KH Sya’roni Jazuli: Sederhana, Multitalenta, Pengayom Umat

NU Cilacap Online – KH Sya’roni Jazuli, sosoknya sederhana dan bersahaja terbingkai akhlak yang indah. Sikapnya rendah hati dan tak pernah menampakkan keilmuannya yang tinggi meskipun seorang figur alim yang serba bisa. KH Sya’roni Jazuli, kiai arif dari Kawunganten sang pengayom umat.
KH Sya’roni Jazuli
Sosoknya merupakan figur yang hampir sempurna di mata keluarga maupun masyarakat. Ia bisa memosisikan diri sebagai sahabat, guru, bapak hingga imam. Pribadinya yang arif, bijaksana, menyayangi anak kecil dan menghormati yang tua membuatnya layak menjadi suri tauladan.
Bahkan sikapnya yang selalu rendah hati, tidak pernah menampak-nampakkan keilmuan yang ia miliki meskipun sebenarnya ia merupakan sosok yang alim dan berilmu tinggi. Bahkan ia merupakan sesorang yang multitalenta atau serba bisa.
Ahlaknya yang indah membuat siapapun tidak pernah merasa canggung saat bertegur sapa dengannya. Sangat mudah untuk memberikan contoh terkait hal ini. Seringkali ia ada tamu dari berbagai kalangan, dari mulai pejabat hingga rakyat biasa, tua dan muda, laki-laki dan perempuan, semua mendapat penghormatan dan sapaan dengan cinta dan kasih tanpa membeda-bedakan.
“Bahkan tidak jarang ada seorang pemulung sekitar rumah, beliau pun menyapa dan mengajak cerita bahkan tak jarang mengeluarkan minuman ataupun makanan. Karena prinsip beliau, manusia dihadapan Allah sama, jangan pernah memandang sebelah mata dengan sesama,” jelas Makinudin, Adik Kiai Sya’roni saat penulis wawancara online secara langsung pada Senin (14/10/2024).
Sya’roni Kecil dan Keluarga
KH Sya’roni Jazuli lahir dari keluarga sederhana pada 22 Januari 1969, di Dusun Bendagede, Desa Sarwadadi, Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah dengan nama Muhammad Sya’roni Jazuli.
Jarak dari jantung Kota Cilacap sekitar 40 km. Ia merupakan anak ke enam dari sepuluh bersaudara yakni Siti Munawaroh (sudah meninggal), Toifur Arofat, Siti Komariyah, Jaziroh, Mudrikah, M. Sya’roni Jazuli (Kiai Sya’roni), Siti Khoiriyah, Imam Ma’ruf (sudah meninggal), Makinudin dan Hidayaturrahman.
Sya’roni kecil merupakan seorang anak laki-laki kucel, suka bermain lumpur, ketapel, ngrogoh ikan di sungai, urek-urek (nyari belut), tawu selokan, dorongan tampah sambil hujan-hujanan, egrang, serta mobil-mobilan dari bambu dengan roda dari bekas sandal jepit.
Bahkan ia suka mencari jangkrik dan belalang sambil mengembala kambing di sawah. Masa kecilnya seperti layaknya anak-anak kecil lainnya di kampung.
Kiai Sya’roni terlahir dari pasangan suami istri bernama Muhammad Jazuli dan Warisah. Sebuah keluarga sederhana yang berlatar belakang sangat religius. Ayahnya bekerja sebagai perangkat desa yakni sebagai kayim atau mudin dan menjadi imam masjid Attaqwa Bendagede, Sarwadadi. Sedang ibunya seorang ibu rumah tangga biasa.
Sebagai saksi hidup, Makinudin menjelaskan, terkait urusan ekonomi keluarganya dalam kondisi serba kekurangan. Bahkan ibunya seringkali jungkir balik kerja serabutan dari mulai menanam berbagai jenis sayuran di halaman rumah hingga membuat minyak goreng alami untuk dijual ke warung-warung terdekat.
Pendidikan
Sebagaimana anak kecil seusia pada zamannya, Sya’roni kecil sudah mengaji di masjid. Maka tidak heran apabila ia sudah pandai baca tulis Al-Qur’an. Kemampuannya baca tulis Al Qur’anya meningkat terlebih dalam ilmu-ilmu lainnya khususnya ilmu agama setelah masuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nahdlatul Muta’alim tahun 1975.
