Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia
NU Cilacap Online – Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia semakin mengemuka menjadi pembahasan dalam rancangan Kabinet Presiden Prabowo Subianto; apakah di kemudian hari akan terpisah dengan Kementerian Agama sebagaimana menjadi wacana?
Kemungkinan pembentukan Kementerian Haji dan Umrah mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) misalnya, sangat mendukung. Alasannya, karena persoalan haji di Indonesia sudah sangat kompleks dan bertumpuk.
Itu di satu sisi. Di sisi lain, tugas yang diemban Kementerian Agama juga sudah sangat berat sehingga perlu adanya kementerian baru yang lebih fokus pada haji dan umrah.
Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah dinilai bisa menjadi solusi atas carut-marutnya pengelolaan ibadah haji yang selama ini dikendalikan Kementerian Agama (Kemenag).
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) juga mendukung kementerian khusus ini. AMPHURI membandingkan penerapan haji dan umrah dalam kementerian tersendiri di Arab Saudi.
Ketua Umum DPP AMPHURI, H Firman M Nur mengatakan dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 11 Oktober 2024. “Kalau kita punya Menteri Haji dan Umrah, maka posisinya setara dengan Menteri yang sama di Arab Saudi. Diplomasi, negoisasi, dan lobi antar negara menjadi enak”, katanya.
Regulasi Haji dan Umrah
Sementara itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Muhammad Mufti Mubarok mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk Kementerian khusus yang menangani soal haji dan umrah serta wakaf. Usulan tersebut bukan tanpa alasan. Maklum, penyelenggaraan haji pada setiap rezim pemerintahan kerap menuai permasalahan.
Permasalahan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang terus berulang perlu menjadi perhatian khusus bagi para pemangku kepentingan. Seperti penyelenggaraan ibadah haji 1445 Hijriyah/2024 Masehi menuai banyak persoalan hingga berujung DPR membentuk panitia khusus (Pansus) Angket Haji.
Wacana Kementerian Haji dan Umrah terus bergulir, namun semua perlu persiapan yang lebih matang. Tentu tidak serta merta langsung masuk dalam rancangan Kabinet Prabowo – Gibran.
Jika harus terbentuk, maka ada pemisahan dengan Kementerian Agama. Ini membutuhkan persiapan ekstra dari sisi infrastruktur, penganggaran, penyediaan SDM, pemanfaatan teknologi, dan tentu saja regulasi baru.
Salah satu rekomendasi Pansus Angket Haji menyebutkan perlunya revisi terhadap UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dengan mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji yang ada di Arab Saudi.
Juga perlu sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam penetapan kuota haji, terutama dalam ibadah haji khusus, termasuk pengalokasian kuota tambahan. Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada peraturan yang jelas. Juga diinformasikan secara terbuka kepada publik.(MaM)