NU Menjawab Kebutuhan Penanggulangan HIV/AIDS
NU CILACAP ONLINE – Bagaimana NU Menjawab Kebutuhan Penanggulangan HIV/AIDS? Tanggal 19 Juni 2013, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengambil keputusan penting dan serius terkait dengan penanggulangan HIV AIDS di Indonesia yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh Pengurus Besar Lembaga Bahtsul Masail dan Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama.
Seusai dengan proporsinya, dua lembaga ini (LBMNU dan LKNU) menjadi stakeholder utama penanggulangan HIV AIDS yang dilaksanakan oleh Nahdlatul Ulama (NU).
Keputusan tersebut bermula dari serangkaian kegiatan Bahtsul Masail mengenai Penanggulangan HIV AIDS. Pembahasan telah menghasilkan sejumlah rumusan pertanyaan dan jawaban mengenai upaya penggulangan HIV/AIDS, sosialisasi penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS, pernikahan orang dengan HIV/AIDS (ODHA), stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODHA, penggunaan matadon dan alat suntik, dan lokalisasi untuk meminilisasi penularan HIV/AIDS.
Melihat posisi dan urgensinya, keputusan PBNU ini bisa dikatakan sebagai hal yang baru dan fenomenal. Dikatakan baru, karena memang keputusan ini akan berfungsi sebagai pedoman dan maraji’ Nahdlatul Ulama dalam hal yang berkaitan dengan penanggulangan HIV/AIDS.
Dikatakan fenomenal karena keputusan ini merupakan terobosan yang selangkah lebih maju di mana Nahdlatul Ulama sebagai Jamiyyah Diniyyah Islamiyyah Ijtimaiyyah (organisasi sosial dan keagamaan Islam) “berani” memberikan pandangan dan mengambil sikap tegas untuk turut serta memberikan jawaban terhadap persoalan penanggulangan HIV AIDS yang sudah menjadi persoalan bersama pemerintah dan masyarakat baik dalam skala nasional maupun skala global.
Di Indonesia, masalah HIV/AIDS sudah menjadi concern bersama pemerintah dan masyarakat serta kelompok-kelompok dukungan lainnya. Sebagai bagian dari masyarakat, Nahdlatul Ulama merasa terpanggil untuk memberikan dukungan bahwa penanggulangan HIV/AIDS dengan varian strategi yang harus diterapkan.
Sesuai dengan proporsinya, pertama sekali yang dipilih oleh Nahdlatul Ulama adalah memberikan legitimasi religius terhadap praktik penanggulangan HIV/AIDS. Legitimasi religius yang dikehendaki adalah dengan memberikan justifikasi keagamaan dalam ruang lingkup fikih / hukum Islam.
Pertanyaan umum seperti “Bagaimana perspektif Islam tentang penanggulangan HIV/AIDS?” dicarikan istinbat hukum nya melalui kajian dalil-dalil yang ada baik dari perspektif Al Qur’an, Hadits maupun dari pendapat para Ulama dalam Kitab kitab mereka serta mempertimbangkan pendapat para Ahli, terutama di bidang kesehatan. Dengan demikian, para praktisi penanggulangan HIV/AIDS Nahdlatul Ulama memiliki pegangan yang dijadikan pedoman.
Bukan tidak mungkin hasil bahtsul masail tentang penanggulangan HIV AIDS yang sudah dirumuskan dan diputuskan, akan menuai kontroversi mengingat persoalan HIV AIDS yang substansiif juga mengandung kontroversi tiada henti. Itu di satu sisi.
Di sisi lain, kebutuhan penanganan dan penanggulangan HIV AIDS sudah menjadi kebijakan pemerintah yang tidak bisa ditawar untuk tujuan yang lebih mulai, menyelamatkan nyawa generasi penerus.
Pilihan Nahdlatul Ulama untuk mengambil peran di dalamnya tidak lepas dari hal itu yang dalam maqashidu syar’iyyah dinyatakan dengan Hifdzul Nasl, menjaga keturunan/generasi penerus, menyelamatkan generasi penerus dari ancaman dan bahaya HIV/AIDS.
Nahdlatul Ulama, dengan sumberdaya manusia yang ada, tidak berhenti pada sebatas memberikan justifikasi religius. Akan tetapi mencoba masuk ke level yang lebih praktis dengan cara pro aktif melibatkan dalam program kemitraan penanggulangan HIV AIDS. Pendidikan dan Pelatihan Kader NU untuk penanggulangan HIV AIDS pun ditempuh. Kegiatan ini berfungsi untuk menggali dan menguatkan kapasitas Kader NU.
Dalam Rencana Strategi Nasional penanggulangan HIV AIDS 2010-2014 dinyatakan bahwa ; SDM untuk penanggulangan HIV dan AIDS meliputi tenaga-tenaga tingkat lapangan (pendidik sebaya, petugas penjangkau, supervisor program lapangan, manajer program tingkat lapangan), tingkat layanan (petugas konselor, dokter spesialis, dokter umum, petugas laboratorium, perawat, petugas administrasi, ahli gizi, bidan, manajer kasus) dan tenaga tingkat manajemen di kabupaten dan kota (pengelola program, petugas monev/surveilans, pengelola administrasi keuangan, sekretaris/manajer). Mobilisasi SDM dilakukan melalui rekrutmen tenaga, peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga, pengembangan kapasitas pelatihan dan bantuan teknis.
Pendidikan dan Pelatihan Kader NU untuk penanggulangan HIV AIDS yang diselenggarakan oleh Lembaga Kesehatan NU ada pada ranah itu. Dengan demikian, kebutuhan paradigmatik penanggulangan HIV AIDS Nahdlatul Ulama menemukan titik idealnya dengan penyediaan tenaga-tenaga yang memiliki kapasitas dan SDM sesuai yang dibutuhkan.
Harapannya, NU bersama pemerintah dan lembaga donor, bisa berperan aktif dalam penanggulangan HIV AIDS secara lebih operatif, komprehensif dan berkesinambungan. Pada akhirnya, peran NU, akan sejalan dengan pemerintah dan dengan demikian, Organisasi NU memberikan jawaban terhadap persoalan kebutuhan penanggulangan HIV/AIDS.
Artikel ini dibuat pada sesi Pelatihan Kader NU untuk Penanggulangan HIV AIDS dan terpilih sebagai Artikel Terbaik pada sesi penilaian.