Baca juga KH Abdul Wahab; Jejak Teladan Sang Pemerhati Pendidikan
Pada tahun 1981, ia lulus dari jenjang MI dan masuk ke SMP Sultan Agung Kawunganten hingga tahun 1985. Setelah lulus dari SMP Sultan Agung, ia melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kawunganten sambil nyantri di Pesantren Al Barokah yang saat itu pengasuhnya adalah ulama besar yang mashur di kalangan warga Nahdliyin yakni Syekh Mas’ud.
“Kemudian melanjutkan nyantri di Pesantren Baitul Mukhlisin, Gentasari, Kroya (saat itu di bawah) asuhan Bapak Kiai Khudlori,” lanjutnya.
Kiprah di Organisasi NU
Menurut penuturan Makinudin, sejak muda Kyai Sya’roni aktif berorganisasi, tidak heran jika keterampilan berkomunikasi dan berbicara di depan umum terasah.
Ia sering diminta menjadi pengisi acara pengajian baik level Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap dan kota-kota lainnya seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimatan dan Lampung. Bahkan pernah mengisi acara pengajian di Taiwan pada tahun 2018.
Acara-acara pengajian tersebut beraneka ragam, mulai dari pengajian rutin, Maulid Nabi, Isro Mi’raj, pernikahan, khitanan, silaturahmi, Nuzulul Quran bahkan sampai menjadi pengisi acara lain bukan kegiatan keagamaan. Semua menjalani tanpa ada perbedaan dengan catatan dalam kondisi sehat dan tanpa ada halangan .
Jabatan yang pernah ia emban baik struktural NU dan lainnya, yakni: Ketua IPNU, Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Ketua LDNU Cilacap, Guru MI Nahdlatul Muta’alim Kawunganten, Kepala MI Al Muttaqin Bantarsari, Pembimbing Jamaah Umroh Al-Ma’wa, Wakil Katib Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Cilacap sampai wafat dan Imam Masjid At Taqwa sampai wafat.
Pengabdian di Masyarakat
Selain sebagai tokoh sekaligus sosok yang senantiasa membimbing dan menjadi suri tauladan masyarakat, Kiai Sya’roni juga mewakafkan dirinya untuk ngopeni masyarakat. Misalnya dengan penuh keikhlasan dan semangat ia merintis beberapa majelis taklim dari nol. Dari masyarakat yang sebelumnya tidak tertarik untuk mengaji hingga menjadi masyarakat yang gemar mengaji dan berilmu atau beradab.
“Dengan ciri khas beliau yang selalu ceria namun mengena membuat jamaah tertarik dan ingin mengikuti nasihat dan bimbingannya. Apa lagi dengan akhlaknya yang sangat beliau ke depankan tanpa membeda-bedakan sesama,” ujar pria yang sehari-hari mengajar sebagai guru MI Nahdlatul Muta’alim ini.
Selain mendirikan dan mengasuh beberapa majelis taklim, ia juga menjadi pemberi solusi dan tempat pengaduan atas permasalahan yang dihadapi masyarakat. Mulai dari permasalahan rumah tangga, kenakalan anak hingga mengobati santet atau teluh.
Ia juga kerap dimintai air untuk wasilah kesembuhan warga yang sakit bahkan kerap untuk menikahkan warga walaupun bukan seorang penghulu atau penyuluh.
Meskipun bukan kiai yang memiliki pesantren, kiai Sya’roni sering menjadi tempat peraduan masalah bagi masyarakat. Tiga kata yang menggambarkan beliau yaitu serba bisa dan enthengan.
Tak diragukan setitik pun perjuangan dan pengabdian Kiai Sya’roni dalam membimbing dan memajukan masyarakat khususunya masayarakat Cilacap dalam bidang keagamaan. Terlebih saat ia menjadi Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) PCNU Cilacap. Hampir dalam setiap dakwahnya selalu berisi ajakan untuk menjaga persatuan dan persatuan bangsa.
Menurut Kiai Sya’roni NKRI harus jadi prioritas utama di atas segala kepentingan. Apalagi karena berbeda pilihan membuat Islam jadi taruhannya yakni berpecah belah bahkan sesama saudara muslim tidak saling bertegur sapa layaknya musuh.
