Ajudan Kapolri Arogan: ‘Kalian Pers, Saya Tempeleng Satu-satu’

Semarang, NU CILACAP ONLINE – Ajudan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dinilai arogan, bahkan memukul kepala wartawan, selain itu berkata kasar yang mengancam, mengintimidasi: “kalian pers, saya tempeleng satu-satu.”
Sontak tindakan tidak terpuji tersebut menimbulkan trauma, rasa sakit hati, dan perasaan direndahkan, serta membuat keresahan kalangan jurnalis, oleh karena merasa ruang kerja pers terusik dan tidak lagi aman.
Kronologi
Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi. Baru-baru ini, tindak kekerasan itu dilakukan oleh Ajudan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) kepada segenap wartawan saat liputan kegiatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam rangka kunjungan pantauan arus balik Lebaran 1446 H di Stasiun Tawang Bank Jateng Semarang, Sabtu (5/4/2025) malam.
Adapun kronologi kejadian bermula saat Kapolri hendak menyapa temui seorang penumpang yang duduk di kursi roda di peron penumpang yang hendak menuju salah satu gerbong kereta penumpang arus balik Lebaran.
Salah satu ajudan dengan tergesa-gesa berusaha membuka akses jalan dengan cara mendorong awak media yang sudah bersiap di tangga peron.
Pengakuan Wartawan diswayjateng, Wahyu Sulistiyawan menyatakan bahwa dirinya berada persis di lokasi kejadian, melihat jelas oknum ajudan Kapolri yang mengenakan kemeja biru, berteriak-teriak menyuruh awak media untuk menepi.
“Ini jalan, ini jalan buat lewat,” teriakan ajudan Kapolri, bernama Brigpol Endri Purwa Sefa tersebut terhadap wartawan,” terangnya.
Permintaan akses jalan dilakukannya olehnya namun dengan cara mendorong sejumlah awak media dan para humas yang sedang mengambil gambar momen tersebut.
Saat itu, sejumlah jurnalis dan petugas humas dari berbagai lembaga meliput momen tersebut dari jarak yang wajar.
Suasana menjadi tegang ketika seorang ajudan Kapolri tiba-tiba meminta para jurnalis untuk mundur bukan dengan permintaan halus, justru dengan cara mendorong secara fisik dan sikap kasar.
Merasa situasi tidak kondusif, seorang pewarta foto dari Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Makna Zaezar, memilih menjauh dan berpindah ke sekitar peron Stasiun Tawang Bank Jateng, Kota Semarang
Namun, ajudan yang sama justru malah mengejar Makna dan melakukan tindak kekerasan.
Tanpa alasan yang jelas, Ajudan Kapolri arogan tersebut lantas memukul kepala Makna menggunakan tangan kosong.
Tak hanya berhenti di situ, ajudan Kapolri tersebut bahkan mengancam jurnalis lain yang berada di lokasi.
Lebih mengejutkan, seusai melakukan pemukulan, ajudan tersebut mengeluarkan kata-kata intimidasi yang mengancam kepada sejumlah jurnalis lainnya.
“Kalian pers, saya tempeleng satu-satu,” kata ajudan tersebut, seperti disampaikan para saksi di lokasi.
Beberapa jurnalis lain juga melaporkan mengalami tindakan kasar dari ajudan Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Ada yang didorong, bahkan ada yang sempat dicekik oleh ajudan Kapolri yang arogan itu.
Tindakan ini tidak hanya menimbulkan luka fisik, tapi juga trauma dan keresahan di kalangan jurnalis yang merasa ruang kerjanya tidak lagi aman.
Kejadian ini pun menjadi viral lantaran aksi dorong tersebut sempat terekam oleh wartawan saat melakukan live di akun tiktok pribadinya.
Organisasi wartawan kecam arogansi ajudan Kapolri
Menanggapi insiden ini, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang menyampaikan kecaman keras terhadap tindakan kekerasan tersebut.
