Innalillahi, Budayawan Lesbumi NU KH Abdullah Wong Wafat

NU CILACAP ONLINEInnalillahi wa inna ilaihi raji’un, Budayawan  Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdullah Wong (47) wafat pada Sabtu (22/06/2024) pukul 16.30 WIB di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta.

Kabar Duka

Kabar duka tersebut bermula dari salah satu Pengurus Lesbumi PBNU Susi Ivvaty, yang tiba-tiba kirim puluhan emoticon menangis, beberapa menit kemudian dia menuliskan: “Yai Wong.” Menit kemudian dia mengabarkan bahwa “Yai Wong pun dipundut Gusti Allah. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.” Sontak mengagetkan semua orang dalam satu grup Whatsaap Lesbumi Se Jagat.

Budayawan Candra Malik membenarkan kabar tersebut bahwa “Dinihari tadi saya whatsapp Mas Kiai Abdullah Wong. Paginya Beliau merespon dengan emoticon menangis. Sore ini (pukul 16.40 WIB), saya yang menangis. Sugeng kondur Kangmas Kiai. Suwarga Langgeng. Lahul Fatihah..”

Menurut kabar almarhum wafat akibat sakit jantung. Malam ini jenazah Kiai Wong disemayamkan di padepokan Umah Suwung. Kemudian berangkat ke peristirahatan terakhirnya di Jatirokeh, Brebes dan dimakamkan di sana besok.

Ketua Lesbumi PBNU, KH M Jadul Maula mengutarakan belasungkawa yang mendalam atas kepergian sahabat seperjuangan di Lesbumi NU oleh karenanya dia menghimbau kepada seluruh punggawa Lesbumi untuk bisa sempatkan shalat ghaib baginya.

“Sehubungan dengan hal tersebut, kami menghimbau kepada seluruh punggawa Lesbumi se Jagat untuk melaksanakan shalat ghaib bagi almarhum almagfurlah KH Abdullah Imam Wong Bin Kiai Bachwar Wirya Saradimulya dengan iringan do’a bersama, semoga Amal Ibadah Almarhum diterima Allah SWT dan memperoleh derajat wafat yang Husnul Khatimah dan di tempatkan di sebaik-baik tempat di sisi-Nya.” Terangnya.

Shalat janazah

KH Abdullah Wong

KH Abdullah Imam Wong meninggalkan istrinya Naning Nurhalimah dan kedua buah hatinya, Puisi Wihdah dan Damar Arahat Abdullah.

Sugeng tindak Kiai Wong. Jenengan inspirasi kami..

Abdullah Wong nama pena yang sering digunakan olehnya. Nama sebenarnya adalah Abdullah Imam, akrab disapa Wong. Lahir di desa Jatirokeh, Brebes, pada 12 November 1977.

Abdullah Wong juga memiliki nama pena lain yang sering digunakan adalah Wong Dzolim atau Bachwar Abdullah.

Dia lahir dari pasangan Almarhum Bachwar Wirya Saradimulya dan Almarhumah Chamilah binti Kiai Mahfudz bin H Mi’raj.

Baca juga Ulama Abuya KH Ahmad Syafi’i Mustawa Wafat

Pendidikan dini dimulai dari TK Pertiwi Jatirokeh asuhan Ibu Siti. Kemudian Melanjutkan sekolah dasar di SDN II Jatirokeh. Sejak SD, Abdullah Wong juga mengenyam Diniyyah Awaliyah di Pesantren Al-Falah Jatirokeh, asuhan almarhum Kiai Tarsudi.

Sejak anak-anak sudah akrab dengan pengajian klasik. Wong mengaji kitab-kitab klasik kepada almarhum KH Nurcholis Mahmud, kemudian kepada KH Hasyim, dan sejumlah ulama di Jatirokeh.

Pendidikan menengah ditempuh di MTs. Asyafi’iyyah, Jatibarang, kemudian dilanjutkan ke MAN Babakan Lebaksiu Tegal.

Di Babakan inilah Wong mengaji kepada KH Malik bin Isa, hingga KH Sya’roni. Pada tahun 1995, Wong tamat dari MAN Babakan dan melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Kempek di Cirebon, Jawa Barat.

Di pesantren yang diasuh oleh Almarhum KH Ja’far Shodiq ‘Aqiel, kakak kandung dari Prof Dr KH Sa’id Aqiel Siradj ini, Wong mendalami khazanah kitab klasik.

Pada tahun 1999, Wong meninggalkan pesantren Kempek untuk merantau dan berkunjung ke sejumlah pesantren di tanah air.