“Sehingga semasa hidupnya tidak pernah berkenan jika ada caleg, cabup, cagub yang mengajak bekerja sama apalagi sampai jadi tim sukses. Karna prinsip beliau, saya milik umat bukan milik partai tertentu atau golongan,” tegas Makinudin memaparkan prinsip Kiai Sya’roni.
Keindahan Akhlak
Ketawadukan dan kerendahan hati Kiai Sya’roni sangatlah patut menjadi contoh dan teladan bagi siapapun. Meskipun ia seorang tokoh nasional, akan tetapi sikapnya kepada siapapun tanpa terkecuali sangatlah indah.
Apa yang penulis tulis ini bukan karangan belaka, menurut penuturan Makinudin, seringkali Kiai Sya’roni menyapu dan membersihkan kotoran di masjid padahal sudah ada marbot yang mengurusi. Yang lebih memukau, di masjid tersebut ia merupakan seorang tokoh yang dituakan.
Seringkali, saat ada tamu hendak sowan ke rumah Kiai Sya’roni, karena waktunya nanggung akhirnya tamu tersebut memutuskan untuk salat jamaah di masjid. Melihat ada seseorang lelaki, yang bepenampilan sederhana ala marbot masjid dan berkaos oblong, tamu tersebut seringkali menyapa layaknya orang biasa. Padahal itu Kiai Sya’roni yang sedang beristirahat selepas menyapu masjid.
“Sekarang kiainya di rumah nggak ya, Kang? (tanya tamu), padahal yang ditanya beliau”. Mungkin saja ada, nanti sehabis salat Dhuhur ketemu. (jawab Kiai Sya’roni). Terus tamu tersebut nanya lagi, marbot masjid dibayar berapa, Kang? Tanpa pakai bahasa krama.
Tapi beliau senyum sambil menjawab, “kalau di sini beribadah ya seikhlasnya tanpa bayar-bayaran,” ujar Makinudin menirukan percakapan Kiai Sya’roni dan tamu.
Setelah salat Dhuhur, melihat Kiai Sya’roni yang mengimami, kedua tamu tersebut mengikutinya hingga ke rumah. Setelah Kiai Sya’roni keluar, betapa kedua tamu tersebut terkejut bukan kepalang dan malu, kalau seorang yang tadi dikira marbot, justru itu Kiai Sya’roni.
“Itulah contoh, yang masyaallah akhlak beliau padahal kepada orang yang tidak dikenal. Itu salah satu contoh dari kepribadiannya yang sangat sederhana dan bersahaja,” jelasnya.
Kenangan Bersama KH Sya’roni Jazuli
Bagi Makinudin, setiap detik bersama kakaknya, Kiai Sya’roni adalah kenangan yang istimewa dan teramat sulit untuk dilupakan. Untuk memperat silaturahim sesama anggota keluarga dan menghidupkan tradisi turun-temurun dari orang tua.
Kata Makinudin, dulu Kiai Sya’roni mengajak keluarga untuk bermujahadahan bersama, seperti ziarah bersama ke makam orang tua terutama menjelang Ramadhan, sungkeman ke Pak Dhe mbarep yakni KH Toifur Arofat di Purwokerto sebagai kakak tertua pengganti orang tua.
Selanjutnya haul bapaknya di bulan Syawal, kata Makinudin. Lalu beribadah pada hari Rabu Wekasan, diba’an bersama malam 12 Rabi’ul Awal untuk melanjutkan makan bersama seluruh keturunan Bani JaWa atau Jazuli Warisah yang beralaskan daun pisang. Serta buka bersama seacara bergilir selama bulan Ramadhan oleh Bani JaWa.
“Itu semua menjadi kenangan yang sangat indah meski kadang belum sanggup mengenangnya. Wallahu a’lam,” ungkap Makinuddin sambil mengenang momen tersebut dengan haru.
Sepanjang hidup Kiai Sya’roni telah mengabdikan hidupnya untuk kemaslahatan umat. Meskipun demikian, ia tidak mempunyai peninggalan fisik berupa pesantren, madin, mushala, masjid, kitab atau buku.
Namun seringkali menerima daulat untuk meletakkan batu pertama. Maupun meresmikan bangunan-bangunan di atas. Hal ini tidak hanya di Pulau Jawa saja, bahkan sampai luar Jawa.
