Ciri Hamba Bertakwa Ikhlas Jalani Tradisi Silaturahmi dan Halal Bi Halal

NU CILACAP ONLINE —Tradisi silaturahmi atau halal bi halal dengan saling memaafkan itu ciri dari hamba Allah yang bertakwa (muttaqin), sekaligus muhsinin (ikhlas) ucap Mursyid Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Annaqsabandiyah Almujadaddiyyah Al-Khalidiyyah Pusat Sokaraja Dr KH Raden Toriq Arif Ghusdewan di acara Silaturahmi dan Halal Bihalal Keluarga Besar Jamiyyah Tarekat tersebut se-distrik Majenang pada (20/4/2025).
Wujud Ketakwaan
Oleh karena itu, lanjutnya, merujuk beberapa ayat Al Qur’an menyebutkan ciri-ciri orang bertakwa adalah berlapang dada dan murah maaf.
Maka acara silaturahmi dan halal bi halal merupakan implementasi dan wujud ketakwaan.
“Firman Allah Swt dalam An Nisa’ ayat 1, yang selain berisi perintah Allah Swt untuk bertakwa juga berisi perintah tentang menyambung kasih sayang,” jelasnya.
Menurutnya kasih sayang adalah kunci, sebab bangunan relasi manusia teguh berdiri dengan, dan atas dasar rasa saling mencintai.
“Tradisi silaturahim dan halal bi halal ini memuat tradisi tarekat dengan istilah modern yaitu mudik,” akunya.
Mudik Spiritual
“Mudik dalam artian luas, maknanya bukan hanya sebagai mudik fisik dari kota ke desa, tapi bisa juga bermakna sebagai mudik spiritual,”
“Yakni bermakna kembalinya seorang muslim kepada jalannya (tarekat), kembali pada fitrahnya,” bebernya.
Akulturasi Budaya Islam
Dalam tradisi silaturahim dan halal bi halal juga merupakan salah satu bentuk akulturasi budaya dan ajaran Islam.
Dosen Arsitektur pada UGM Yogyakarta ini menjelaskan bahwa, kultur jawa membentuk dan menjadikan Ajaran Islam sebagai dasar dan ilmu budaya baru.
“Sehingga Islam Jawa menjadi budaya dan seringkali ada ungkapan kita ingin berusaha berumah dengan membumikan atau membudayakan Islam bukan perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan dengan Islam”. Tuturnya.
Kalimat ‘minal aidzin wal faidzin kullu ‘ammin wantum bikhairin” merupakan jalan tarekat karena mengandung doa dalam silaturahmi, dalam halal bi halal.
“Karena itu sebenarnya bukan bid’ah dan tidak ada pertentangan antara apa yang kita lakukan selama kita ini silaturahim dan halal bi halal dengan nilai dan ajaran Agama Islam”. Sambungnya.
Tradisi Pisowanan
Jauh pada masa lalu, sejarah menyebutkan dalam konteks ajaran Islam Wali Songo dan budaya Jawa.
Tradisi silaturahmi dan halal bi halal sebenarnya sudah dipraktikkan sejak abad ke-18 atau 1700-an yang berakar dari “Pisowanan” Praja Mangkunegaran.
“Zaman Mangkunegara I, ingkang kadebat Pangeran Sambernyawa menika, menjalankan tradisi bermaaf-maafan setiap lebaran,”
“Kegiatanepun ing istana kerajaan, gih mengundang kabeh, keroyo seluruh punggawa, prajurit kerajaan untuk saling bermaaf-maafan, kados pundi acara ngaten,” jelasnya.
“Mugia kita tansah pinaringan kaberkahan saking laku lampah amaliyah dados ahli tarekat menika, Amin,” pungkasnya.
Kegiatan silaturahmi dan halal bihalal bertajuk ‘Perbaiki Akhlak dengan Shalat, Perbaiki Hati dengan Dzikir’ berlangsung khidmat, dan syahdu.
Kegiatan ‘Pisowanan’ silaturahmi dau halal bi halal penyelenggaraannya saban bulan syawal itu bertempat di halaman Masjid Baitul Mu’minin Geblogan, Pahonjean, Majenang, Cilacap.
Hadir ribuan pengunjung dari Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Annaqsabandiyah Almujadaddiyyah Al-Khalidiyyah Pusat Sokaraja Sedistrik Majenang. (IHA)