Judi Online: Harapan, Candu dan Kemiskinan
NU CILACAP ONLINE – Judi online yang semakin hari semakin tak terbendung keberadaannya. Antara etika yang privat dan moralitas yang semu bagi yang memainkannya.
Melansir Kompas. com. Penjudi online jumlahnya sangat besar di Indonesia mencapai 2,1 juta orang dan didominasi orang-orang berpengahasilan rendah.
Terkadang justru yang bermain kebanyakan adalah kelas-kelas ekonomi menengah bawah. Yang justru seharusnya membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang mendasar seperti kebutuhan sehari-hari.
Tentang bagaimana logika berjudi itu. Saya yang memang tak begitu tertarik pada judi. Baik judi secara konvensional atau online. Bukan saya tidak memiliki rasa senang pada setiap permainannya.
Akan tetapi berjudi adalah bertaruh. Konsekwensi dari pertaruhan, tentu bermain dengan ketidakpastian. Ada kalanya kita kalah dan sayang uang yang di dapat dengan jerih payah tidak mengahasilkan apa-apa.
Begitu pun sebaliknya jika kita menang atas perjudian tersebut. Karena memperoleh uang dengan mudah. Sudah pasti tanpa berpikir panjang. Inginnya uang itu dibelajakan tanpa ada perhitungan terbawa arus kemenangan akan perjudian itu, yang sebelumnya sudah kita harapkan mendapatkan banyak uang.
Judi dan Permainan
Mungkin tidak hanya saya dan pasti banyak orang lain yang sepakat akan hal ini. Terus terang saya sendiri menginterpretasikan judi merupakan permainan. Setiap orang pasti menyukai permainan.
Ditambah dari permainan itu ada harapan. Ya mungkin beda-beda tipis dengan bermain cinta. Harapannya, kita nanti dapat kasih sayang dari orang lain.
Berjudi anologinya pun sama seperti itu. Ada harapan dari permainan judi. Jika bermain dengan cinta pertukarannya adalah nilai kasih sayang. Judi dilakukan dengan tukar tambah nilai uang.
Baca juga Workshop Kebendaharaan Tingkatkan Manajemen Keuangan
Yang mana harapan akan uang selalu menggiurkan kita; sebagaimana apa-apa sekarang harus dibeli dengan uang. Istilahnya punya uang banyak itu menyenangkan. Tetapi dasarnya apa yang menyenangkan dari uang adalah harapan kita dapat membeli dengan uang itu.
Maka dari itu antara permaianan yang terkadang menjadi hal yang membuat penasaran. Juga bagaiamana menang judi itu harapan mendapat uang. Apakah judi online sendiri merupakan sesuatu yang sulit dihilangkan bagi para pelakunya?
Atau judi online sendiri merupakan sebuah prodak yang dikesankan bisnis yang menjajikan. Antara harapan yang ditawarkannya setidaknya bagi orang-orang yang terlibat judi online? Yang mendapat uang dengan mudah serta menyenangkan berbasis media online tanpa diketahui oleh public seperti judi konvensional?
Ataukah sebenarnya banyak kebangkrutan tetapi tidak disadari secara langsung oleh penjudi online? Sehingga judi online sulit dibrantas karena hanya melibatkan ruang privat cukup dengan smart phone masing-masing?
Islam Memandang Perjudian
Dalam Islam sendiri secara tegas mengatakan judi adalah tindakan yang haram baik itu online atau konvensional. Tentu sesuatu yang haram artinya banyak kerugiaannya dari pada manfaatnya bagi seseorang yang memainkannya.
Tetapi bagi saya pribadi. Pandangan agama hanya melengkapi pengetahuan apa yang akan merugikan kita dan sebuah rujukan pengetahuan dari peringatan sebelumnya.
Akan tetapi setiap bentuk kenikmatan dan harapan. Pengetahuan agama saja tidak cukup untuk dapat menghindari sesuatu yang kita sukai meskipun itu merugikan diri kita. Sudah dijelaskan di awal-awal artikel ini. Saya tak begitu tertarik pada judi karena saya menyadari segala sesuatu ada konsekwensi.