Seperti yang telah penulis jelasakan , Kiai Sya’roni mempuyai peninggalan yakni mejelis-majelis taklim. “Tinggalan yang paling mengena yakni ajaran yang banyak diikuti oleh jamaah,” ujar Makinudin.
Kesaksian dari Sahabat
Sementara itu, Mastur Shodik, sahabat semasa hidup Kiai Sya’roni menuturkan pribadi Kiai Sya’roni merupakan seorang kiai yang memiliki karakter dan pribadi yang menyenangkan, tentunya sangat menarik setiap orang untuk berkawan.
Kiai Sya’roni juga tipe orang yang low profile, meskipun memiliki kapasitas yang sangat mumpuni dalam berbagai hal, namun memilih jalan hidup rendah hati dan bersahaja. Selalu menghargai saat bertemu dengan siapapun, apakah dia seorang yang punya harta, pangkat ataupun hanya seorang rakyat jelata.
“Bahkan dengan orang biasa yang tidak beliau kenalpun beliau tetap menghormati,” ujar pria
yang menjabat sebagai Wakil Katib Syuriyah MWCNU Kawunganten, Cilacap ini pada Sabtu
(12/10/2024).
Sosoknya yang sangat gigih tercermin dalam warisan karakter yang kuat, yang ia tinggalkan
untuk warga NU maupun pengurusnya.
Kiai Sya’roni muda mengabdikan diri untuk agama Islam lewat jalur menjadi pengurus Banom NU yang tidak lain menjadi pengurus Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kawunagnten.
Pria yang akrab mendapat sapaan Mastur menjadi saksi kegigihan Kiai Sya’roni, meskipun ia bukan seorang pengurus inti PAC GP Ansor Kawunganten dan senantiasa mendukung setiap agenda program-programnya.
Hal tesebut tidak hanya terlihat saat Kiai Sya’roni menjadi pengurus Ansor Kawunganten, saat menjabat sebagai pengurus MWCNU Kawunganten juga sama. Ia habiskan waktunya untuk berkhidmat di organisasi.
Baca juga Remy Sylado, Ca Bau Kan Seniman Multitalenta Itu Meninggal
Tak cukup sampai situ, selain aktif sebagai pengurus NU, ia juga aktif mengabdikan diri untuk menebar kemanfaatan dan mencerahkan umat.
Menurut Mastur, Kiai Sya’roni menyisihkan waktunya untuk menyapa dan mengisi dari satu majelis taklim ke majelis taklim lain di kampung- kampung. Padahal waktu itu ia sudah menjadi mubalig nasional.
Kecintaanya terhadap NU, ibarat emas 24 karat, tanpa perlu meragukan lagi. Kuatnya komitmen beliau untuk mengabdikan diri untuk berdakwah, meskipun pada saat yang sama beliau tidak menjadi pengurus di struktural NU.
Ia senantiasa berjuang untuk mendakwahkan NU dan Islam tanpa ia menjabat di kepengurusan NU.
“Apalagi ketika beliau sudah menjadi pengurus NU struktural, beliau lebih giat lagi. Ini yang
mestinya bisa kita teladani,” ungkapnya menceritakan kisah teladan Kiai Sya’roni. Kesaksiaan Mastur, umat muslim sangat kehilangan dengan kiai pengayom dan pembimbing umat sepertinya.
KH Sya’roni Jazuli Wafat
Nampaknya Allah SWT lebih menyayangi Kiai Sya’roni dengan memanggilnya lebih cepat. Tepat pada Senin (16/9/2024) pada usia 55 tahun, ia meninggalkan umat muslim khususnya warga NU, akibat penyakit stroke . Figurnya yang teduh dan jenaka ketika memberikan tausiyah akan selalu terkenang oleh masyarakat.
“Tentu kami sangat merasa kehilangan sosok kiai seperti beliau, yang selalu dapat memberikan
pencerahan lewat dakwah-dakwahnya yang jenaka sebagai ciri khasnya.
Semoga beliau mendapat rahmat dan maghfiroh Allah Swt di alam barzakhnya, dan kelak semoga akan muncul generasi-generasi baru yang akan melanjutkan dakwah beliau,” pungkas Mastur saat penulis wawancara online secara langsung.
Ahmad Solkan, penulis adalah jurnalis aktif NU Online dan nucare.id.