikaji oleh santrinya adalah tulisan tangannya sendiri.

Kiai Muhdir menulis dengan tulisan tangan kitab Jurumiyah, ‘Imrithy, dan Kitab Maqsud. Kitab-kitab yang dia tulis itu difotokopi dan dipakai untuk belajar para santri sampai sekarang. Bahkan kitab ini juga telah dipakai di beberapa pondok pesantren lainnya sebagai rujukan dalam mendalami ilmu nahwu.

Kecintaan Abah Muhdzir pada ilmu Nahwu dan Shorof menjadikannya sangat berhati-hati dalam memaknai kitab.

Jika dia menemukan kalimat yang kurang pas baik makna maupun harokatnya, dia akan selalu menelitinya. Kiai Muhdir tidak sembarang memberi makna atau harokat.

Kiai Berjiwa Sosial

Jika sedang ngaji bandungan pada bulan Ramadhan,kiai Muhdir tidak pernah alpa untuk membawa kamus bahasa Arab. Dirinya tidak ingin menganggap gampang dengan sekedar memberi harokat asal-asalan.

Menjadi murabbi untuk para santrinya adalah sebuah tanggung jawab besar yang ia lakukan dengan penuh keikhlasan. Memberikan hak belajar pada santrinya dengan selalu rawuh saat jam mengajarnya adalah salah satu bentuk tanggung jawab itu.

Abah Muhdir adalah guru yang hampir tidak pernah alpa dalam mengajar. Jika jadwal mengajar baik di pesantren maupun di sekolah, beliau akan selalu berusaha datang tepat waktu.

Tidak ada istilah jam kosong untuk beliau. Abah Mudir tidak ingin para santrinya tidak terpenuhi haknya dalam belajar. Jika memang sudah benar-benar tidak bisa diusahakan beliau akan mengutus badal untuk menggantikan beliau mengajar.

Baca juga KH Abdul Wahab; Jejak Teladan Sang Pemerhati Pendidikan

Abah Muhdzir adalah kiai yang terkenal dengan jiwa sosialnya yang tinggi. Beliau adalah kiai yang selalu memenuhi undangan. Semua undangan baik itu hajatan, tahlilan, atau apapun itu selalu beliau usahakan untuk datang.

Idkholussurur (membahagiakan orang) pada yang mengundang selalu beliau lakukan. Jika benar-benar memang tidak bisa datang beliau akan mengutus kakang untuk datang pada undangan tersebut.

Beliau juga sangat sering menjenguk orang sakit. Bahkan jika yang sakit itu santri atau alumni, beliau akan meluangkan waktu untuk menjenguknya.

Hubungan Abah Muhdir dengan masyarakat sangat baik tergambar dari cara beliau bergaul di masayrakat. Sebelum gerah, beliau selalu berangkat sekolah naik sepeda. Dalam perjalanan itu ia tidak lupa menyapa orang-orang yang beliau temui.

Bahkan menurut penuturan salah satu tukang becak yang ada di Pasar Kliwon Kesugihan, dirinya seringkali memberikan rokok atau minyak wangi pada mereka.

Abah Muhdzir memang senang sekali memberi minyak wangi pada orang-orang yang beliau temui seperti santri yang sowan, orang yang bersilaturrahmi bersama beliau, saat menjenguk orang sakit, dll.

Pencinta Keluarga

Kiai Muhdzir Saifulloh dengan kesibukan mengajar santrinya tidak lantas mengurangi prioritasnya terhadap pasangan.

Romantisnya abah Muhdir menghiasi hari-hari rumah tangganya. Selama menikah, Nyai Mustolihah sang istri  tidak pernah memotong kukunya sendiri. Abah Muhdzirlah yang dengan telaten memotong kuku Bu Nyai.

Mencintai adalah sebuah ritual selalu mengingatnya. Abah Muhdzir memiliki kebiasaan membawa pulang snack yang beliau dapatkan dari sekolah. Beliau hanya menyicip satu makanan yang lain beliau bawa pulang untuk istri dan anaknya.

Apalagi jika beliau tahu itu makanan kesukaan putrinya, beliau akan menyimpannya. Hingga ketika putrinya sudah di pesantren, jika mendapatkan makanan kesukaan putrinya beliau akan simpat di kulkas. “Mbok Rauna ijig-ijig bali bu (Siapa tahu Rauna pulang, Bu” ujar Beliau.

Kiai Muhdir juga memiliki kebiasaan mengupaskan buah-buahan untuk istri dan putrinya. Hal-hal kecil selalu ia perhatikan untuk kebahagiaan istri dan putrinya.

Ungkapan cinta Abah Muhdzir pada ilmu Nahwu yang selalu ia ekspresikan melalui tindakan-tindakannya dalam mengajar.

Cintanya pada keluarga, pada santrinya, pada masyarakatnya adalah bukti hal-hal yang abah Muhdir  lakukan atas dasar cinta, cinta pada Allah SWT. Sehingga membuat hubungannya dengan orang-orang sekitarnya selalu indah dan atas dasar ibadah.

Semoga kita semua bisa meneladani kebaikan-kebaikan beliau. Amiin (IHA)

(Artikel ini adalah Pemenang I Sayembara Penulisan Tokoh Alim Ulama dan Kiai Cilacap 2024  oleh LTNNU Cilacap)

Elijah Rizkiani, juara sayembara menulis feature alim ulama Cilacap

Penulis; Elijah Rizqiyani, S.Sos aktif di organisasi Fatayat NU. Saat ini masih aktif menjabat sebagai sekretaris Pimpinan Ranting Fatayat NU Karangjengkol. Ia juga anggota bidang dakwah PAC Fatayat NU Kesugihan. Kesehariannya adalah sebagai guru BK di MA Minat Kesugihan. Ia juga aktif menulis cerita fiksi baik di buku fisik maupun buku digital.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button