In Memoriam Kiai M Nasri Kiai Kampung dari Gentasari Part 2

NU CILACAP ONLINE – Kiai M Nasri, sosok kiai kampung dari Gentasrai Kroya. Kisah seorang Bapak, seorang kiai Kampung, yang berdakwah, mengajar, serta menjadi guru bagi para muridnya.

Pada bagian pertama kemarin, masih kisah tentang hujan. (Baca In Memoriam Kiai M Nasri: Sosok Kyai Kampung Part 1)

Dalam keadaan hujan lebat, di bawah tenda tratag, jenazah Bapak disholatkan oleh ratusan orang, yang tak bergeming walau hujan sangat lebat. Saking lebatnya, di sana sini bocor. Sampai akhirnya, jenazah Bapak batal dibawa ke Masjid Baitul Mukhlisin, tempat Bapak berkhidmat.

Padahal di masjid itu sudah menunggu banya orang untuk mensholati jenazah Bapak. Tetapi karena hujan sangat lebat, maka diputuskanlah untuk segera dimakamkan

Para pembawa jenazah Bapak berlari cepat sekali. Entah bagaimana terjadi. Aku yang seorang atlet saja tidak bisa mengikuti dan tercecer di belakang. Puluhan para pentakziah pun tetap mengikuti prosesi pemakaman walau ditengah hujan lebat.

Liang lahat Bapak terlihat bagus, walo hujan lebat. Hanya ada sedikit air saja, dan ini sangat normal dan wajar. Begitu tanah makam ditututup, …hujan pun reda. Para petakziah pulang ke rumah masing-masing.

Sebagian kembali ke rumah sohibul musibah, dan menjadikan momen tersebut, sebagai ajang berkumpul bersilaturakhim. Tinggal tersisa dua pemuda yang masih tertinggal di dekat pusara Bapak. Entah siapa mereka. Padahal aku mengira, akulah orang terakhir yang pergi dari makam itu.

Kisah hujan belum selesai di situ. Pada malam-malam 7 hari peringatan meninggalnya Bapak pun begitu. Cuaca berubah begitu cepat menjelang acara dimulai. Dari banyaknya bintang-bintang, menjadi hujan lebat.

Tapi muhibbin Bapak memang tak pernah surut langkah. Keadaan seperti itu, cerah berubah cepat menjadi hujan, hampir terus terjadi ketika kami membuat acara untuk mendoakan dan mengenang Bapak. Baca juga Innalillahi Ulama Kharismatik KH Toifur Mawardi Purworejo Wafat

Kisah hari-hari terakhir yang luar biasa

Aku tidak tahu, apakah ini termasuk gugon tuhon. Tetapi ada beberapa kisah yang aku tahu sendiri, atau melalui cerita saudara dan kemenakan.

Bapak sudah berhaji. Ternyata diam-diam beliau menabung setiap bulan 300 ribu. Kalau dipikir sampai kapan bisa membayar haji. Dua minggu sebelum wafat, beliau berkata kepada istri dan anakku. Jika Beliau tidak sempat naik haji, (karena wafat), maka haji itu untuk anakku, yang juga merupakan cucunya. Kenyataan ini betul terjadi, dan alhamdulillah, menurut hitungan, anakku akan haji di tahun 2040. Baca juga Khutbah Jumat: Teknologi Tanpa Iman Semakin Mengancam

Kemudian cerita Huda adik keponakanku ipar, yang memang selama ini menemani Bapak di rumah bersama istri dan satu anaknya. Pada suatu hari, Bapak berkata kepada Huda. Da, besok kalau aku mati, kamu yang ngadzani. Beberapa hari kemudian, Bapak wafat.

Masih tentang cerita ‘futurustik’ Bapak. Di depan rumah dekat jalan raya, ada pohon cerme yang daunnya lebat. Bapak dan kami sering memetik buahnya.

Pada suatu hari, Bapak memerintahkan orang untuk memangkas ranting-ranting pohon cerme,, dengan alasan, besok-besok akan banyak tamu. Beberapa hari kemudian, ratusan orang berdatangan melayat wafatnya Bapak.