Judi sendiri, kita itu bermain uang dan suatu saat kita dapat kehilangan uang. Saya tak mau bertaruh untuk kehilangan uang bila untuk mendapatkannya tidak pasti.
Saya menyadari untuk mendapatkan uang. Seseorang harus bekerja dan tidak ada yang namanya kerja itu tidak lelah sudah pasti lelah.
Mengapa saya katakan tidak cukup hanya pengetahuan agama untuk sesuatu yang haram? Terkadang untuk sebuah kesenangan meski itu haram atau perbuatan yang dilarang agama.
Banyak orang tahu judi itu haram atau hal maksiat lain contohnya. Meskipun mereka tahu itu sesuatu yang merugikan tetap dijalani saja dengan alasan kesenangan hidup mereka. Meski ia sadar itu haram dijelaskan oleh agama.
Akan tetapi saya berprinsip dalam hidup ini. Jika memang itu merugikan diri kita sendiri. Apapun yang dilakukan itu. Saya sudah pasti tak menjalankan itu. Tentu dengan pertimbangan nalar saya sendiri, yang setiap orang punya nalar untuk tindakannya masing-masing.
Jadi kembali. Saya tidak mempermasalahkan apa yang dilakukan orang lain. Jika memang hal yang maksiat baik dijalani orang lain. Ya silahkan saja. Tetapi apapun yang manusia lakukan ada konsekwensi. Dan sebuah fakta dari konsewensi hal yang dilarang oleh agama pasti ada alasannya.
Disitulah setiap tindakan, kita harus membayar sendiri konsekwensi itu dari dan untuk kita sendiri. Tentu sebagaimana menjadi seorang penjudi. Hidupnya tidak akan jauh dari konsekwensi, yang dasarnya sesuai apa yang di permainkannya. Tetap saja berkutat pada keuangan.
Lantas sebelum kita jauh kesana. Membahas bagaimana konsekwesi itu berlangsung. Apakah berjudi sendiri. Sudah sepatutnya konsekwensi menjadi hal yang perlu dipikirkan ketika kita akan berjudi; selain kata haram yang juga diajarkan pada ajaran agama?
Konsekuensi Perjudian
Judi sebagaimana sudah menjadi fenomena social. Banyak ajaran-ajaran pengetetahun tidak hanya agama. Nasehat berjudi juga disuarakan dengan berbagai cara seperti pesan-pesan moral dalam lagu atau ajaran kebijaksanaan mengenai segala konsekwensi hidup manusia.
Dalam lirik lagu “Judi” Roma Irama misalnya. Menurutnya judi diasosiasikan sesuatu yang meracuni kehidupan. Sebab dengan berjudi dapat merubah dari yang tadinya kaya menjadi miskin.
Akan tetapi sangat jarang ditemukan orang miskin berjudi menjadi kaya. Terkecuali memang bandar judi. Yang realitanya belum tentu ia juga bermain judi.
Rata-rata orang miskin yang berjudi level ekonominya sebegitu saja. Misalkan dapat taruhan banyak dari judi digunakan kembali untuk judi. Menang judi uangnya dihambur-hamburkan untuk memuaskan kemenangannya yang di dasari harapan hasil judi. Sehingga bayangan akan uang untuk dibelanjakan habis seketika itu.
Kemudian untuk modal berjudi kembali. Seorang penjudi harus merogoh koceknya lagi untuk deposit berjudi kembali. Artinya ini apa? Ya judi sendiri merupakan praktik konsumsi tetapi hasil yang didapat adalah emosi sesaat.
Baik merasakan dinamika kalah dan kehilangan uang. Begitu juga rasa puas menang yang akhirnya uang dihabiskan untuk membayar kehilangan uang yang sebelum-sebelumnya.
Saya juga memiliki teman seorang penggila judi online. Sebut saja namanya Anto Wijoyo (35), bukan nama sebenarnya. Judi online itu menarik, disamping ruang privat yang menjadi basisnya.