Dari sini Abdullah Wong mulai menjalani pengembaraan, baik secara intelektual maupun spiritual. Ia mengunjungi para ulama dan pesantren-pesantren.

Tak hanya ulama dari kalangan muslim, Wong juga mulai mengunjungi tokoh-tokoh lintas agama. Pengembaraannya menghantarkan dia sampai ke Jakarta.

Di Jakarta ia sempat tercatat di beberapa kampus. Pertama pada tahun 2001 ia tercatat di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan jurusuan Ilmu Komunikasi.

Merasa tak puas di UMJ, pada tahun 2005 Wong melanjutkan ke Sekolah Tinggi Filsafat (STF) – Driyarkara, Jakarta. Di kampus Katolik ini Wong mendalami filsafat Barat. Tak lama kemudian pada pada tahun 2009 Wong diterima di Islamic College for Advanced Studies (ICAS) a Branch London di Jakarta.

Di ICAS ini Wong mendalami filsafat dan metafisika Islam. Selain bergulat di ranah intelektual, di ibukota inilah Wong mulai memerlihatkan jejak-jejak kebudayaannya.

Menulis sajak, mendirikan grup teater, menulis naskah dan menggelar pentas drama, hingga menulis lirik lagu. Wong juga dikenal sebagai penulis dan editor lepas di beberapa penerbitan.

Menulis skenario film dokumenter untuk beberapa stasiun TV lokal dan Negara tetangga. Menjadi kontributor kajian religi di KIS FM, Mustang FM, dan Lite FM. Menulis naskah monolog berjudul Malingszt yang dipentaskan oleh aktor Mirzan Insani di UIN Jakarta.

Penulis Naskah

Cermin Bercermin dan dipentaskan pada 28 – 29 Oktober 2011 di Bentara Budaya Jakarta.

Di antara karya buku yang pernah ditulis adalah Beyond Motivation, Cinta Gugat, Novel Mada, Jimat NU.

Untuk Novel MADA pernah dipentaskan dalam bentuk drama teater kolosal arahan sutradara Bambang Prihadi di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 27 & 28 September 2013.

Novel MADA juga menginspirasi pameran instalasi MADA arahan Aidil Usman pada 18-24 Oktober 2013 di TIM, Jakarta.

Sebagai sastrawan Abdullah Wong menulis sebuah novel berjudul Mata Penakluk yang berisi Manaqib KH Abdurrahman Wahid.

Novel tersebut berkembang kemudian menjadi dwilogi berikutnya dengan judul Hati Sang Penakluk.

Abdullah Wong hingga akhir hayatnya masih aktif di berbagai kegiatan kebudayaan.

Mulai menjadi pembicara disuksi dan seminar, menulis dan membaca puisi, hingga menyampaikan orasi budaya di berbagai kota.

Wong selain menjadi penulis naskah dan sutradara. Wong juga bergiat di Laboratorium Teater yang ia dirikan bernama Padepokan Omah Suwung. Di situlah laboratorium kebudayaan dirinya mengejewantah.

Padepokan bermarkas di hutan kota Sangga Buana, Kali Pesanggrahan, Karang Tengah, Jakarta Selatan.

Mbah Wong

Abdullah Wong pernah membacakan cerpen Pengemis dan Shalawat Badar karya Ahmad Tohari dalam acara Orasi Budaya di kantor PBNU pada 2014.

Aku Memanggilnya Mbah WongWong

Rembulan terang menemai
Meskipun keberadaaanya sedikit remang
Sebab awan ikut menutupi
Aku menyaksikannya perjalanan nafasnya
Yang pasrah sepenuhnya sebagaimana prinsipnya

Guruh tuduh menjalankan peranannya
Kembali pulang ketempat asalnya
Kami masih ingat percakapan terakhirnya
Bahwa organik dan murni adalah syarat rukunnya
Untuk menyambut sang waktu perubahan dengan segala maksudnya.

Aku memanggilnya mbah wong. Sebab saya diperlihatkan ada kesepuhan dalam dirinya
Mengajari berenang sekaligus menyelam untuk mendapatkan bintang bintang samudra.

Kini panjengan telah kembali bukan oleh ranjau dan pedang. Bukan pula oleh jarum suntik yang dimuati kepentingan. Apalagi covid dan virus ciptaan selaku sebagai senjata pamungkas di masa kini dan masa depan.

Mbah wong selamat jalan
Ijinkan kami ikut meneruskan lakon perjalanan itu. Untuk belajar bergotong royong merubah gelap remang menjadi terang. Guna menyongsong terbitnya mercusuar.

Ila Ruhi KH Abdulah Wong, Lahu Alfatihah..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button