Mengapa NU Lambat Maju? Part 2

NU CILACAP ONLINE – Organisasi NU bukan kerajaan. Bukan milik keluarga. Hubungan dalam organisasi bukan bersifat personal, bapak-anak, kelompok genk, klik-klik. Inilah titik kegelisahan Toufik Imtikhani yang terkuak dalam tulisan Mengapa NU Lambat Maju part 2?

Nahdlatul ‘Ulama, mempunyai beban sosio-anthro-ekonomis. Jumlah umat yang besar, tentu ibarat pisau bermata dua. Jika NU mampu mengelola, tentu akan luar biasa. Tetapi dengan mayoritas tingkat ekonomi dan pendidikan yang kurang memadai, itu tentu beban tersendiri.

Warga NU mayoritas adalah warga desa dengan basic ekonomi agraris, pertanian, perkebunan, dan peternakan kecil. Hal ini merupakan keadaan yang harus digarap secara serius oleh seluruh level pengurus NU. Peran lembaga ekonomi dan pertanian NU sangat diperlukan, melalui pelatihan-pelatihan dan pendampingan. Bukan fokus kepada masalah pengkaderan saja.

Tetapi PBNU terus bermain dengan narasi abstrak peradaban hingga detik ini. Misal, kita lihat tema hari Santri Bulan Oktober 2025.

LAZISNU juga hendaknya didorong untuk menjadi lembaga yang produktif, misal memberikan bantuan usaha UMKM, memproduksi pupuk organik bagi petani, dan mempunyai pilot project peternakan dengan skala yang lebih besar. Program semacam ini tidak perlu diskusi, tetapi laksanakan.

PCNU Cilacap, misal, menginisiasi berdirinya Badan Usaha NU. Ini tentu lompatan yang luar biasa, penyusunan strategi bisnis yang rumit. Dan BUMNU harus diisi oleh orang-orang profesional, murni bisnis oriented, bukan untuk dan oleh kepentingan orang atau kelompok tertentu.

Sebuah perusahaan, tak perlu membuka ruang diskusi, atau memperhatikan “ghibah”, pandangan” orang-orang di luar lembaga bisnis. Apalagi suara yang tidak kompeten. Ini akan mengganggu jalannya roda usaha.

Soal Market bisnis transportasi, misalnya, salah satu unit usaha BUMNU, itu sudah sangat jelas. BUMNU Cilacap sudah punya NU-Trans. Dua buah. Usahakan terus berkembang menjadi 5 unit. Potensinya besar, warga NU, untuk wisata ziarah. Kemudian sekolah-sekolah NU, untuk project study tour. Tinggal pengelolaan yang baik dan benar. Sebab market sudah terbentuk. Baca juga Toufik Imtikhani : NU Butuh Kepemimpinan Yang Solid

Persoalan yang dihadapi NU tetaplah banyaknya kepentingan. Di banyak tempat dan level.

Ini bagian nilai-nilai yang saya sebut di awal, al mukhafadlotu ‘ala qodhimishsholih-nya, terbawa semua, tidak hanya yang sholih, termasuk yang jelek, hingga kini. Baca juga Toufik Imtikhani; Apa yang Kurang Dari Bangsa Indonesia?

Kasus Trans-7; sebuah refleksi.

NU, adalah pesantren besar. Tetapi sebagai organisasi, NU harus berbeda dengan pesantren dalam mengadopsi berbagai macam nilai.

Pesantren, tidak mengapa mempertahankan nilai-nilai feodalistik-patron client. Itu saya kira nilai intrisik pesantren, harus kita akui. Dan nilai-nilai itu justru yang membuat pesantren eksis hingga kini. Walaupun sudah banyak sentuhan-sentuhan modern di sana sini.

Demokrasi adalah nilai modern. Gus Dur kurang apa modernnya. Tokoh demokrasi, pluralisme. Tetapi unggah ungguh ala pesantren, tetap beliau pertahankan, apalagi dengan para ulama sepuh dan berpengaruh.

Tetapi dalam organisasi, nilai-nilai feodal-patron client ini tidak bisa diterapkan. Organisasi NU bukan kerajaan. Bukan milik keluarga. Hubungan dalam organisasi bukan bersifat personal, bapak-anak, kelompok genk, klik-klik.

Di pesantren tentu beda. Pesantren adalah milik dan didirikan oleh kyai. Sehingga wajar, jika kyai atau keluarganya mempunyai privillege, keistimewaan.

Di organisasi tidak ada keistimewaan. Yang ada adalah wewenang dan pendelegasian.

Dalam hal inilah, beban berat pengembangan kemajuan NU. Jika ada pembaharuan dalam gerak langkah organisasi, ada saja yang mencoba mengganggu.

Kadang bukannya tidak ingin maju, tetapi tidak ingin kemajuan itu dicapai oleh figur dan atau faksi lain, yang terus tak mampu melebur dalam komitmen bersama terhadap organisasi NJ. Di sinilah saya pikir, NU terjebak pada sikap dan nilai masa lalu yang terus menjadi residu perjalanan organisasi ke depan.

Penulis: Toufik Imtikhani (pegawai Lapas Cilacap. Pemerhati NU)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button