Saat ini seorang penjudi tidak begitu gamblang diketahui umum. Sebab bisa dengan online memungkinkan khalayak umum tidak tahu bahwa ia seorang penjudi.
Jika Anto, teman saya itu tidak cerita jika dia seorang yang gila berjudi. Tentu saja saya tidak akan tahu. Berbeda jika judi itu dilakukan konvensional.
Saya bisa tahu penjudi-penjudi ulung, yang memang hobinya main judi baik tetangga atau teman-teman saya yang lain biasa bermai judi di kalangan.
Sebab di desa sendiri “judi” menjadi hal yang biasa ditemukan di orang-orang yang sedang hajatan atau pos-pos ronda. Bahasanya untuk menemani begadang supaya tidak ngantuk diselingi permainan judi meskipun kadang tak secara terang-terangan. Jujur saja itu hak mereka dan saya tak mau mencampuri urusan itu.
Akan tetapi cerita Anto kepada saya. Dia bercerita selama ia bermain judi yang basisnya di online. Ditotal sudah menghabiskan dana sampai dengan puluhan juta. Ia merinci ada sekitar 80-jutaan habis untuk judi online.
Anto sendiri saat ini sedang berusaha keras menghindari judi online. Tetapi sesuatu yang sebelumnya candu dari permainan judi. Tidak secara ekstrim bisa total berhenti. Karena memang otaknya sudah mengarah kesana. Tidak ada aktivitas yang berarti; godaan untuk kembali berjudi seperti telah membayangi pikiran Anto.
Dengan uang yang sebegitu besar hanya untuk judi online. Saya kira uang 80-juta jika dibelikan asset atau hal yang produktif lain. Manfaatnya akan sangat besar untuk menunjang perekonomian baik untuk dirinya sendiri juga orang lain yang mendapat manfaat.
Maka tidak heran. Seseorang yang candu judi khusunya online atau konvensional. Seringakali justru mereka menjual apa yang telah mereka punya seperti rumah, tanah dan sebagainya hanya untuk judi. Yang akhirnya membuat mereka jatuh miskin. Mungkin kecanduan judi dan mereka jatuh miskin sudah menjadi fenomena yang umum.
Inilah yang seharusnya dilakukan pemerintah. Ketika masyaraat tidak mampu mengatur dirinya sendiri. Satu contoh menjadi penjudi online yang merugikan diri mereka sendiri. Pemerintah sudah seharusnya membrantas itu dengan kebijakan-kebijakan yang mampu dilakukan pemerintah.
Sebab jika ditotal orang-orang yang terlibat judi online bisa mencapai jutaan orang. Dan perputaran uang uang judi sendiri mencapai ratusan trilyunan. Seharusnya jika uang itu digunakan untuk memutarkan ekonomi seperti beli-beli kebutuhan sehari-hari bagi pelaku judi.
Sudah pasti ekonomi berjalan lancar dan banyak industry yang terbantu di tengah iklim ekonomi yang makin lesu. Biaya produksi tinggi namun daya beli masyarakat berkurang digerus inflasi.
Tetapi bukankah ancaman bila uang untuk berjudi itu tidak diketahui untuk apa dan lari ke Negara mana? Bukankah jika uang tidak berputar disuatu Negara, tidak dibelanjakan di Negara itu. Acaman resesi Negara bisa menjadi nyata seperti Indonesia yang masyarakatnya bisa dibilang gila judi?
Resesi berarti adanya perlambatan ekonomi. Perusahaan terancam gulung tikar. UMKM tidak dapat survive. Praktis bayangan akan kemiskinan itu tetap akan ada bukan untuk penjudi saja tetapi efek makronya ke masyarakat luas.
Itu dari hasil dari konsekwensi judi. Meski terbilang remeh bertarung hanya dibawah 100 ribu. Tetapi jika itu dilakukan jutaan orang? Ya kita hitung bersama-sama saja. Intinya banyak. (Toto/Naeli)
Baca juga Waspada Maraknya Judi Online di Situs Pendidikan