“Kami mengecam keras tindakan kekerasan oleh ajudan Kapolri kepada jurnalis dan segala bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik,” tegas Ketua PFI Semarang, Dhana Kencana, dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (6/4/2025).
Menurut Dhana, tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenai pidana dan denda.
Senada dengan itu, Ketua Divisi Advokasi AJI Semarang, Daffy Yusuf, menilai tindakan aparat yang mengintimidasi dan menggunakan kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman serius terhadap kebebasan pers.
“Kejadian ini tidak bisa ditoleransi. Kami menuntut agar pelaku meminta maaf secara terbuka dan diberikan sanksi tegas. Polri harus menunjukkan komitmen mereka terhadap perlindungan kebebasan pers,” ujar Daffy.
Daffy juga menegaskan pentingnya reformasi dalam pola pengamanan pejabat publik, termasuk pembekalan kepada para ajudan agar memahami kerja jurnalistik dan tidak bertindak semena-mena di lapangan.
“Kami meminta Polri untuk belajar dari insiden ini agar tidak terulang kembali. Jangan jadikan kekerasan sebagai respon atas kerja jurnalis yang sah dan dijamin undang-undang,” tambahnya.
Respons Kapolri
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengaku menyesalkan peristiwa tersebut, bila memang benar terjadi.
Ia mengatakan, belum mendapat laporan resmi atas insiden ajudan Kapolri aroga di Stasiun Tawang Semarang.
Pengakuan Listyo Sigit, ia baru mendengar adanya peristiwa tak mengenakkan tersebut dari media massa.
“Saya cek dulu. Karena saya baru mendengar (peristiwa ini) dari link berita. Namun kalau benar itu terjadi, saya sangat menyesalkan kejadian tersebut,” katanya, Minggu (6/4/2025).
Menurut Kapolri, selama ini hubungannya secara pribadi dan Polri secara institusi dengan rekan-rekan media terjalin baik.
Permintaan Maaf Kapolri
“Hubungan kita dengan teman-teman media sangat baik. Segera saya telusuri dan tindak lanjuti. Secara pribadi saya minta maaf terhadap insiden yang terjadi dan membuat tidak nyaman rekan-rekan media,” kata Kapolri.
Sementara itu, Karopenmas Div. Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan hal serupa. Ia mengatakan seharusnya insiden tersebut bisa dihindari.
“Memang situasi di lapangan cukup ramai, namun seharusnya ada SOP yang mestinya bisa dijalankan tanpa tindakan secara fisik maupun verbal,” ucapnya.
Kata dia, Polri akan menyelidiki insiden tersebut, dan apabila ditemukan adanya pelanggaran, akan ada sanksi yang dijatuhkan terhadap ajudan Kapolri tersebut.
“Tentu kami tidak akan segan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Saat ini kami sedang menanyakan kepada tim yang saat itu ada di lokasi,” tuturnya.
“Sebenarnya, pers merupakan mitra Polri yang harus saling bekerja sama. Kami berharap insiden ini tidak terulang dan kemitraan kami dengan pers akan terus kami jaga dan diperbaiki agar bisa lebih baik lagi dalam melayani masyarakat,” sambungnya.
Ketua PFI Semarang, Dhana Kencana menegaskan peristiwa kekerasan tersebut merupakan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman terhadap kebebasan pers dan demokrasi,” tegasnya, Minggu, 6 April 2025.
Pernyataan Sikap Organisasi Wartawan
Dengan demikian PFI Semarang dan AJI Semarang menyatakan sikap:
1. Mengecam keras tindakan kekerasan oleh ajudan Kapolri kepada jurnalis dan segala bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik.
2. Menuntut permintaan maaf terbuka dari pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
3. Polri harus memberikan sanksi kepada anggota pelaku kekerasan terhadap jurnalis tersebut.
4. Polri harus mau belajar agar tak mengulangi kesalahan serupa.
5. Menyerukan kepada seluruh media, organisasi jurnalis, dan masyarakat sipil untuk turut mengawal kasus ini. (IHA)