INSIMA Gelar Kuliah Umum, Undang Elisabeth Inandiak (Prancis)
NU CILACAP ONLINE – Institut Agama Islam KH Sufyan Tsauri Majenang (INSIMA) gelar kuliah umum bertajuk ‘Pendidikan, Budaya dan Perdamaian’ mengundang Jurnalis dan penerjemah terkemuka dunia Elisabeth Inandiak (Prancis).
Acara berlangsung di Aula KH Sufyan Tsauri hadir aktivis budaya, pengajar, guru, dosen, civitas akademika dari beberapa perguruan tinggi Nahdlatul Ulama Majenang Cilacap dan sekitarnya serta ratusan mahasiswa memenuhi ruangan pada Sabtu, (21/09/2024).
“Kuliah umum ini kami selenggarakan untuk semua insan kebudayaan terutama para pendidik, pengajar termasuk civitas akademika yakni para dosen bukan hanya mahasiswa.” aku Rektor INSIMA Dr Masngudi dalam sambutannya.
Dia juga mengemukakan bahwa dirinya sebelumnya sebagai Ketua Sekolah tinggi Agama Islam KH Sufyan Tsauri (STAIS) Majenang kini sebagai Rektor setelah menjadi Institut Agama Islam KH Sufyan Tsauri Majenang (INSIMA) dirinya pun menyampaikan harapan dan apresiasi.
“Baru dua bulan lalu saya dilantik secara institusi. Adalah terimakasih atas amanah ini, termasuk dukungan dan segala harapan sekaligus apresiasi.” tuturnya.
Kesempatan Istimewa
Dalam kesempatan pembukaan kuliah umum Rektor INSIMA Dr Masngudi yang juga ketua Lembaga Perguruan Tinggu PCNU Cilacap mengaku mendapat kesempatan istimewa atas kehadiran sosok Ibu Eli sapaan akrab Elisabeth Inandiak.
“Kami bersyukur kali ini mendapat kesempatan istimewa dan langka berupa kuliah umum dari Ibu Elisabeth Inandiak, sosok yang dedikasi dan jasanya diakui dunia dalam pengembangan budaya, dan kemanusiaan. Terutama dalam hubungan diplomatik khususnya Indonesia-Prancis.” katanya
“Beliau tersohor selain sebagai jurnalis, atas berkat kerja kerasnya dalam menerjemahkan Serat Centhini yang kaya dengan kandungan sastra dan tasawuf ke dalam bahasa Perancis, juga beliau melakukan kerja pemberdayaan dalam bidang budaya, kemanusiaan dan peradaban di Jawa, Sumatra, India hingga di Afrika Utara.” Imbuhnya.
Lebih dalam Dr Masngudi yang juga menjabat Wakil Ketua Lesbumi PWNU Jawa Tengah mengaku dirinya mengenali Ibu Eli (Elisabeth Inandiak) pada tahun 1999 saat dirinya dan teman membuat pameran komik indie di Yogyakarta
‘Ya saat itu paska reformasi dimana banyak partai bermunculan, kami dan teman-teman buat partai komik Indonesia sebagai bentuk perlawanan pada partai yang serius. Tapi karena bejibun sibuknya beliau, kali itu kami enggak berhasil mendatangkan beliau, Tapi hari ini berhasil.” kenangnya.
Terakhir diapun menegaskan bahwa oleh karena ada banyak hal yang tidak kita ketahui di dunia sana oleh karenanya penyelenggaraan kuliah umum penting kita adakan.
Transformasi Nilai
Banyak hal yang diutarakan oleh Ibu Eli (Elisabeth Inandiak) pada forum kuliah umum yang dihelat oleh INSIMA bertajuk ‘Pendidikan, Budaya dan Perdamaian’.
“Terkait pendidikan pengalaman saya pada Muaro Jambi Sumatra, kami mengajak anak muda berkreasi dan berinovasi dengan menggali pengetahuan lokal lalu kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk literasi. Buku dan film dokumenter kami produksi dan itu merupakan bentuk nyata dengan sinergi akan bisa ciptakan harmoni, dan kedamaian.” Ungkap penerima Prix littéraire de l’Asie (Penghargaan sastra Asia) pada tahun 2003 tersebut.
Selain itu Ibu Eli juga mengungkapkan bagaimana ketertekanan masyarakat Negeri Al Aljazair karena selama seabad lebih terjajah oleh bangsa Prancis.
“Nah upaya perdamaian terutama soal kejiwaan dari ketertekanan itu kami implementasikan melalui mata pelajaran sains di madrasah-madrasah Aljazair.” terang Mertua Eross Chandra Musisi grup band Sheilla On 7 yang juga penerjemah “Saman” sebuah novel karya Ayu Utami ke dalam bahasa Prancis (2008).
“Maka ilmu pengetahuan lebih berorientasi pada transpormasi nilai budaya yang terapannya untuk kehidupan nyata. Demikian itu sebagai pengingkatan kualitas manusia dalam menata kehidupan yang damai.” Jelasnya.
Hadir dalam kesempatan itu Pengasuh pesantren Karanggedang KH Faisal kamandobat yang juga sebagai moderator mengemukakan bahwasanya beliau mengisahkan hal-hal terkait kerja kerasnya dalam dunia pendidikan, kebudayaan dan perdamaian.
Dalam hal ini transformasi nilai budaya lokal menjadi penting untuk bekal pemajuan dunia pendidikan Indonesia. Bagaimana agar ilmu pengetahuan lebih berorientasi pada nilai budaya dan pada kehidupan nyata.
“Kedatangan beliau dalam forum ini menambah motivasi literasi kita. Dan mengasah kreatifitas sebagai upaya membangun ekosistem pendidikan berbasis budaya dan perdamaian. Terutama dalam konteks kampus dan yang populer hari ini adalah kampus merdeka.” Terangnya. (IHA)