Bapak Arkeologi Indonesia Mundardjito Meninggal Dunia

NU CILACAP ONLINE – Prof Dr Mundardjito yang dijuluki Bapak Arkeologi Indonesia, meninggal dunia Jumat Siang (2/7/2021). Arkeolog senior yang setia dengan keilmuan masa lalu yakni dunia sejarah dan arkeologi itu menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 12.40. Informasi meninggalnya Pak Otti, sapaan akrabnya, beredar di sejumlah grup media sosial sejarah dan arkeologi Indonesia.

Dari sejumlah postingan koleganya di media sosial, Prof Mundardjito sebelumnya dirawat di rumah sakit. Ucapan duka cita pun datang dari berbagai kalangan, termasuk para muridnya. Duka Cita mendalam untuk Bangsa Indonesia atas kepergian Sang Guru, Bapak Mundardjito.

Siang ini kami semua dikejutkan oleh berita yang menekan jiwa. “Innalillahi wainna lillahi rojiun, telah berpulang ke rahmatulloh Bapak kami tercinta ” Prof. Dr. Mundardjito” pada tanggal 02 Juli 2021 pukul 12.40. Semoga almarhum diterima dan dimudahkan serta dilapangkan jalannya menuju sang khalik. Aamiin.

Selamat jalan pak Otti menuju rumah abadi, kami yang selalu merindukanmu hanya dapat mengiringimu dengan Alfatihah,” tulis Dyah Chitraria Liestyati di akun Facebook.

Biografi Prof Dr Mundardjito

Berikut ini biodata lengkap Prof Dr Mundardjito, Bapak arkeologi Indonesia. Beliau adalah arkeolog senior yang setia dengan keilmuan masa lalu yakni dunia sejarah dan arkeologi.

Prof. Dr. Mundardjito lahir di Bogor, 8 November 1936; umur 85 tahun, merupakan seorang arkeolog dari Indonesia yang dijuluki sebagai Bapak Arkeologi Indonesia.

Dia terkenal karena mengenalkan Ilmu Metodologi Arkeologi yang dia pelajari dari Universitas Athens di Yunani pada tahun 1971 sekaligus membuat cabang ilmu baru, yaitu Ekologi Dalam Arkeologi Ruang pada tahun 1993.

Mundardjito merupakan mantan guru besar tetap di Universitas Indonesia. Setelah pensiun pada tahun 2001, dia menjadi guru besar tidak tetap di Universitas Indonesia (UI).

Mundardjito telah mendapatkan penghargaan nasional seperti Penghargaan Ahmad Bakrie Award pada tahun 2014 dan Satyalencana Karya Satya pada tahun 1994.

Seperti dilansir Wikipedia, Mundardjito merupakan anak kedua dari enam bersaudara dari dokter hewan Soedarjo yang merupakan Kepala Kebun Raya Bogor. Dia sekolah di Sekolah Dasar Negeri Bogor pada tahun 1943 dan lulus pada tahun 1949.

Selanjutnya, dia melanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri Bogor pada tahun 1949 sampai tahun 1952. Saat bersekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri Bogor pada tahun 1952 hingga 1955, Mundardjito mulai tertarik dengan arkeologi karena gurunya merupakan seorang arkeolog yang berasal dari Jakarta.

Pada tahun 1956, Mundardjito memilih Jurusan Arkeologi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia sebagai studi perguruan tingginya. Selama berkuliah, dia bekerja sambilan sebagai pemusik dalam sebuah band untuk membantu biaya kuliahnya.

Akan tetapi, ketika lulus ujian menjadi sarjana muda pada tahun 1961, Tjan Tjoe Siem yang saat itu menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra bertanya kepada Mundardjito apakah dia mau jadi pemain musik atau jadi sarjana sehingga Mundarjito memutuskan berhenti menjadi pemusik.

Baca Artikel Terkait:

Mundardjito lulus sebagai sarjana pada tahun 1963 dengan skripsi yang mengambil tema penelitian di Bayat, Klaten dan menjadi asisten dosen arkeologi di Universitas Indonesia. Dia mendapatkan beasiswa untuk belajar metodologi arkeologi di Universitas Athens pada tahun 1969 selama dua tahun bersama Noerhadi Magetsari.

Di bawah bimbingan Spyridon Marinatos, Mundardjito belajar metode pendisiplinan calon arkeolog agar menggunakan cetok untuk mendapatkan perasaan berbeda ketika menggali peninggalan arkeologis.

Mundardjito juga mendapatkan beasiswa untuk belajar teori arkeologi di Universitas Pennyslvania, Amerika Serikat selama satu tahun.

Mundardjito meraih gelar doktoral di UI pada tahun 1993 tanpa melalui pendidikan magister dengan gelar cum laude yang dipromosikan oleh Harsja W. Bachtiar dengan disertasi berjudul “Pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Buda di Daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi-Ruang Skala Makro.”

Mundardjito telah menjadi dosen tetap sejak tahun 1964 sampai tahun 2001 di Universitas Indonesia dan pernah menjadi Ketua Jurusan Arkeologi UI pada periode 1970 sampai 1972.

Dia juga sempat menjadi Pembantu Dekan III Fakultas Sastra UI dari tahun 1972 sampai tahun 1976. Dia diangkat sebagai Guru Besar UI pada tahun dan pada tahun 2001 memutuskan pensiun saat berusia 65 tahun.

Mundardjito telah mengenalkan metodologi dan teori arkeologi di Indonesia sekaligus mengembangkan cabang ilmu arkeologi baru, yaitu Arkeologi Ekologi Dan Keruangan pada tahun 1993 yang dia perkenalkan dalam disertasinya.

Selain hal tersebut, Mundardjito juga menjadi salah satu penyusun Kode Etik Arkeolog pada tahun 1997 dalam pertemuan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI)[9] yang dia dirikan pada tanggal 4 Februari 1976 bersama rekan-rekannya.

Beberapa penghargaaan diraihnya. Di antaranya penghargaan satyalancana tiga puluh tahun dari Presiden Republik Indonesia pada tahun 1994 dan gelar bangsawan Kanjeng Raden Haryo dari Paku Buwono XIII di Keraton Solo pada tahun 2010. Dia juga mendapatkan penghargaan Satyalacana Kebudayaan pada tahun 2013.Pada tahun 2014, Mundarjito meraih penghargaan Bakrie Award kategori pemikiran sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button