Bapak wafat Sabtu malam Minggu. Pada Kamis malam Jumatnya Bapak memimpin yaasin dan tahlil di rumah tetangga, dan berceramah tentang alam kubur. Beliau berkata kepada hadirin, dengan suara cukup bergetar, bahwa doa-doa yassin dan tahlil itu, tembus ke alam kubur. Artinya, sampai kepada jenazah.

Hari Sabtu pagi sebelum beliau jatuh, dan berakhir dengan mangkatnya beliau, bapak meminta uang kepada ibu karena ingat masih punya hutang kepada penjual ayam di dekat pasar. Beliau bersepeda dan membayar hutang. Jam 9 Bapak mandi dan jatuh, hingga wafatnya di RS Margono Purwokerto.

Figur Teladan, Guru yang baik

Bapak adalah guru yang baik. Bagi anak-anaknya seperti kami, dia ibarat al madrasatul ula. Beliau mengajari kami berenam, dengan berbagai pelajaran ilmu dan akhlak. Juga mengajari kawan-kawan kami pada waktu kecil, pelajaran jus’amma dan turutan, ali ba ta sta, dst.

Pelajaran itu dilakukan ba’da maghrib. Kebetulan waktu itu, di depan rumah kami ada musolla peninggalan Mbah Maryadi. Secara khusus Bapak mengajari hafalan nadhoman kitab ‘aqidatul awam, ta’limul muta’alim, dan sesekali kitab Zubad.

Di kalangan murid-muridnya, baik di sekolah atau majelis ta’lim muslimat, menurut beberapa murid, Bapak juga figur yang mengesankan dalam memberikan pelajaran.

Kebaikan dengan saudara

Dalam persaudaraan, Bapak juga figur yang penuh welas asih kepada saudara atau tetangga. Sebidang tanah pekarangan yang luas, dan dua petak sawah, ia berikan kepada saudara perempuannya, dengan alasan, Bapak laki-laki, bisa cari harta yang lain.

Kepada tetangga dan kawan, Bapak adalah sosok yang solider. Pernah seorang tetangga memelihara kerbau. Dan itu membuat protes yang lain. Bapak membela dengan bertanya, apa kerbaunya harus diangkat?

Seorang kawan bapak datang ke rumah, dan melihat ayam jago wido, ayam jago hitam dengan bulu-bulu kecil keemasan, dan ingin makan daging ayam. Sore harinya Bapak langsung menangkap ayam tersebut dan mengantarnya ke rumah tetangga tadi.

Tanggal 16 Agustus 2025 kemarin, juga ada seseorang yang mengabarkan kepadaku melalui pesan WhatsApp bahwa dia dahulu pernah dikasih ayam kate oleh almarhum Bapak.

Tapi ada yang membuatku kesal. Di depan rumah kami ada pohon kelapa gading hibrida. Setiap aku pulang dari Cilacap, aku selalu memetik degan untuk diminum airnya.

Pada suatu waktu, aku mendapati pohon kelapa itu sudah ditebang. Aku marah kepada Bapak. Beberapa waktu kemudian, aku tahu bahwa ada tetangga yang rasan ingin makan pakai sayur pondhoh, yaitu sayur ujungnya pohon kelapa muda, manggar muda, janur muda. Oleh Bapak pohon itu langsung ditebang dan diberikan kepada orang tersebut untuk disayur.

Bapak sebagai guru, ternyata secara diam-diam mengangkat anak asuh dan memberinya beasiswa, walau tidak banyak.

Kebaikan-kebaikan itu yang sesungguhnya dapat dijadikan teladan, khususnya oleh kami anak-anaknya, atau siapapun yang melihat bahwa apa yang dilakukan oleh bapak kami sebagai nilai kebaikan yang bisa diteladani.

Kami anak-anaknya terus berusaha berlatih untuk mencontoh dan meneruskan perjuangannya. Beberapa di antara kami mencoba berkhidmad kepada aktifitas gerakan perjuangan untuk menjadikan kami semua sedikit berguna, seperti pesan Bapak.

Penulis; Toufik Imtikhani Ketua Takmir Masjid Al Mudzakkir Donan Cilacap.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button