Road To Mecca Part 7; Merindukan Indonesia

NU CILACAP ONLINE – Karena Merindukan Indonesia, untuk mengawali artikel ini, ijinkan saya tuliskan kembali gubahan syair lagu karya H Mutahar berjudul ‘Desaku Yang Kucinta’ yang lirik syairnya saya ubah menjadi “Negeriku Yang Kucinta” sebagai berikut;

Negeriku yang kucinta
Pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda
Dan handai taulanku
Tak mudah kulupakan
Tak mudah bercerai
Selaluku rindukan
Negeriku yang permai

Esensinya tetap sama menggambarkan kerinduan akan tanah tumpah darah dan kelahiran, apalagi bagi orang-orang yang sedang bepergian jauh, dalam waktu yang cukup lama. Mestinya Rindu segalanya.

Saya yakin, para perantau yang jauh dari negeri, merindukan banyak hal tentang kampung halaman.

Kita yang sedang berhaji, juga rindu gorengan tempe, mendoan, atau sayur favorit, seperti cah kangkung atau lodeh terong. Ini bagi jamaah haji asal Cilacap tentunya.

Pepatah mengatakan, setinggi tinggi bangau terbang, maka ia akan kembali ke kubangan juga.

Saat saya menulis ini, Kamis, 27 Juni 2024, saya sedang berada di bis yang menuju Madinah, untuk transit beberapa jam, sampai kemudian menuju bandara Madinah, dan diterbangkan ke tanah air.

Berbicara tentang Indonesia, tentu kecintaan itu akan terasa ketika sedang jauh. Kerinduan itu sangat terasa.

Ibaratnya kata Rhoma Irama, kita akan merasakan kehilangan ketika yang kita cintai itu tiada. Mungkin ketika bersama, rasa cinta itu tak begitu terasa.

Demikianlah pula, ketika saya akan meninggalkan Mekah. Rasa cinta itu baru terasa, justru pada detik-detik terakhir saya akan pergi meninggalkannya.

Cinta itu ibarat cinta satu malam. Begitu singkat, dan terasa sangat bersedih ketika berada di ujung perpisahan.

Saya beberapa kali sujud di “punggung” tanah Mekah, sebagai ungkapan tanda perpisahan, dan entah kapan lagi akan berjumpa. Bahkan mungkin ini adalah perjumpaan pertama dan sekaligus terakhir.

Membayangkan keadaanku sendiri, memang saya pesimis, suatu hari akan datang ke negeri suci ini. Saya rasa hal yang sama terjadi pada para jamaah haji yang lain.

Indonesia, tidak bisa dibandingkan dengan Mekah atau Madinah. Semua telah memenuhi takdirnya sendiri-sendiri.

Sebagai orang Indonesia, sekaligus muslim, tentu saya cinta Indonesia. Bukankah ada adagium yang mengatakan, hubbul wathon minal iman? Bahwa cinta tanah air itu sebagian dari iman.

Konon Nabi Muhammad SAW ketika akan berhijrah ke Yastrib pun memandangi Mekah sebagai tanah airnya.

Kalau ini benar, hal itu menunjukkan kepada kita bahwa setiap orang akan terikat kepada tanah airnya secara fitrah, fa’ali, kodrati, blue print, titis tulis, suratan takdir.

Baca juga Road To Mecca Part 5; Selamat Berpisah, Mekah

Mekah adalah wilayah yang diberkati, sebagaimana doa Nabi Ibrahim AS.

Walaupun tanahnya bergunung gunung batu dan berlembah pasir, kota Mekah adalah kota yang makmur.

Setiap tahun berjuta juta orang dari seluruh dunia datang ke Mekah untuk berhaji atau umrah.

Baca juga Road to Mecca Part 3; Magnet itu Bernama Ka’bah

Itu memberikan dorongan kemakmuran ekonomi kepada penduduk Mekah.

Kemakmuran Indonesia tentu berbeda. Tanah yang subur, menghijau memberikan kemakmuran bagi penduduknya melalui berbagai macam tumbuhan pangan dan ternak untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan.

Baca juga Road To Mecca Part 4: Kelompok Suni di Madinah dan Mekah

Indonesia juga memiliki gunung-gunung dan panorama yang indah dan menakjubkan.

Walaupun Indonesia saat ini tidak semakmur Mekah tetapi sebagai tanah tempat kelahiran, dan dari saripati tanahnya saya diciptakan, maka kerinduan kepada Indonesia tetap lebih besar.

Mekah, Kamis, 270624
Toufik Imtikhani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button